Dalam masa Triwulan-1 2015 hingga Triwulan-1 2018, rerata defisit Transaksi Berjalan pada besaran USD 4.5 Miliar dengan rerata fluktuasi sebesar USD 1.2 Miliar; rerata impor sebesar USD 35 Miliar dengan fluktuasi sekitar USD 3.8 Miliar. Khususnya aliran masuk Dana Investasi Langsung (FDI), sejak 2017 menunjukkan tren pemulihan sehingga berimplikasi pada peningkatan impor barang modal. Kondisi peningkatan impor ini merupakan suatu kewajaran dan manfaatnya akan dirasakan pada tahun-tahun selanjutnya berupa peningkatan produksi serta efisiensi yang kelak berimplikasi kenaikan output atau Produk Domestik Bruto (PDB).
Lantas apa yang menyebabkan tekanan pada kurs tukar ? Peraga-3 memberikan gambarannya.
Peraga-3 menunjukkan bahwa tekanan kurs tukar (nominal) atau depresiasi IDR Â sangat dipengaruhi aliran dana investasi portofolio (FPI). Kondisi ini berkaitan dengan tren global sejalan dengan normalisasi kebijakan moneter pada Bank Sentral Utama (US The Fed, European Central Bank, Bank of Japan); khususnya US The Fed yang menaikkan suku bunga rujukan atau Fed Fund Rate. Sementara genderang Perang Dagang (Trade War) yang digaungkan Presiden US Donald Trump mendapatkan perlawanan dalam bentuk "manipulasi terselubung mendepresiasikan nilai tukar" atau yang sering disebut sebagai Currency War demi mempertahankan nilai ekspor.
Bias Paham InfrastrukturÂ
Bukan hal yang mengejutkan jika gelora pembangunan infrastruktur akan mendapatkan tentangan ibarat perjalanan panjang dengan terjal alias "Long and Winding Road". Pemikiran dan pemahaman "santapan mie instan" yang cepat siap saji dan segera dinikmati dengan beban murah menjadi sesatan yang kemudian memunculkan sikap skeptis dan bias konfirmasi (Confirmation Bias).
Keengganan memahami secara utuh kebijakan stimulus yang berimplikasi defisit serta peningkatan utang; mendalami "causal - impact" pada fluktuasi nilai tukar; serta menganalisis situasi perdagangan dan finansial global dengan dukungan data dan fakta berbasis pada Generally Accepted Economic Principle akan menghasilkan komentar dan kritisi yang dangkal.
Pembelajaran dari daratan Eropa dan Jepang yang membutuhkan satu dekade dan terus berlanjut, selayaknya mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur Indonesia bukan sekedar permainan bidak dan gambit Catur yang harus ditunda setelah hanya berlangsung beberapa langkah.
Arnold Mamesah - Penghujung 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H