Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tamak Itu Jamak dan Ambiguitas SMI

7 Februari 2018   17:36 Diperbarui: 7 Februari 2018   17:39 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bitcoin price fluctuation last 3 months - koleksi Arnold M.

Greed is Good

Ungkapan "Tamak itu Jamak" mengadopsi "Greed is Good" yang dikenal dari film Hollywood "Wall Street" (1987), dengan tokoh utama Gordon Gekko yang diperankan Michael Douglas. Nama Wall Street sendiri erat kaitannya dengan bursa saham New York, USA, dengan kapitalisasi terbesar dan menjadi "benchmark" bagi perusahaan (korporasi) global yang melepas sahamnya ke bursa.

Kata tamak selalu dikaitkan dengan pemahaman negatif yaitu selalu ingin beroleh banyak untuk diri sendiri; rakus; loba; serakah. Tetapi jika dikaitkan dengan pengetahuan dan keterampilan, sikap tamak atau haus akan pengetahuan serta senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan agar dapat terus berkreasi dan berinovasi, memberikan makna positif. Dengan memahami arti jamak sebagai hal yang lazim; tidak aneh; lumrah; atau bahkan wajar, maka ungkapan Tamak itu Jamak tidak harus bermakna negatif.

Gejolak Bursa dan February Flu

Dalam seminggu terakhir ini tiga isu hangat yang sangat menyita perhatian secara global yaitu gejolak anjloknya harga saham pada bursa saham New York yang membawa tularan pada bursa saham manca negara, gejolak harga minyak atau International Crude Price (ICP), dan penurunan drastis nilai cryptocurrency "Bitcoin" (lihat Peraga-1 di bawah ini).

Peraga-1 : Bitcoin Price

Bitcoin price fluctuation last 3 months - koleksi Arnold M.
Bitcoin price fluctuation last 3 months - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : Bitcoin

Bitcoin memang bukan uang kertas. Tetapi sejalan dengan perkembangan teknologi digital, Bitcoin diposisikan sebagai pengganti "global currency" yang dapat digunakan untuk berbagai transaksi. Beberapa negara telah melarang penggunaan Bitcoin untuk transaksi, termasuk Indonesia melalui Bank Indonesia sebagai otoritas moneter. Namun pada beberapa bursa internasional, Bitcoin dipandang sebagai komoditas yang dapat ditransaksikan (jual dan beli) dengan nilai ditentukan pasar.

Sebagai gambaran gejolak dan fluktuasi, harga "Bitcoin" pada 6 Februari 2018 : USD 7.003, berada di bawah harga pada 6 November 2017 : USD 7.424. Sementara pada pertengahan Desember 2017 sempat mencapai USD 19.193. Dibandingkan dengan posisi puncak, harga Bitcoin pada 6 Februari 2018 hanya berkisar 36.4% atau hampir sepertiga; maknanya dalam waktu kurang dari dua bulan 2/3 harta dalam bentuk Bitcoin lenyap. Akankah harga Bitcoin akan terus turun atau sebaliknya pulih dan naik kembali tidak ada yang dapat memberikan jaminan. Tetapi dari gambaran dan pembelajaran selama tiga bulan terakhir, unsur spekulasi sangat erat dalam bursa atau pasar Bitcoin.

Fluktuasi alias gejolak yang terjadi pada bursa US, memberikan dampak besar pada nilai kapitalisasi pasar. Perubaha indeks harga saham dalam masa 2 - 5 Februari 2018, telah melenyapkan "nilai kapitalisasi pasar" hingga USD 1.6 Triliun (lihat di sini). 

Tren indeks bursa US (S&P : Standard & Poors dan DJIA : Dow Jones Industrial Average) diberikan pada Peraga-2.

Peraga-2 : S&P - DJIA Index

S&P and DJIA index - koleksi Arnold M.
S&P and DJIA index - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : FRED - S&P and DJIA Index

Sejak 2016 tidak pernah terjadi koreksi pada bursa US dan penurunan atau anjlok yang terjadi dianggap sebagai "koreksi normal" dalam siklus pasar; sementara hilangnya nilai kapitalisasi bukanlah realitas.

Hampir serupa, penurunan drastis, terjadi pada harga minyak (ICP) yang dalam masa 1 - 6 Februari 2018 turun hampir 5% (lihat Peraga-2)

Peraga-3 : Oil Price (Brent) Trend

Oil Price - Brent - trend
Oil Price - Brent - trend
Sumber informasi : Nasdaq - Crude Oil Brent

Situasi yang terjadi pada bursa saham New York, bursa Bitcoin, dan bursa "Crude Oil" dapat disebut sebagai "February Flu" yang mendatangkan demam bagi dunia usaha serta menimbulkan gejolak (volatility) tetapi kemudian akan berlalu. Tetapi apakah February Flu memberikan suatu indikasi atau gambaran terhadap perekonomian global tentu tidak dapat disimpulkan secara sederhana. Perekonomian tidak dapat dinilai dengan perubahan sesaat atau dalam waktu singkat. Gejolak bursa sangat berkaitan dengan unsur spekulasi, sentimen, dan sesatan informasi. Walaupun tidak dapat disangkal dengan hal tersebut para pelaku mudah mendapatkan keuntungan besar dan kecenderungan menjadi tamak; tetapi pada sisi lain membuat tekor dalam jumlah besar. Demikianlah kondisi bursa saham, komoditas seperti bitcoin, dan minyak yang rentan gejolak (volatilities), penuh dengan ketidakpastian (uncertainties), perubahan situasi yang sarat sesatan dan kerumitan yang tinggi (complexities) serta keraguan dalam pemahaman (ambiguity) untuk pengambilan keputusan.

Siklus Hiper

Sikap tamak juga terjadi dalam ekspektasi mendapatkan "keuntungan" pada perkembangan pesat produk yang sarat inovasi teknologi digital seperti yang berkaitan dengan Internet of Things, Artificial Intelligence, dengan berbagai varian aplikasi dalam bingkai "sharing economy" serta FinTech (produk finansial berbasis digital). Demam dan keinginan atau ekspektasi menuai hasil yang besar sering menemui karang terjal (expectation cliff) seperti yang digambarkan Hype Cycle pada Peraga-4.

Peraga-4 : Hype Cycle (Gartner)

Gartner Hype Cycle - sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Hype_cycle
Gartner Hype Cycle - sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Hype_cycle
Dalam rangkaian Hype Cycle (Siklus Hiper), tahapan awal dipicu pertumbuhan inovasi teknologi (Technology Trigger) dengan berbagai fitur dan kemampuan yang menjanjikan. Dari kondisi awal ini berkembang berbagai keinginan dan harapan yang memuncak dan menumpuk (Peak of Inflated Expectation). Tetapi kemudian keterbatasan kemampuan dan kapasitas menjadi hambatan untuk menyerahkan dan mengimplementasikan berbagai keinginan tersebut serta membawa hasil yang tidak sesuai atau bahkan kegagalan; sehingga menimbulkan palung kekecewaan (Trough Disillusionment). 

Sebagai pemulihan kekecewaan, dengan berbagai perubahan serta perbaikan akan terjadi "innovation selection & survival" atau seleksi. Selanjutnya masuk pada siklus pencerahan dan penyesuaian (Slope of Enlightenment) menuju dataran produktivitas (Plateau of Productivity). Siklus Hiper ini membutuhkan rentang waktu 3-8 tahun dan tidak ada jaminan produk hasil inovasi akan langgeng terutama yang miskin keunikan dan diferensiasi; sehingga gampang digantikan inovasi yang serupa dengan pengayaan serta memberikan hasil lebih baik.

Mengutip pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) pada Mandiri Investment Forum 2018 (#MIF2018), "Ekonomi 2018 akan sangat diwarnai dengan digital disruption (Job Displacement), Artificial Intelligence, Internet of Things dan Industrial Revolution 4.0". Pernyataan SMI ini sarat ambiguitas karena merujuk pada eforia global pertumbuhan "Digital Disruption" pasca Krisis Finansial 2008, ternyata tidak memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi global yang hingga 2017 masih berkisar 3.0% - 3.5%. Sepertinya SMI belum memahami siklus hiper dan terkesima dengan berbagai fitur serta kemampuan yang dijanjikan tanpa melakukan kajian untuk mengidentifikasi dan menentukan strategi demi peningkatan perekonomian dalam situasi global yang kian sarat dengan VUCA (Volatilities, Uncertainties, Complexities, Ambiguities). 

Arnold Mamesah - 7 Februari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun