Keberlanjutan dan kelanggengan (sustainability & viability) usaha rintisan (start up) memang rentan sehingga ancaman gejolak akan tinggi. Namun jika mencermati fenomena "DotcomBubble" terdahulu, dampak gejolak usaha rintisan tidak akan besar terhadap perekonomian Indonesia.
Gejolak di area Uni Eropa, dengan memperhatikan dampak tularan kasus utang Yunani, walaupun ada tetapi tidak akan besar. Pertimbangannya area Uni Eropa bagian Selatan bukanlah mitra dagang utama Indonesia; berbeda dengan Uni Eropa Utara (Jerman, Belanda, Perancis).Â
Untuk melihat ancaman dari China dan US, perlu memperhatikan posisi aliran investasi. Tidak dapat diingkari bahwa pada masa 2015-2017 telah terjadi tren peningkatan aliran masuk investasi portofolio (Foreign Portfolio Investment) seperti diberikan pada Peraga-7.
Peraga-7 : Foreign Portfolio Investment
Gejolak di China dapat menular ke kawasan ASEAN dan menimbulkan efek "capital flight"; tetapi juga aliran keluar dari China membutuhkan tempat tujuan dan Indonesia dapat menjadi pilihan dan memberikan dampak positif. (Lihat artikel : Modal Tinggalkan China Pindah ke Indonesia).
Cukup menarik untuk mengkaji efek perekonomian US terhadap Indonesia. Sejak Desember 2015 hingga Desember 2017 telah terjadi 5 (lima) kali kenaikan Fed Fund Rate tetapi tidak timbul gejolak yang berarti pada nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD). Demikian juga sikap proteksionis yang (akan) dikembangkan pemerintahan presiden Donald Trump tidak menunjukkan penurunan surplus perdagangan Indonesia terhadap US (lihat : US Census Bureau - Trade Balance US Indonesia).Â
Sementara kebijakan "cutting tax" justru menimbulkan kesan kurang menarik bagi korporasi akibat kondisi defisit anggaran dan perdagangan US. Ekspektasi imbalan yang tidak terwujud pada pasar saham dan finansial US akan menjadi pemicu "herding behavior" (dampak ikutan) yang menimbulkan aksi melepas saham atau aset yang menimbulkan "shock". Kembali efek gejolak ini akan sampai ke area Asia Pasifik termasuk Indonesia dan kemungkinan investor akan menarik portofolio investasinya atau sebaliknya berupa dampak positif akan ada aliran masuk investasi portofolio.Â
Dampak positif dari gejolak China atau US seperti dijelaskan di atas hanya akan terjadi jika investor global percaya terhadap ketangguhan dan keandalan fondasi perekonomian dan akan terus bertumbuh. Dalam menghadapi kondisi global yang rentan akan krisis, ada 3 (tiga) pilihan skenario yaitu Skenario Ulat Kaki Seribu, Skenario Rajawali, dan Skenario Bunglon. Skenario Ulat Kaki Seribu sesuai dengan yang dilakukan saat ini melalui kebijakan stimulus anggaran tetapi tidak agresif dalam defisit sehingga pertumbuhan hanya berada pada kisaran 5%. Dengan skenario Rajawali, perlu terobosan melalui defisit optimal (mendekati 3%) demi peningkatan investasi terutama pada infrastruktur berwawasan jangka panjang; dengan skenario ini pertumbuhan terdorong di atas 5.5%. Ada juga pilihan Skenario Bunglon yang ambigu dengan kebijakan stimulus anggaran; memilih defisit sesuai kebutuhan serta berharap dorongan pertumbuhan dari luar investasi misalnya dari peningkatan perdagangan global atau konsumsi.
Skenario perekonomian bukan sekedar pengulangan atau proyeksi dari masa lalu, tetapi merupakan pilihan langkah dengan berbagai kemungkinan "event-global" yang akan timbul. Termasuk langkah menghadapi gejolak krisis yang tidak cukup dengan kewaspadaan tetapi sudah disiapkan langkah antisipasinya.Â
Arnold Mamesah - 11 Januari 2018