Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Trilema Limpahan SDA - Kasus Freeport Indonesia

2 November 2017   16:03 Diperbarui: 2 November 2017   17:26 2109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Global Top Mining Companies - source : https://www.statista.com/statistics/272706/top-10-mining-companies-worldwide-based-on-market-value/

Divestasi, Merjer & Akuisisi, Investasi

Divestasi (Divestment atau Divestiture) korporasi atau badan usaha merupakan suatu upaya atau proses pelepasan kepemilikan (asset) dengan alasan atau pertimbangan finansial, sosial, atau politik. Melalui divestasi, kepemilikan korporasi akan dibagi dengan proporsi tertentu sehingga berdampak pada peran dan tanggung jawab serta pengendalian usaha. Divestasi dapat terjadi sebagai bagian dari strategi korporasi demi optimasi hasil atau untuk perluasan usaha; tetapi pada sisi lain divestasi dapat dilakukan sebagai strategi untuk menarik diri atau keluar dari suatu wilayah atau sektor industri akibat kondisi lingkungan, sosial atau politik yang tidak dirasakan tidak kondusif dan tidak mendukung kegiatan usaha.

Penggabungan entitas usaha (Merjer) dan Pengambilalihan entitas usaha (Akuisisi) merupakan bagian dari strategi dan aksi yang melibatkan dua atau lebih entitas (korporasi) dengan berbagai alasan; dan pertimbangan serta tujuan jangka panjang seperti peningkatan capaian pertumbuhan, bangun dan pemantapan sinergi antar entitas. Atau dapat juga untuk tujuan yang sangat spesifik sesuai keinginan pemilik atau pemegang saham. Penggabungan dapat juga berlangsung untuk keperluan tertentu tanpa harus merubah entitas dan identitas dengan membentuk konsorsium.

Pada setiap sektor industri aksi investasi dari pandangan perekonomian dan usaha merupakan suatu keharusan melalui penambahan modal demi peningkatan pertumbuhan dan keberlanjutan serta kelanggengan usaha. Dalam setiap keputusan investasi selalu akan berkaitan dengan resiko; sehingga perhitungan matang sangat diperlukan serta bukan sekedar spekulasi bak fatamorgana yang menjanjikan imbalan besar tetapi mengabaikan resiko yang kembali akan berdampak pada entitas usaha.

Walaupun hanya sepintas tetapi makna divestasi, penggabungan usaha dengan varian konsorsium dan akuisisi, serta investasi penting diketahui khususnya pada sektor yang berkaitan dengan ekstraktif sumber daya alam (natural resources). 

Sinetron Sumber Daya Alam

Keberadaan sumber daya alam (SDA) pada suatu  wilayah selalu dianggap sebagai berkah yang dapat menjadi sumber serta motor penggerak perekonomian sehingga kelak akan meningkatkan kesejahteraan; tetapi dapat juga menjadi biang kerok konflik dan perselisihan atau sering disebut sebagai kutukan SDA (Resource Curse); demikianlah Trilema SDA. 

Tambang tembaga di Papua, Kawasan Timur Indonesia, yang dikelola PT.  Freeport Indonesia (PTFI) merupakan contoh kehadiran SDA pada wilayah yang luas tetapi populasinya rendah atau bahkan langka. Secara sederhana Pareto (sebaran) SDA Indonesia dapat digambarkan bahwa 70%-80% kekayaan berada pada wilayah yang dihuni kurang dari 20% penduduk Indonesia. Tetapi kemudian manfaat SDA tersebut selayaknya menjadi pendorong pertumbuhan perekonomian baik secara langsung pada daerah sekitarnya ataupun tidak secara langsung yang salah satunya melalui gambaran iklim usaha di Indonesia.

Dalam perjalanannya, masalah pengelolaan tambang tembaga PTFI ibarat sinetron atau telenovela atau bahkan opera sabun. Kisahnya hadir ke permukaan bak serial berkepanjangan tanpa "happy ending" atau "sadness" alias kesedihan; tetapi selalu dengan atribut samar TBC alias "To be continued" (akan berlanjut). Sebagai tontonan televisi, mungkin saja kejadian demikan berlangsung. Tetapi dalam perekonomian dan dunia usaha diperlukan ketegasan yang memberikan kepastian demi keberlanjutan; apalagi jika berkaitan dengan suatu penanaman modal atau investasi pada pertambangan dengan rentang waktu panjang.

Sementara jika diperhatikan kondisi perekonomian global, harga komoditas logam mengalami tekanan sejalan dengan tekanan pertumbuhan ekonomi globa seperti digambarkan pada Peraga-1 di bawah ini.

Peraga-1 : Indeks Harga Logam dan Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto atau GDP)

Metal Price Index and Global GDP - koleksi Arnold M.
Metal Price Index and Global GDP - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : IMF Primary Commodity & IMF World Economic Outlook

Dari Peraga-1, digambarkan tren turung harga komoditas logam termasuk tembaga dan pertumbuhan perekonomian global. Kondisi penurunan harga ini merupakan fenomena Spiral Deflasi Komoditas global yang diprakirakan akan berlangsung panjang (Super Cycles) serta berdampak pada perekonomian yang mengandalkan penerimaan dari komoditas serta juga respon dunia usaha atau korporasi yang mengelola pertambangan.

Dalam menghadapi tekanan harga komoditas ini, kecenderungan strategi dan aksi yang dilakukan top korporasi pertambangan global (Top Ten: Mining Companies; Freeport Mc. Moran - induk PTFI berada pada peringkat-5) antara lain : (1) Fokus dan ketat dalam hal finansial termasuk melakukan berbagai upaya efisiensi pada biaya operasi; (2)  Mengupayakan berbagai inovasi untuk mendorong pertumbuhan usaha; (3) Melakukan investasi dengan wawasan jangka panjang; dan (4) Ketat dan sangat  berhati-hati dalam keputusan serta aksi korporasi untuk "Merger & Acquisition", lebih mengutamakan kerjasama atau kolaborasi dengan  membentuk "Strategic Alliances" (lihat : Tracking the trends 2017 - Deloitte Report).

Peraga-2 : Top mining companies worldwide based on market capitalization in 2017 (in billion U.S. dollars)

Global Top Mining Companies - source : https://www.statista.com/statistics/272706/top-10-mining-companies-worldwide-based-on-market-value/
Global Top Mining Companies - source : https://www.statista.com/statistics/272706/top-10-mining-companies-worldwide-based-on-market-value/
Sementara "sinetron" PTFI dan pemerintah Indonesia berlangsung, sering muncul artikel dalam media terbitan internasional yang memberikan gambaran negatif pada iklim usaha dan investasi di Indonesia. Berapa berita atau artikel tersebut seperti : Why Freeport's Stock Has Disappointed Despite Higher Copper Prices This Year (Forbes), Indonesia's Neverending Freeport-McMoRan Saga (The Diplomat), Freeport Falls on Concern Indonesia Deal Comes at Too Big a Cost (Bloomberg Markets), Freeport-McMoRan: Indonesia Deal Is Even Worse Than I Expected (Seeking Alpha News). Nuansa artikel dan tulisasn ini sangat berbeda dengan  World Bank - Ease of Doing Business Report 2018 yang mengindikasikan dan menginformasikan perbaikan serta peningkatan iklim usaha di Indonesia. Perlu dipahami bahwa World Bank Report bukanlah bacaan rutin pimpinan atau eksektuif korporasi atau korporasi investasi. Publikasi seperti  Forbes, Financial Times (FT), Fortune, atau "market news" yang erat memberitakan informasi seputar investasi, pasar saham & modal seperti  Bloomberg, Reuters, Seeking Alpha justru menjadi pilihan.

Lingkar Kemauan, Kemampuan, dan Kemahfuman

Tiga kata masing-masing "Mau", "Mampu", dan "Mahfum" akan menjadi bingkai dalam memandang "sinetron SDA PTFI". "Divestasi  51% saham Freeport Indonesia memang maunya Presiden Jokowi", demikian  kutipan dari materi yang disampaikan DR. Ir. Fadel Muhammad, Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan  Rakyat (DPR) RI, yang membidangi masalah energi dan pertambangan. 

Fadel M. Ketua Komisi VII DPR - koleksi Arnold M.
Fadel M. Ketua Komisi VII DPR - koleksi Arnold M.
Dalam seminar yang diselenggarakan INADIS (Indonesian Institute of Advanced International Studies) dengan tema “Membangun Iklim Bisnis yang Kondusif bagi Indonesia Sejahtera: Kasus PT Freeport Indonesia.” pada Rabu, 11 Oktober 2017 tersebut, Fadel Muhammad juga menyebutkan bahwa skenario pengambilalihan saham dari divestasi saham PTFI akan dilakukan secara bersama oleh gabungan 4 (empat) BUMN pertambangan yaitu PT. Inalum (berperan sebagai lead), PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Bukit Asam Tbk., dan PT. Timah Tbk. Dengan latar belakang pengalaman sebagai birokrat (mantan Gubernur Provinsi Gorontalo), secara sederhana Fadel Muhammad memberikan gambaran tentang peran PTFI di Papua sebagai motor penggerak perekonomian untuk wilayah sekitarnya yang juga berlanjut ke tingkat provinsi. Juga diberikan gambaran tentang upaya PTFI dalam hal pengembangan sumber daya manusia serta perubahan karakter yang meyangkut "attitude & behavior". Dengan bekal sebagai engineer (luusan ITB) yang berkiprah di industri, Fadel Muhammad juga memberikan wawasan tentang pengembangan industri yang dapat memberikan nilai tambah dari pengolahan (smelter). Sementara Ir. Rachman Wiriosudarmo yang sarat dengan pengalaman jelajah Nusantara demi Sumber Daya Mineral, mengingatkan akan siklus panjang usaha pertambangan dan kebutuhan investasi yang berkelanjutan sebagai syarat utama untuk peningkatan produksi secara berkelanjutan.

Seorang begawan ekonomi yang merupakan salah seorang arsitektur reformasi perekonomian Indonesia pasca Krismon 1998, Prof. (Emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D, memberikan pesan agar permasalahan PTFI diselesaikan dengan bijak dan rasional serta tidak sarat retorika

Prof. (Emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D - koleksi : Arnold M.
Prof. (Emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Ph.D - koleksi : Arnold M.
Dalam kondisi global yang bergeser menjadi De-Globalisasi dan erat dengan kebijakan proteksi (Making America Great Again ala Donald Trump), penyelesaian PTFI seharusnya berwawasan panjang dan menatap masa depan (Foresight). Dalam obrolan langsung dengan beliau, diingatkan bahwa tidak cukup sekedar informasi dan pengetahuan (knowledge) saja tetapi perlu imajinasi dalam memetakan keadaan 2o tahun mendatang. Sedangkan dari perspektif sosial dan politik, Riaty Raffiudin, Ph.D (dosen Universitas Indonesia) menitipkan agar penyelesaian masalah melibatkan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Pandangan ini kental dengan mahzab "inclusive institutional" seperti yang disarankan dalam buku "Why Nations Fail"

Dari pandangan penulis, kasus PTFI adalah beranda dan "etalase" bagi Penanaman Modal Asing (PMA atau Foreign Direct Investment). Jika memang divestasi 51% saham yang disyaratkan kepada PTFI merupakan ke-mau-an Presiden Jokowi, maka perlu untuk mengingatkan beliau dengan merujuk pada "benchmarking" terhadap korporasi pertambangan global seperti yang disampaikan di atas. Ke-mampu-an finansial yang dimiliki "The Three Musketeers" (BUMN Terbuka : PT. Aneka Tambang Tbk., PT. Bukit Asam Tbk., PT. Timah Tbk.) yang dipimpin PT. Inalum (non Tbk.) sebaiknya bukan untuk melakukan akuisisi terhadap divestasi saham PTFI. Akan lebih cerdas jika BUMN tambang tesebut masing-masing mengembangkan aliansi strategis dengan korporasi yang sesuai dengan kompetensi dan kapasitas yang dimiliki sehingga akan memperluas industri yang bernilai tambah serta membuka banyak lapangan kerja.

Saat mempersiapkan tulisan ini, teringat pesan Prof. Dorodjatun agar ber-imajinasi yang lantas memunculkan ide dari mahzab Sharing Economy yang mengutamakan Kolaborasi, Integrasi, dan Inklusi. Mengkolaborasikan pelaku kunci pertambangan tembaga di Indonesia seperti PTFI dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PT AMNT - sebelumnya Newmont Nusa Tenggara ) untuk melakukan pengolahan (smelting) pada tempat yang sama, berintegrasi dengan industri hilir serta melibatkan banyak pihak (inklusi) sehingga secara agregasi nilai tambah lebih tinggi, merupakan buah permenungan dan imajinasi.

Pada suatu kesempatan bercakap-cakap dengan kerabat, muncul guyonan : "Freeport Indonesia itu seperti penumpang yang berada dalam perjalanan panjang bis antar kota yang kursinya sangat tidak nyaman dan beberapa penumpang yang duduk di belakangnya riuh dengan "obrolan" serta menendang bagian belakang tempat duduknya". Apakah sang penumpang yang adalah PTFI, akan tetap sabar dan betah duduk hingga akhir perjalanan atau lantas berteriak kepada sang kondektur bis : "Pak kondektur, saya segera turun pada perhentian terdekat!"

Perlu ke-mahfum-an Presiden Jokowi dan "all the president men" dalam lingkar keputusan !

Arnold Mamesah - Awal November 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun