Kondisi stagnasi pertumbuhan juga terjadi di negari Sakura, Jepang, pada dekade akhir abad XX. Gambaran kondisi pertumbuhan ekonomi dan defisit anggaran Jepang diberikan pada peraga berikut ini.
Peraga-3 : Japan GDP Growth and Deficit
![Japan GDP Growth and Deficit - koleksi Arnold M.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/24/japan-gdp-growth-and-budget-deficit-599eaad5e728e43d98338172.png?t=o&v=555)
Pada 1992-1993 pertumbuhan ekonomi Jepang di bawah 1% dan pemulihannya dengan resep Japanomics; yang dilakukan dengan "bumbu" peningkatan defisit anggaran hingga mencapai 10,2% pada 1998; tetapi kemudian pada 2007 turun menjadi 2,8%.
Memperhatikan strategi pemulihan perekonomian US ala Reaganomics dan Jepang, pilihan defisit dengan dampak peningkatan utang bukan hal yang luar biasa. Sebagai gambaran diberikan kondisi rasio utang terhadap PDB.
Peraga-4 : Debt to GDP Ratio
![Debt to GDP Ratio Trend - koleksi Arnold M.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/08/24/debt-to-gdp-ratio-trend-599e8f577465032bb05898f3.png?t=o&v=555)
Secara umum, rerata rasio utang terhadap PDB negara maju (2016) pada 106%, US : 107%, dan Jepang : 239%. Sementara untuk Emerging Market & Developing Economies rerata rasio utang : 48%; Indonesia masuk di sini dengan rasio utang pada akhir 2016 : 28%. Sebagai catatan, 65% dari utang US sumbernya domestik; Jepang mencapai 70%.
Jokowinomics
Sebutan Jokowinomics mengadopsi Reaganomics dan Japanomics. Di tengah gejolak perekonomian global pasca Krisis Finansial 2008, pertumbuhan PDB Indonesia mengalami tekanan dengan tingkat inflasi berada di atas 7%; mirip dengan US jelang pemerintahan Presiden RR dan Jepang pada dekade 1990-an.