Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Efek Tularan dan Stimulus Anggaran

31 Juli 2017   11:29 Diperbarui: 31 Agustus 2017   14:16 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perekonomian Terbuka dan Defisit

Pada awal 2017 di US Gallup melakukan survey untuk memahami persepsi masyarakat US terhadap perdagangan global dan hasilnya seperti diberikan pada Peraga-1.

Peraga-1 : American's View on Foreign Trade

Sumber informasi : Gallup Pool
Sumber informasi : Gallup Pool
Sumber informasi : Gallup Pool

Hasil survei menunjukkan bahwa 72% menganggap perdagangan global sebagai peluang sementara 23% melihatnya sebagai ancaman. Pandangan perdagangan global sebagai peluang lebih besar daripada ancaman terus meningkat sejak 2013; ini menunjukkan masyarakat US menginginkan perdagangan tanpa pembatasan; selaras dengan sistem perekonomian terbuka.

Pada sisi lain jika dilihat dari neraca perdagangan, kondisinya berbeda seperti diberikan pada Peraga-2.

Peraga-2 : Neraca Perdagangan US

Sumber informasi : US FRED - Federal Reserve Economic Data St. Louis
Sumber informasi : US FRED - Federal Reserve Economic Data St. Louis
Sumber informasi : US FRED - Federal Reserve Economic Data St. Louis

Neraca perdagangan US mengalami defisit dan nilainya bertambah besar sejak 2013 (USD 349 Miliar) hingga 2016 (USD 451 Miliar). Defisit perdagangan US ini berkaitan dengan nilai tukar Dolar Amerika (USD) yang terus mengalami apresiasi (penguatan) terhadap mata uang mitra dagang; fenomena tersebut dikenal sebagai "USD Strong Currency" dalam situasi "Perang Mata Uang" (Currency War). Gambaran apresiasi nilai tukar USD tersebut diberikan pada Peraga-3.

Peraga-3 : Trade Weighted USD Exchange Index

Sumber informasi : US FRED - Federal Reserve Economic Data St. Louis
Sumber informasi : US FRED - Federal Reserve Economic Data St. Louis
Sumber informasi : US FRED - Federal Reserve Economic Data St. Louis

Nilai tukar USD terhadap mata uang mitra dagang utama (major; misalnya Euro, Yen Jepang, Pound Sterling UK, Renminbi China, Canada Dollar) dan mata uang lainnya (Broad; misalnya Rupee India, Rupiah Indonesia) kecenderungannya naik sejak 2013. Kondisi ini awalnya timbul akibat "Perang Mata Uang" (Currency War) yang dilakukan negara pengekspor (terutama komoditas) demi mendorong ekspor dengan cara menekan nilai tukar mata uangnya.

Demi pemulihan perekonomian pasca Krisis Finansial 2008, perekonomian US mengalami defisit anggaran; namun sejak 2014 mulai mereda. Dampak dari defisit tersebut tingkat "unemployment" (pengangguran) di US turun pada kisaran 5% dan inflasi mulai naik walaupun belum mencapai rerata 2%. Ambang tingkat inflasi 2% dan jumlah pengangguran 5% merujuk pada rumusan NAIRU (Non Accelerating Inflation Rate of Unemployment - lihat penjelasan di sini). Gambaran defisit anggaran dan PDB (GDP) US diberikan pada peraga berikut ini.

Peraga-4 : US Federal Budget Deficit

US GDP and Budget Deficit
US GDP and Budget Deficit
Sumber informasi : US FRED - Federal Reserve Economic Data St. Louis

Rasio defisit anggaran US sempat mencapai 9% dari PDB pada 2010 tetapi terus berkurang dan pada 2016 berada pada 3,15%. 

Gambaran pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) negara maju pada 5-tahun terakhir pasca krisis diberikan pada peraga berikut ini.

Peraga-5 : GDP Growth

GDP Growth Advance Economics - koleksi Arnold M.
GDP Growth Advance Economics - koleksi Arnold M.
Sumber informasi : IMF (dengan pengolahan)

Peraga menunjukkan secara rerata dalam 5 tahun terakhir, perekonomian US telah tumbuh di atas 2%; yang lain masih di bawah 2%.

Fenomena Deflasi dan Tularan

Biasanya yang menjadi perhatian dalam masyarakat adalah inflasi, berkaitan dengan kenaikan harga dan persepsi tekanan perekonomian. Sebaliknya penurunan harga tidak dapat langsung dikaitkan dengan berkurangnya beban; dan penurunan harga secara berulang sering disebut sebagai disinflasi. Bagaimana jika penurunan harga berlangsung dalam waktu panjang atau deflasi ? 

Fenomena demikian terjadi pada komoditas global seperti diberikan pada peraga berikut ini.

Peraga-6 : Deflasi Harga Komoditas Energi dan Non Energi

Sumber informasi : World Bank - Commodity Markets
Sumber informasi : World Bank - Commodity Markets
Trend turun harga komoditas (energi dan non energi) telah berlangsung lama; non energi sejak 2011 sedangkan energi berlangsung sejak pertengahan 2014. Pada awalnya, penurunan harga energi migas (minyak dan gas alam) dipandang sebagai koreksi; kemudian berkelanjutan dan sangat mempengaruhi penerimaan negara yang mengandalkan ekspor migas. Kondisi yang serupa pada komoditas non energi.

Peraga-7 : Spiral Deflasi

Spiral Deflasi - koleksi Arnold M.
Spiral Deflasi - koleksi Arnold M.
Merujuk pada gambar atas, penurunan harga komoditas menekan penerimaan negara dan dunia usaha; tularannya berdampak pada pendapatan dan lapangan kerja baru serta daya beli masyarakat; yang berlanjut menekan permintaan dan menimbulkan kondisi oversupply. Efek tularan dan spiral deflasi membuat perekonomian kian menyusut, menimbulkan dampak sosial dengan waktu pemulihan yang panjang.

Stimulus Anggaran Pilihan Tepat

Pada awal Juli 2017 timbul keluhan dari pengusaha tentang penurunan daya beli masyarakat; yang kemudian ditanggapi dengan pengakuan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI). Tetapi muncul sanggahan bahwa bukan penurunan daya beli tetapi perubahan pola belanja akibat berkembangnya "transaksi on line". Perdebatan atas kenyataan penurunan daya beli akan sia-sia dan tidak mendapatkan hasil tanpa memperhatikan kondisi global yang tularannya mempengaruhi perekonomian domestik. Juga mengabaikan pola dan pembelajaran serta pemahaman berdasarkan "Generally Accepted Economic Principles". Krisis finansial 2008 sangat memukul perekonomian US dan negara maju seperti European Union dan Jepang; tetapi kemudian US berhasil dengan cepat memulihkan perekonomiannya karena pemerintah US memilih strategi stimulus dengan defisit pada anggaran. 

Perekonomian Indonesia menganut sistem terbuka dan mendukung perdagangan global. Dalam menghadapi situasi global yang berada dalam tekanan, pembelajaran dari perekonomian US menjadi pertimbangan demi menghindari penyusutan perekonomian. 

Pemerintah telah dengan tepat memilih stimulus anggaran.

Arnold Mamesah - 31 Juli 2017 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun