Krisis dan Pembelajaran
Dalam dua puluh tahun terakhir, terjadi dua krisis finansial global masing-masing Krisis Finansial Asia 1997 dan Krisis Finansial Global 2008. Pada krisis Finansial Asia 1997, diawali letupan dari Thailand (Thom Yum Gung Crisis), tularannya merambat ke kawasan ASEAN dan negara-negara Asia Timur. Ibarat "Black Swan" yang muncul secara tiba-tiba, kejadian ini mengejutkan karena sebelumnya kinerja perekonomian negara-negara ASEAN dan Asia Timur sangat erat dengan sebutan "Asian Tigers" atau "Economic Miracles".
Peraga-1 : South East Asia & East Asia Miracle
Kurang dari 5 (lima) tahun, pertumbuhan perekonomian Indonesia kembali pada kisaran 5%, demikian juga kawasan ASEAN dan kawasan Asia Timur melaju di atas 5%.
Pasca Dotcom Bubble pada awal abad XXI, regulator sektor finansial US melakukan perbaikan dan pengetatan yang mencakup perbankan, bank investasi, dan lembaga keuangan non bank; demi mencegah perilaku spekulasi dalam pasar saham dan keuangan. Dalam penilaian kinerja dan kesehatan lembaga keuangan, dikenal tiga firma penilai yaitu : Fitch, Moody, dan Standard & Poor (S&P). Merujuk pada catatan, korporasi dan lembaga keuangan yang bangkrut atau harus mendapatkan "suntikan" (bail out) pada saat Krisis Finansial 2008; pada pra krisis umumnya mendapatkan rating "high grade" dari tiga firma penilai tersebut.
Peraga-3 : Pertumbuhan PDB Pre & Post Global Financial Crisis
Dengan memperhatikan kondisi pertumbuhan pasca krisis, dampak krisis finansial 2008 jauh lebih besar daripada krisis Asia 1997. Pada sisi lain penilaian terhadap kawasan ASEAN dan Asia Timur pra krisis 1997 atau 'rating" yang diberikankan firma penilai pra krisis 2008 tidak memberikan makna atau jaminan terhadap ketangguhan perekonomian suatu negara atau korporasi. Catatan lain adalah unsur spekulasi dan sentimen dalam pasar uang dan pasar modal serta "bandwagon effect" (efek ikutan) besar pengaruhnya dalam eskalasi krisis.
Data dan Fakta Kritikal