Outlook Perekonomian dan Kondisi Eksternal
Jelang berakhirnya 2016, sejumlah Pandangan (Outlook) Perekonomian Indonesia 2017 dipublikasikan dengan mengusung berbagai tema. Dari Kementerian Perekonomian memberi judul : "Melanjutkan Reformasi : Menjaga Ketahanan dan Memacu Pertumbuhan Ekonomi"; Bappenas memberi tajuk : "Tantangan Menghadapi Resiko Global"; Bank Indonesia sebagai otoritas moneter Indonesia mengangkat pokok bahasan : "Perkembangan Terkini, Tantangan, dan Prospek Ekonomi Indonesia". Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan menu campuran : "Kombinasi Optimisme dan Kehati-hatian"; sedangkan dalam Sarasehan 100 Ekonom: "Menguji Ketangguhan Ekonomi" memaparkan peran APBN 2017 dan langkah-langkah reformasi dalam Penerimaan dan Belanja Negara.
Dalam outlook perekonomian selalu disebut 3 (tiga) tantangan global masing-masing dari Ekonomi Paman Sam USA, Ekonomi Panda Tiongkok, dan Perlambatan Pertumbuhan Perdagangan Global terutama Deflasi Komoditas. Dari US gejolak global meningkat saat presiden baru, Donald Trump menjalankan "Trumponomics".Â
Inti kebijakannya pada Pemotongan pajak (personal dan korporasi); Restrukturisasi Perjanjian Perdagangan US yang diprakirakan kental dengan proteksi perdagangan Amerika; dan upaya peningkatan perekonomian melalui stimulus fiskal dengan fokus pada peningkatan pembangunan infrastruktur serta sektor pertahanan. Kenaikan Fed Fund Rate; dan fenomena USD Strong (mata uang dolar Amerika menguat terhadap mata uang lainnya) tetap merupakan ancaman perekonomian global. Penurunan pertumbuhan ekonomi Tiongkok (China) dianggap akan berimplikasi penurunan ekspor Indonesia tetapi pada sisi lain juga menghadapi derasnya aliran barang impor dari China.Â
Ulasan tentang ancaman pertumbuhan China, kenaikan Fed Fund Rate, serta Deflasi Komoditas dapat dibaca pada artikel : Trisula Ancaman Perekonomian Indonesia; sedangkan ancaman USD Strong dapat dilihat dalam artikel : Dolar Amerika Menguat Lantas Rupiah Melorot ?. Tentang Trumponomics, masih banyak keraguan terhadap kebijakan dan kemampuan Presiden Donald Trump dalam meningkatkan pertumbuhan (Lihat artikel : Trumponomics "Bad for World Economy")
Sementara kondisi Spiral Deflasi Komoditas diprakirakan terus berlanjut dan gambarannya diberikan pada Peraga-1.
Penurunan harga akan menekan penerimaan negara yang mengandalkan ekspor komoditas dan menurunkan daya beli, dan selanjutnya berimplikasi pada tekanan ekspor produk negara maju akibat penurunan permintaan dan daya beli secara global. Pada sisi lain, kondisi deflasi ini berimplikasi pada "oversupply" yang selanjutnya menekan pertumbuhan perekonomian global dan sering dapat disebut sebagai "super cycle" (K-Wave)..
Kondisi Domestik
Menghadapi kondisi global yang mengalami tekanan pertumbuhan, sejak 2015 pemerintah telah menetapkan kebijakan Stimulus Ekonomi dan bukan Austerity atau pengetatan anggaran. Implikasi dari kebijakan tersebut dipastikan akan menimbulkan peningkatan defisit anggaran yang berimplikasi pada penambahan utang; dan penurunan penerimaan negara. Langkah strategis dalam kebijakan stimulus ekonomi yang dilakukan pemerintah adalah peningkatan belanja untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur yang tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga infrastruktur sosial dalam pendidikan dan kesehatan masyarakat. Langkah lain yang diupayakan pemerintah melalui penerbitan rangkaian Paket Kebijakan Ekonomi; yang dalam masa September 2015 hingga November 2016 telah mencapai jumlah yang sangat ambisius yaitu 14 (empat belas) paket (daftar paket kebijakan lihat di sini).
Dengan penerbitan paket kebijakan tersebut, pemerintah mendorong partisipasi dan keterlibatan swasta (domestik dan asing) dalam kegiatan investasi. Tetapi jika melihat besaran aliran masuk investasi asing (FDI), kondisinya masih belum menunjukkan peningkatan seperti digambarkan pada Peraga-2.