Secara keseluruhan porsi pemerintah terhadap keseluruhan investasi yang dibutuhkan berada pada kisaran 40%; sisanya pada swasta dan penanaman modal asing (FDI). Pada kenyataannya, pertumbuhan berdasarkan indikator kredit, peningkatan investasi rendah dan hanya berada pada kisaran 8% hingga Triwulan-III 2016. Demikian juga pertumbuhan investasi 2015 yang hanya single digit alias di bawah 10%; sementara aliran modal asing (FDI) masih lamban. Dalam realitas rendahnya pertumbuhan kredit investasi dan aliran dana FDI yang belum memenuhi harapan maka optimisme peningkatan pertumbuhan ekonomi masa mendatang berubah menjadi keraguan.
Pencapaian Tax Amnesty : Buaian atau Bualan
Pencapaian Tax Amnesty hingga Tahap Pertama sering diungkapkan Presiden Jokowi sebagai sesuatu yang luar biasa (Lihat Dashboard Tax Amnesty). Dana tebusan yang terkumpul hingga Selasa, 29 November 2016 besarnya Rupiah (IDR) 98.8 Triliun; sementara dana Repatriasi yang dijanjikan sebesar hampir IDR 140 Triliun, yang sudah mendarat di Bank domestik baru sejumlah IDR 41.1 Triliun dan pada kenyataannya belum mengalir ke sektor riil. Dampak dari sedotan dana untuk tebusan Tax Amnesty dan belum mengalirnya dana repatriasi ke sektor ril dapat dilihat dari indikator yang diterbitkan Bank Indonesia seperti pada Peraga-3.
Dengan menurunnya pertumbuhan M1 dan M2 (uang yang berada dalam kendali masyarakat dan dunia usaha) berarti menekan dan mengurangi jumlah transaksi komersil atau perdagangan. Kondisi ini akan berdampak pada penerimaan pajak dan selanjutnya menekan pertumbuhan. Apakah kondisi ini sudah diantisipasi saat akan menjalankan progran Tax Amnesty termasuk berbagai implikasinya ?
Saat memberikan kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia pada 28 November 2016, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) memberikan penjelasan kondisi utang Indonesia. Gambaran utang pemerintah diberikan pada Peraga-4.
Posisi utang pemerintah berdasarkan Peraga-4 besarnya 27,7% dari PDB, masih di bawah ketentuan dalam UU Keuangan Negara No. 17/2003; khususnya jika merujuk pada penjelasan Pasal-12 Ayat 3 : "Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto."
Lantas bagaimana memanfaatkan posisi utang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi infrastruktur ? Cara yang terbaik dengan meningkatkan defisit anggaran yang ditutup dengan penambahan utang, sejalan dengan kebijakan Stimulus Ekonomi. serta diarahkan pada pembangunan infrastruktur.
Dampak peningkatan utang tersebut akan dapat dieliminasi sejalan dengan pertumbuhan ekonomi seperti digambarkan pada Peraga-5.