Pernyataan sikap optimistis disampaikan Presiden Jokowi saat berbicara dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia pada 22 November 2016. Sementara pasca terpilihnya Donald Trump kurs tukar Rupiah tertekan dan sempat mendarat pada kisaran IDR (Rupiah) 13.800 untuk USD 1 untuk kemudian mereda dan berada pada rentang IDR 13.300-13.400.Â
Berbagai spekulasi muncul dikaitkan dengan kebijakan Trumponomics (Kebijakan Ekonomi Donald Trump) dan prakiraan kenaikan US Fed Fund Rate pada pertemuan Desember 2016 mendatang. Tanda-tanda kenaikan tersebut semakin menguat dan selalu menjadi sentimen untuk spekulasi pada pasar valuta asing (valas).
Untuk memahami gejolak pada pasar valas glonal, diberikan besaran transaksi harian seperti pada Peraga-1.
Setiap hari (7 x 24 jam) valas yang ditransaksikan pada finansial global setara dengan Dolar Amerika (USD) 5.1 Triliun, didominasi transaksi yang berpadanan dengan USD. Dalam kondisi global "New Normal", pergerakan dana bukan berdasarkan permintaan untuk transaksi perdagangan tetapi sarat sentimen dan spekulasi ditambah bumbu psikologis "Bandwagon Effect" alias ikut-ikutan. Sentimen "Trump" dan Fed Fund Rate naik menjadi bumbu sedap yang dihembuskan agar terjadi gejolak termasuk pada pasar valas di Indonesia.
Kondisi mata uang Rupiah berdasarkan indeks Real Effective Exchange Rate (REER) yang diterbitkan Bank for International Settlement menunjukkan tren meningkat dan kondisinya lebih baik dibandingkan dengan mata uang lain, seperti diberikan pada Peraga-2.
Dari Peraga-2 dapat dilihat bahwa tren Rupiah (Indonesia) dan Rupee (India) naik sedangkan Ringgit (Malaysia), Renminbi (Tiongkok) dan Real (Brazil) turun.
Dalam dua tahun terakhir (Oktober 2014 - Oktober 2016) perubahan yang terjadi pada indeks masing-masing mata uang diberikan pada Peraga-3.
Sebagai tambahan, potret Cadangan Devisa diberikan pada Peraga-4 dalam satu tahun terakhir.