Usikan Akhir September
Sinetron "Tax Amnesty" terasa sangat menegangkan jelang berakhirnya episode I pada 30 September 2016 ditandai antrian wajib pajak yang memohon pengampunan. Pada waktu yang hampir bersamaan, muncul tiga indikasi yang mengusik perhatian. Indikasi pertama datang dari Gubernur Bank Indonesia tentang ancaman aliran Hot Money; yang kedua hasil kajian World Economic Forum (WEF) tentang Peringkat Daya Saing; sedangkan yang ketiga meningkatnya Pelunasan Pinjaman dan Stagnasi Kredit.
Namun ada hal lain yang tidak berulang seperti akhir September 2015 yaitu "ketidakhadiran" lonjakan nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD), yang sempat mencapai IDR 14.800 untuk USD 1. Usai September langsung disambut dengan triwulan akhir 2016 saat diperlukan upaya maksimal mencapai tingkat pertumbuhan tahunan 5,1%.
Tiga Indikasi Yang Perlu Perhatian
Gubernur Bank Indonesia mengingatkan akan banyaknya aliran Hot Money masuk Indonesia; hingga September 2016 setara Rupiah (IDR) 151 Triliun. Indikasinya dapat dilihat pada peningkatan indeks harga saham gabungan pada bursa saham Indonesia dan juga penguatan (apresiasi) nilai tukar IDR. Peningkatan aliran dana “Hotmoney” ini tidak lepas dari paket stimulus (Assets Purchase Program) European Central Bank (ECB) dan Paket Stimulus Bank of Japan; serta faktor China sejalan dengan inklusi Renminbi (CNY) masuk dalam SDR (Lihat artikel : Internasionalisasi Renminbi : Kebanggaan Semu China) dan fenomena “Capital Flight” dari China (Lihat artikel : Modal Tinggalkan China Pindah ke Indonesia).
Kaitan faktor China dengan perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Peraga-1 : Forex Reserve & Currency Index (Rupiah IDR & Renminbi CNY).
Perbandingan nilai terakhir dan rerata masa Januari 2015 hingga Agustus 2016 pada cadangan devisa dan indeks nilai tukar diberikan pada Peraga-2 : Forex Reserve & Currency Index China - Indonesia.
Apakah akan terjadi gejolak akibat "exit"nya Hot Money ? Paket stimulus ECB dan Bank of Tokyo masih berlanjut dan belum ada tanda-tanda berakhir. Sementara suku bunga The Fed (Fed Fund Rate) setelah ditunda kenaikannya pada pertengahan September 2016, mungkin saja naik pada Desember 2016. Tetapi kenaikan ini tidak akan menimbulkan gejolak seperti halnya kenaikan sebelumnya pada pertengahan Desember 2015. Dengan demikian, aliran masuk Hot Money masih akan berlangsung dan berdampak penguatan mata uang Rupiah.
Hasil kajian WEF (World Economic Forum) yang diterbitkan 29 September 2016, menunjukkan Peringkat Daya Saing (Competitiveness Index) Indonesia turun dari 37 menjadi 41. Sebelumnya perlu dipahami bahwa ada 12 Pilar indikator yang digunakan dalam pengukuran dan penyusunan peringkat. Pilar yang dimaksud antara lain : (1) Institusi, (2) Infrastruktur,(3) Lingkungan Ekonomi Makro, (4) Kesehatan dan Pendidikan Dasar, (5) PendidikanTinggi dan Pelatihan, (6) Efisiensi Pasar Barang, (7) Efisiensi Pasar TenagaKerja, (8) Pertumbuhan Pasar Keuangan, (9) Pembangunan Teknologi, (10) UkuranPasar, (11) Tingkat Kemajuan Bisnis, dan (12) Inovasi.
Peringkat Daya Saing sering digunakan sebagai ukuran atau pesona dalam menarik penanaman modal asing (FDI : Foreign Direct Investment). Untuk memberikan gambaran diambil contoh 5 (lima) negara anggota G20 yaitu India, China, Indonesia, Turkey, Brazil dengan indikator PDB (Produk Domestik Bruto) Triwulanan seperti pada Peraga-3.
Dengan merujuk pada Peringkat Daya Saing, diberikan gambaran pengaruhnya pada Aliran Dana Foreign Direct Investment (FDI) pada Peraga-4.
Mengapa Pelunasan Pinjaman dan Kredit Investasi yang Stagnan memerlukan perhatian ? Sebenarnya hal ini ancaman nyata bagi pertumbuhan ekonomi; terutama saat dunia usaha lebih mengutamakan "bayar utang" dan bukan berinvestasi. Tanpa peningkatan investasi pertumbuhan masa mendatang akan tertekan yang berdampak penurunan pendapatan dunia usaha, Penurunan pendapatan akan memberikan dampak tularan pada permintaan dan juga penerimaan pajak.
Pelunasan pinjaman yang terjadi bersama dengan stagnasi kredit akan menurunkan pendapatan perbankan. Pendapatan dari bunga turun sementara pengeluaran tetap sehingga margin usaha turun. Dalam kondisi seperti ini, sulit berharap suku bunga kredit akan turun menjadi single digit; situasi ini membuat kredit investasi tidak menarik. Kondisi dunia usaha serta korporasi mengutamakan pelunasan pinjaman dan menghindari kredit serta mengupayakan penghematan demi tabungan (saving) dikenal sebagai fenomena Bencana Neraca (Balance Sheet Recession Problem).
Tebusan Tax Amnesty, Penerimaan Pajak, Peningkatan Belanja
Hingga akhir Episode I, dana tebusan Tax Amnesty yang dikumpulkan mencapai IDR 97,2 Triliun; dengan total harta yang dilaporkan, baik deklarasi maupun repatriasi mencapai IDR 3.540 Triliun. Masih ada Episode kedua hingga 31 Desember 2016 dan Episode terakhir 31 Maret 2017. Tetapi kemudian bagaimana memaknai pencapaian ini.
Hingga akhir Agustus 2016, penerimaan pajak hampir IDR 600 Triliun (IDR 596 Triliun), atau 44% target APBN-P 2016 sebesar IDR 1.318,9 Triliun. Dengan waktu 4 bulan hingga Desember 2016, di luar dana tebusan Tax Amnesty, penerimaan mencapai IDR 1.000 Triliun (kalkulasi sederhana 8 bulan penerimaan 600 T, sehingga 12 bulan menjadi (12/8 * 600T) ditambah usaha ekstra jelang akhir tahun menghasilkan 100 T). Uang tebusan TA hingga akhir 2016 mencapai 2/3 dari target IDR 165 T atau IDR 110 T; sehingga penerimaan pajak 2016 besarnya IDR 1.110 T atau 84% dari target IDR 1.318,9 T. Penerimaan pajak 2015 IDR 1.055 T, ada kenaikan IDR 55 T, sehingga penerimaan 2016 dibandingkan 2015 meningkat 5,2%; sementara pencapaian 2015 dibanding 2014 meningkat 7,15%, atau 2014 dibandingkan 2013 meningkat 6,92%. Artinya peningkatan 2016 lebih kecil dari peningkatan 2015 dan 2014.
Bagaimana memacu perekonomian Triwulan-4 2016 ? Satu-satunya melalui percepatan dan peningkatan belanja pemerintah bukan dengan pengetatan. Dana tebusan Tax Amnesty IDR 97,2 Triliun yang ditarik dari dunia usaha dan wajib pajak segera dibelanjakan agar perekonomian bergulir pesat dan menghindari penurunan permintaan. Ini dikenal sebagai "Paradox of Thrift" dan sesuai Generally Accepted Economic Principle.
Arnold Mamesah - 1 Oktober 2016
Masyarakat Infrastruktur Indonesia - Laskar Initiatives
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H