Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Saatnya Berutang

1 September 2016   05:57 Diperbarui: 1 September 2016   12:50 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Increase Debt - Why Not : Created by Arnold M

Spiral Deflasi

Kenapa dipilih judul demikian ? Indikasi diberikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) tentang tekanan anggaran sehingga harus dilakukan pengetatan, serta kesulitan mencapai target pertumbuhan 5,2% pada 2016. Demi menjaga keseimbangan anggaran penerimaan dan belanja, pemotongan perlu dilakukan pada belanja Kementerian dan Lembaga serta pengaturan transfer ke daerah. Akibat langsung akan terasa pada suntikan dana kepada masyarakat yang kelak akan menekan permintaan.

Sementara. pasca "peak season" hari raya pada Juli 2016, Bank Indonesia memprakirakan terjadi inflasi negatif pada Agustus 2016. (Informasi terbaru : Deflasi 0,02% pada Agustus 2016). Keadaan demikian merupakan siklus normal setelah "peak" saat masyarakat mengurangi belanja. Namun kondisi serupa akan terulang pada September 2016 akibat pengetatan anggaran dan "shock Tax Amnesty" yang secara psikologis mengurangi minat belanja.

Inflasi negatif yang berkelanjutan (deflasi) bukan hal positif bagi perekonomian karena dampak lanjutannya seperti digambarkan Peraga-1.

Spiral Deflasi - Koleksi Arnold M
Spiral Deflasi - Koleksi Arnold M
Penurunan harga yang berkelanjutan (deflasi) menyebabkan pendapatan dunia usaha tertekan sehingga harus melakukan penghematan melalui pengurangan produksi dan biaya. Dengan kondisi ini, pendapatan pekerja tertekan dan permintaan tenaga kerja turun yang berdampak pada pemintaan barang dan jasa. Penurunan permintaan menyebabkan persediaan (supply) berlebih yang akan menekan harga; demikian terus berlangsung sehingga disebut Spiral Deflasi.

Virus The Fed dan Tekanan Utang

Pada 20-21 September 2016, Federal Open Market Committee (FOMC), US Federal Reserve (The Fed) akan mengadakan pertemuan. Berdasarkan indikasi dan pernyataan yang dikeluarkan anggota FOMC, khususnya Nyonya Janet Yellen (Fed Chairwoman) dan Tuan Stanley Fischer (Vice Chairman), kuat dugaan akan diputuskan kenaikan Fed Fund Rate (sering disebut Fed Rate) dari 0,50% menjadi 0,75%.

 Indikasi kenaikan ini mendapatkan reaksi dari Larry C. Summer, mantan Menteri Keuangan US yang juga terkenal dengan jargon "Secular Stagnation" yang melanda perekonomian global. (Klik "Secular Stagnation" untuk pemahaman lebih lanjut). Atas rencana menaikkan Fed Fund Rate (suku bunga acuan The Fed), Larry Summer mengatakan : "The Fed let us all down. In their public remarks, at least, the FOMC members present expressed little concern about problems with the Fed's toolkit or weaknesses with the current 2% inflation target". 

Dengan Fed Fund Rate 0,5%, target inflasi berdasarkan US Consumer Price Index (CPI) 2% tidak tercapai dan peningkatan pendapatan hanya berkisar 2,5% seperti diberikan pada Peraga-2.

US CPI and Earning Change - prepared by Arnold M
US CPI and Earning Change - prepared by Arnold M
Sumber Informasi : Federal Reserve of St. Louis - Economic Research

Sementara, kenaikan Fed Fund Rate akan menyebabkan kenaikan nilai tukar Dolar US (USD) terhadap mata uang mitra dagangnya (disebut USD Strong); selanjutnya akan menekan ekspor US dan menyebabkan defisit perdagangan US meningkat.

Sebagai akhir Triwulan-3, pada September ini akibat tekanan kewajiban pinjaman eksternal yang jatuh tempo (due to maturity) kurang dari 1 (satu) tahun, pemintaan USD dalam negeri akan meningkat. Peraga-3 memberikan gambaran kondisi utang eksternal hingga Juni 2016.

external-debt-to-maturity-57c74030b27e612534041b77.jpg
external-debt-to-maturity-57c74030b27e612534041b77.jpg
Sumber Informasi : Bank Indonesia - Statistik Utang Luar Negeri Indonesia

Pada akhir Triwulan-2 2016, posisi utang pemerintah (Government) yang jatuh tempo sekitar USD 7,2 Miliar; sementara pihak swasta besarnya USD 49,2. Secara rerata pada akhir Triwulan-3 kewajiban utang yang harus dipenuhi masing-masing USD 1,8 Miliar (pemerintah) dan USD 12,3 Miliar (swasta) atau USD 14 Miliar. Berdasarkan Peraga-2 dengan target inflasi US tidak tercapai, selayaknya kenaikan Fed Rate belum akan terjadi sehingga tidak timbul gejolak nilai tukar. Tetapi tingginya permintaan USD untuk memenuhi kewajiban utang akan berimplikasi tekanan pada nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap USD. Hal ini merupakan ancaman bagi kegiatan perekonomian.

Fiscal Sebagai Pemacu

Mencermati kondisi global, strategi moneter melalui kebijakan "Easy Money" dan suku bunga sangat rendah ditujukan untuk mendorong pertumbuhan melalui peningkatan konsumsi yang mendorong inflasi. Ternyata strategi tersebut tidak berhasil dan merupakan ciri "Secular Stagnation". Bank Indonesia berusaha mendorong kredit dengan menurunkan suku bunga acuan secara dinamis (BI 7-Day Reverse Repo Rate); tetapi hasilnya pertumbuhan kredit tetap "single digit".

Sementara, serial Paket Stimulus Perekonomian yang sudah berjalan setahun sejak September 2015 untuk menarik minat investasi asing belum menunjukkan hasil. Godaan Tax Amnesty dengan berharap repatriasi dana dari luar belum menunjukkan hasil positif walaupun ada kabar menarik tentang peningkatan komitmen investasi dari Singapura. Tingkat konsumsi yang tertekan dan investasi rendah bukan saja berdampak pada turunnya pertumbuhan tahun berjalan tetapi juga mengakibatkan tekanan pertumbuhan yang berkelanjutan (resesi).

Dengan demikian tinggal berharap pada strategi fiskal khususnya belanja pemerintah yang menjadi perangsang atau stimulus. Dalam kondisi dunia usaha tertekan akibat penurunan permintaan, jangan berharap akan terjadi peningkatan penerimaan pajak. Mengupayakan peningkatan penerimaan justru akan menyedot dana dari dunia usaha dan masyakarat dan mengurangi jumlah yang beredar serta memperlambat perputaran uang (velocity of money). Pada sisi belanja, Menkeu SMI memiliki 3 (tiga) dalam menuju akhir 2016 yaitu pelebaran defisit, pemangkasan anggaran, dan pengelolaan arus kas. Mencermati opsi tersebut, pengelolaan arus kas dapat dilakukan dengan meninjau dan menjadual ulang pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek; sementara pemangkasan anggaran sebenarnya lebih bermakna pada penggunaan secara cermat dan tepat sasaran.

Langkah pelebaran defisit merupakan opsi yang sangat perlu dilakukan karena akan menambah dana yang berputar. Sehingga meningkatkan perputaran uang yang selanjutnya mengangkat pendapatan dan konsumsi masyarakat. Memang opsi ini berisiko pada inflasi dan penambahan utang. Tetapi menghadapi kondisi Secular Stagnation inflasi itu perlu; dengan pertumbuhan ekonomi terus meningkat penambahan utang kelak akan terbayar. 

Penerima Anugerah Nobel 2008 Paul Krugman memberikan resep : "Saatnya Berutang" lebih banyak !

Arnold Mamesah - Hari Pertama September 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun