Potret Gejolak Global
Tidak sulit untuk memahami judul di atas; karena gerakan tarian etnis Nusantara banyak yang mengikuti irama tabuhan genderang. Gambaran tersebut mewakili langkah dan gerak yang dilakukan pemerintah dalam mendorong kegiatan perekonomian domestik dalam kondisi perekonomian global yang penuh gejolak (volatility), ketidakpastian (uncertainty) yang berkaitan dengan nilai tukar dan harga komoditas, kompleksitas (complexities) masalah yang melibatkan pasar finansial khususnya dalam penanganan masalah utang, serta kedwimaknaan (ambiguity) terutama dalam memilih kebijakan fiscal yang berhubungan dengan stimulus (pelonggaran) atau austerity (pengetatan) anggaran dengan berbagai implikasinya.Â
Kondisi tersebut dikenal dengan sebutan VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity); sementara gejolak global tidak lepas dari kondisi yang dialami 2 (dua) pemaian utama dalam pasar global yaitu USA dan China.
Kondisi pelik dihadapi perekonomian terhadap mata uang Dolar Amerika (USD) dengan fenomena USD Strong yang terjadi sejak 2014.Â
Peraga-1 memberikan gambaran USD Strong dan implikasinya pada pendapatan tenaga kerja di USA.
Dari Peraga-1, bar biru menunjukkan kenaikan nilai tukar USD terhadap mata uang lainnya (berdasarkan Trade Weighted USD Index) secara tahunan. Fenomena USD Strong yang terjadi hingga kenaikan di atas 20% pada pertengahan 2015, pada triwulan-2 2016 trendnya sudah berbalik.Â
Dalam trend berbalik tersebut, ternyata trend peningkatan pendapatan tenaga kerja (garis putus merah) turun. Indikasi ini menunjukkan tekanan pada pertumbuhan perekonomian US dan akan membuat The FED menunda normalisasi (baca : kenaikan) Fed Fund Rate atau lebih dikenal dengan Fed Rate. Dampaknya pada tekanan nilai tukar USD terhadap mata uang Rupiah (IDR) akan reda atau tekanan depresiasi IDR rendah dan bahkan IDR berpotensi mengalami apresiasi atau kenaikan.Â
Walaupun kondisi USD Strong berbalik atau USD mengalami penurunan nilai tukar, defisit perdagangan global US masih terus berlangsung dan meningkat. Hal ini menunjukkan tekanan "demand global" masih berlanjut.
Potret negeri Panda atau China belum menunjukkan perbaikan berarti walaupun pertumbuhan ekonomi pada triwulan-2 2016 masih bertahan pada angka 6,7% setelah triwulan-1 2016 juga tumbuh 6,7%. Bandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pada triwulan-2 2016 mencapai 5,18 % (YoY) atau secara kumulatif 5,04 % untuk semester-1 2016.
Peraga-2 memberikan gambaran kondisi China berdasarkan cadangan devisa yang dimiliki.