Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Stop Ilusi dan Retorika Kosong Anti Utang Publik

11 Juni 2016   16:50 Diperbarui: 12 Juni 2016   04:58 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.123rf.com/stock-photo/bank_robbery.html

Debt to GDP rasio and GDP Growth - Prepared by Arnold M.
Debt to GDP rasio and GDP Growth - Prepared by Arnold M.
Dari Peraga-4 dapat dilihat rasio utang beban Brazil meningkat 10,7 % tetapi rerata GDP turun 3,5%; mirip China yang mengalami kenaikan rasio 8,8% dan rerata GDP turun 3,5%. Kondisi serupa dialami Rusia dengan rasio utang naik 7,1% tetapi GDP turun 3,5% dan Afrika Selatan (South Africa) yang mengalami kenaikan rasio 15%, dan rerata GDP turun 1%. Situasi ini menunjukkan inefisiensi atau "ada yang salah" dalam penggunaan utang eksternal.

Malaysia mencatat kenaikan rasio 5% dan rerata GDP naik hampir 1%, sedangkan India berhasil menurunkan rasio 0,3% walaupun mencatat penurunan rerata GDP 0,3%. Sekedar mengingatkan, ambang batas rasio (threshold) utang adalah 60% (Euro Convergent Criteria); India berada pada 67,2% sedangkan Malaysia pada 57,4% (mendekati ambang batas), rasio Indonesia 27,2%. 

Rasio utang publik Indonesia dalam 5 (lima) tahun naik 2,7% dan rerata GDP turun 0,6%. Kinerja dan kondisi utang publik Indonesia, dengan melihat tabel di atas lebih baik daripada Brazil, Afrika Selatan, Rusia, bahkan China; jika melihat pada ambang batas dibandingkan dengan India dan Malaysia, ancaman utang publik Indonesia jauh lebih kecil. Dengan kondisi sektor swasta Indonesia yang masih dalam himpitan, ruang pemerintah untuk penambahan utang publik yang masih terbuka lebar akan merupakan jawaban atau "way out" dalam kondisi penerimaan negara tertekan dan tidak mencapai target.

Dalam pembahasan APBNP-2016, salah satu kebijakan yang diambil adalah pengurangan atau pemotongan anggaran belanja akibat pencapaian penerimaan pajak yang tidak mencapai sasaran. Pengurangan belanja akan melemahkan permintaan (demand) dan berlanjutnya menekan pendapatan dan pertumbuhan sektor usaha serta mengurani pendapatan tenaga kerja. Dengan demikian, perhitungkan dengan cermat dampak pemotongan anggaran.

Banyak pihak yang mengatasnamakan pembela rakyat, lembaga swadaya atau pengkajian termasuk pengamat, "pakar", dan analis perekonomia, bahkan kalangan kampus dan akademisi selalu menentang penambahan utang publik. Berbagai retorika anti utang yang disampaikan dengan metafora atau ilustrasi yang digunakan sangat tidak berdasar, minus kehadiran data atau fakta serta tanpa dukungan "Generally Accepted Principle". 

Abaikan saja semua omong kosong alias "Non-Sense" tanpa dasar tersebut !

Sumber Informasi (dengan pengolahan).

1. Bank Indonesia - SULNI

2. IMF Data Mapper

3. Badan Pusat Statistik

Arnold Mamesah - 11 Juni 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun