Depresiasi Nilai Tukar
Berita yang sering terdengar biasanya depresiasi Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD). Tetapi yang terjadi sejak awal 2016 ini kecenderungan (trend) depresiasi "exchange rate" USD terhadap SDR; yang merupakan "artificial currency" IMF. SDR merupakan cadangan asset IMF setara nilainya dengan USD 285 Miliar dengan komposisi U.S. Dollar, Euro, Chinese Renminbi, Japanese Yen, dan UK Pound Sterling masing-masing 41.73 %, 30.93%, 10.92 %, 8.33%, dan 8.09%. Gambarannya nilai tukar SDR terhadap USD, Euro, IDR diberikan pada Peraga-1.
Dalam masa 11 Mei 2015 hingga 11 Mei 2016 kecenderungan (trend) nilai tukar USD terhadap SDR mengalami depresiasi; sedangkan trend Euro (garis putus ungu) dan IDR (garis putus hijau) mengalami kejadian sebaliknya atau naik yang disebut apresiasi.
Secara umum, nilai tukar mata uang mitra dagang utama US (misalnya Europe Area, China) mengalami apresiasi terhadap USD. Implikasinya pada perdagangan adalah harapan kenaikan nilai ekspor US ke Europe Area dan China dan penurunan impor US. Penguatan nilai tukar USD terhadap Euro dan Renminbi (China) pada masa sebelumnya telah membuat defisit perdagangan US meningkat pada 2015. (Defisit perdagangan US 2014 : USD 508,3 Miliar dan defisit 2015 : USD 539,7; defisit bertambah 6,2%).
 Sementara perdagangan Indonesia - US pada Triwulan-1 2016 Indonesia mendapatkan surplus USD 3.064,8 Juta; dibandingkan Triwulan-1 2015 surplus mencapai USD 2.790,3 Juta atau meningkat 9,8% (Sumber Informasi : US Census Bureau - US Indonesia Trade). Bandingkan kondisi perdagangan Indonesia - China dengan Indonesia selalu mengalami defisit. Pada Triwulan-1 2016 defisit perdagangan Indonesia - China sebesar USD 4.280 Juta dan Triwulan-1 2015 defisit sebesar USD 4.320 Juta.Â
Spiral Deflasi dan Defisit
Pada masa April 2016 Indeks Harga Konsumen mengalami penurunan atau deflasi 0,45%; suatu kondisi yang selayaknya disambut dengan senyuman. Tetapi dibalik kecenderungan deflasi yang terjadi berkepanjangan, akan timbul "spiral deflasi" yang merupakan ancaman besar bagi dunia usaha dan tenaga kerja; gambarannya diberikan pada Peraga-2.
Siklus ini akan terus berlangsung sehingga terjadi penyusutan dalam perekonomina. Dalam kondisi demikian, pemerintah harus segera berinisiatif dengan meningkatkan belanja tanpa melakukan pengetatan anggaran. Kebijakan demikian disebut Stimulus Perekonomian dengan konsekuensi Defisit pada anggaran. Dampak defisit adalah peningkatan utang; tetapi hal ini lebih baik daripada dunia usaha ambruk terlilit spiral deflasi. (Kajian tentang Defisit dan Utang dapat dilihat dalam artikel : Defisit atau Utang? Bukan Dilema!).
Pesan apa yang hendak disampaikan ? Dari kondisi perdagangan global dapat ditimbang mitra dagang yang tepat. Sementara memahami ancaman spiral deflasi akan membuka pemahaman perlunya defisit pada anggaran.Â
Ekspektasi terhadap aliran dana (investasi) dari China hanya akan menambah defisit perdagangan karena peningkatan barang impor terutama barang modal dari China. Sementara komentar serta sikap kontradiksi terhadap peningkatan defisit anggaran pemerintah yang dilontarkan para analis dan pengamat, semakin menunjukkan kualitas pemahaman dan pengetahuan yang sangat dangkal !
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
13 Mei 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H