Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Simalakama Penerimaan Pajak

18 April 2016   05:52 Diperbarui: 18 April 2016   07:08 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="http://news.nationalgeographic.com/news/2013/10/131007-cockroach-new-york-neighborhoods-insects-bugs-science/"][/caption]

Heboh Tapi Tanpa Gejolak 

Sebagai ibukota negara, Jakarta kota metropolitan dengan populasi sekitar 10 juta jiwa, hampir 4% dari populasi Indonesia, dengan luas daerah sekitar 7.659 km2 (termasuk non daratan). Panama City, juga ibukota negara dengan populasi sekitar sepersepuluh Jakarta, berada di negara Panama yang luasnya sekitar sepuluh kali luas wilayah Jakarta dengan total populasi hampir 4 juta atau kurang 40% Jakarta.

Dua minggu terakhir Jakarta dan Panama menyita perhatian dengan berbagai pemberitaan serta perdebatan di ranah publik seputar kasus Reklamasi, Pembelian Lahan RS. Sumber Waras, dan Panama Papers. Penjelasan kasus tersebut tidak dibahas tetapi pengaruhnya dapat dilihat pada Peraga-1 di bawah ini.

Peraga-1 : Trend Kurs Tukar dan Indeks Harga Saham Gabungan

[caption caption="Prepared by Arnold M"]

[/caption]

Sumber Informasi : Bank Indonesia - Kalkulator Kurs; Indeks Harga Saham Gabungan (Indonesia Stock Exchange - JKSE). Data terakhir pada 15 April 2016.

Dari Peraga-1 dapat dilihat bahwa tanpa gejolak kurs tukar Rupiah (IDR) - Dolar Amerika (USD) bahkan trendnya membaik (menuju USD 1 = IDR 13.000). Juga indeks harga saham trendnya meningkat menuju 4.900. Gejolak pada akhir Triwulan-I penghujung Maret 2016 diprakirakan akibat permintaan USD untuk memenuhi kewajiban utang eksternal dalam valuta asing.

Dengan demikian, sulit untuk menarik konklusi kasus-kasus tersebut di atas berdampak gejolak pada pasar saham dan pasar valas; sehingga dapat dikatakan bukan masalah penting yang mempengaruhi perekonomian serta dunia usaha. 

Kondisi Global

Triwulan pertama 2016 perekonomian China mencatat penurunan pertumbuhan menjadi 6,7%, turun dibandingkan triwulan sebelumnya 6,9%. Diprediksi trend penurunan ini masih akan berlanjut pada triwulan selanjutnya.

Sementara tekanan Strong USD mengalami kondisi berbalik dengan indeks nilai tukar USD melemah terhadap mata uang utama (Major Currencies seperti Euro, GB Pound, Yen Jepang), juga mata uang mitra dagang US lain (Broad Currency, termasuk Rupiah), seperti ditunjukkan pada Peraga-2.

Peraga-2 : Indeks Kurs Tukar USD terhadap Major & Broad Currency

[caption caption="https://research.stlouisfed.org/fred2/graph/fredgraph.jpg?hires=1&g=4bYH"]

[/caption]

Sumber Informasi : FRED - Federal Reserve Bank of St. Louis - Economic Analysis

Euro Area dengan dorongan kebijakan moneter Quantitative Easing Euro Central Bank (Asset Purchase Program) masih belum berdampak pada peningkatan pertumbuhan; konsumsi diharapkan naik menjadi pendorong pertumbuhan tetapi inflasi rendah.

Area Amerika Latin belum menunjukkan perbaikan dalam pertumbuhan ekonomi bahkan resesi semakin dalam seperti dialami Venezuela, juga kondisi tidak membaik di Argentine, Brazil juga Chile, Peru, Ecuador.

Kondisi tekanan pertumbuhan China berpengaruh terhadap perekonomian Asia Timur juga Asia Selatan, dan juga Asia Tenggara.

Koreksi penurunan prediksi pertumbuhan oleh IMF dan World Bank; berlanjutnya deflasi komoditas dan energi; sulit berharap terjadi perubahan dan perbaikan pada kondisi ekonomi global dalam waktu dekat.

Peningkatan Penerimaan

Sepanjang akhir pekan ini, melalui media sosial beredar artikel Sri Mulyani Indrawati (SMI) yang dikutip dari blog World Bank. (Baca artikel : Panama Papers underscore need for fair tax systems juga komentar penulis terhadap artikel tersebut).  Reformasi Perpajakan menurut SMI merupakan langkah penting bagi negara berkembang termasuk Indonesia, agar dapat bertumbuh dan menanggulangi kemiskinan yang terus mengancam.

Dalam menghadapi kondisi resesi (penurunan pertumbuhan), sejak APBN 2015 pemerintah telah memilih kebijakan stimulus ekonomi tanpa pengetatan anggaran yang berdampak defisit. Dunia usaha khususnya korporasi masih berkutat dengan masalah Resesi Neraca sehingga cenderung berhemat dan menahan diri untuk berinvestasi. (Lihat artikel : Bencana Utang dan Intervensi). Upaya menurunkan suku bunga pinjaman bank akan tidak berarti jika minat investasi rendah. Hal ini terjadi akibat ekspektasi imbalan rendah, resiko ketidakpastian tinggi, dan beban pajak yang dipersepsikan akan menekan imbal hasil usaha. Sudah tepat pilihan langkah yang diambil pemerintah untuk membangun infrastruktur; karena ini akan menarik dan menstimulasi dunia usaha agar tetap beraktivitas dan berinvestasi atau tidak terlalu menekan belanja dan tidak mengurangi tenaga kerja. 

Penerimaan pajak perlu diupayakan secara bertahap dan berkelanjutan termasuk meningkatkan rasio penerimaan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dari kisaran 12% menuju 16% pada 2025 (Lihat Model PDB, Defisit dan Utang dalam artikel : Defisit atau Utang? Bukan Dilema!). Tetapi menekan dunia usaha demi peningkatan penerimaan pajak akan berbalik menjadi bumerang yang menekan pertumbuhan atau bahkan mematikan dan berdampak tularan pada tenaga kerja, pendapatan, dan permintaan.

Tidak disangkal usulan langkah Sri Mulyani Indrawati baik. Reformasi Perpajakan tetap perlu dilakukan, tetapi saatnya belum tepat memaksakan penerimaan pajak meningkat drastis.

Mengutamakan investasi pembangungan infrastruktur merupakan langkah tepat saat perekonomian global dalam tekanan; defisit anggaran merupakan konsekuensi logis yang berdampak pertambahan utang. Utang Bukan Beban Tetapi Investasi Harus!

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

18 April 2016

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun