Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Oil Glut : Kutukan atau Salah Urus?

11 Maret 2016   17:05 Diperbarui: 11 Maret 2016   20:08 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber gambar: Shutterstock"][/caption]Depresi Ekonomi

Mungkin kita terkejut jika membaca judul berita Kompas edisi cetak 11 Maret 2016: "Tambal Defisit, Arab Saudi Cari Utang". Pemerintah Arab Saudi (KSA) diberitakan telah meminta proposal untuk peminjaman uang yang berkelanjutan. Berarti sudah diprakirakan bahwa kondisi defisit akan berlanjut. Pada bagian dunia lain, Venezuela mengalami kondisi perekonomian yang sangat parah. Pertumbuhan GDP (Gross Domestic Product, PDB) Venezuela turun hampir 6% dengan inflasi triple digit (lebih dari 100%). Sementara di belahan Afrika, Nigeria mengalami penurunan pertumbuhan dan sejak awal 2016 butuh "Emergency Loan".

Menilai kondisi perekonomian tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan potret atau snapshoot informasi; tetapi perlu dilihat pada suatu rentang waktu. Dalam Grafik-1 diberikan pertumbuhan GDP beberapa "Emerging Markets" pasca Krisis 2008.

Grafik-1 : Pertumbuhan GDP 2010 - 2015

[caption caption="Prepared by Arnold M - Source : IMF (imf.org/external/datamapper/index.php?db=FM)"]

[/caption]Sumber Informasi : IMF

Dari antara Saudi Arabia, Nigeria, dan Venezuela, yang terakhir mengalami penurunan parah. Sebagai pembanding, Turkey, Chile, dan Indonesia yang juga mengalami tekanan penurunan pertumbuhan dengan catatan Indonesia berada di atas rerata GDP Emerging Markets & Developing Economies (Bar pada Grafik-1). 

Fenomena Oil Glut

Fenomena Oil Glut (limpahan produksi minyak mentah) yang muncul saat pertumbuhan global turun; membuat tekanan luar biasa pada harga minyak mentah. Kondisi tersebut dapat dilihat pada Grafik-2.

Grafik-2 : Indeks Harga Minyak

[caption caption="Prepared by Arnold M"]

[/caption]Sumber Informasi : IMF Commodities

Dari Grafik-1 dan Grafik-2, menunjukkan ketergantungan perekonomian Saudi Arabia, Nigeria, dan Venezuela terhadap minyak sangat besar. Saat harga turun berkelanjutan (deflasi), pertumbuhan langsung tertekan dan berdampak defisit membengkak. Hal ini terjadi akibat minimnya sumber penerimaan lain yang dapat mengompensasi dampak penurunan harga minyak. Saat harga minyak tinggi, terjadi salah urus pada limpahan penerimaan; sehingga lalai mengembangkan sumber penerimaan lain. Oil Glut bagaikan Kutukan Sumber Daya Alam (Resource Curse) yang mewujud!

Jika melihat pertumbuhan perekonomian Turkey, Chile, dan Indonesia, deflasi komoditas dan minyak dampaknya tidak besar; walaupun pertumbuhan perekonomian tertekan. Hal ini terjadi karena Turkey dan Chile tidak bergantung hanya pada komoditas tetapi memiliki penerimaan dari produksi barang dan jasa (termasuk pariwisata).

Wawasan Pangan, Energi, Air

Kondisi yang dialami perekonomian Arab Saudi, Nigeria, dan Venezuela ini pernah dialami perekonomian Indonesia pasca Oil Crisis pada 1973-1976. Juga masa 2009 hingga 2013 perekonomian Indonesia menikmati limpahan penerimaan dari komoditas termasuk hasil tambang ("Commodities Revenue Glut"). Tetapi lalai membangun infrastruktur dan industri untuk menghasilkan produk andalan dan unggulan. Pasca Krisis 2008 dengan mengalirnya "pinjaman murah", yang terjadi adalah investasi menggunakan pinjaman eksternal untuk menambah kapasitas produk komoditas termasuk tambang dan pengembangan sektor property yang sarat dengan "Economic Bubble". (Lihat artikel : Limpahan Dana). Akibatnya terjadi "over supply" produksi dan juga property yang berlanjut dengan tekanan harga; sementara kewajiban pinjaman belum diselesaikan.

Belajar dari kesalahan masa lalu, berinvestasi dan membangun sektor infrastruktur merupakan faktor utama; dan juga sektor industri yang akan menjadi andalan. Pada akhir Februari 2016, melalui Twitter Presiden Jokowi menyampaikan pemikiran dan keinginannya : "Energi dan pangan akan menjadi persaingan dunia. Kita perlu memiliki strategi besar untuk memenangkan pertarungan". Sesungguhnya di balik pemikiran dan keinginan ini, pertimbangannya sederhana. Dengan pertumbuhan populasi global yang terus berlangsung, kebutuhan pangan akan terus meningkat; dan akan selalu membutuhkan lahan untuk bertumbuh, air yang mendukung pertumbuhan, serta energi untuk memproses. Segenap unsur tersebut ada dan tersedia!

Tapi perlu pemikiran strategis dengan perencanaan matang dan berkesinambungan. Sayangnya yang terakhir ini belum ada.

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

11 Maret 2016 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun