Jika melihat pertumbuhan perekonomian Turkey, Chile, dan Indonesia, deflasi komoditas dan minyak dampaknya tidak besar; walaupun pertumbuhan perekonomian tertekan. Hal ini terjadi karena Turkey dan Chile tidak bergantung hanya pada komoditas tetapi memiliki penerimaan dari produksi barang dan jasa (termasuk pariwisata).
Wawasan Pangan, Energi, Air
Kondisi yang dialami perekonomian Arab Saudi, Nigeria, dan Venezuela ini pernah dialami perekonomian Indonesia pasca Oil Crisis pada 1973-1976. Juga masa 2009 hingga 2013 perekonomian Indonesia menikmati limpahan penerimaan dari komoditas termasuk hasil tambang ("Commodities Revenue Glut"). Tetapi lalai membangun infrastruktur dan industri untuk menghasilkan produk andalan dan unggulan. Pasca Krisis 2008 dengan mengalirnya "pinjaman murah", yang terjadi adalah investasi menggunakan pinjaman eksternal untuk menambah kapasitas produk komoditas termasuk tambang dan pengembangan sektor property yang sarat dengan "Economic Bubble". (Lihat artikel : Limpahan Dana). Akibatnya terjadi "over supply" produksi dan juga property yang berlanjut dengan tekanan harga; sementara kewajiban pinjaman belum diselesaikan.
Belajar dari kesalahan masa lalu, berinvestasi dan membangun sektor infrastruktur merupakan faktor utama; dan juga sektor industri yang akan menjadi andalan. Pada akhir Februari 2016, melalui Twitter Presiden Jokowi menyampaikan pemikiran dan keinginannya : "Energi dan pangan akan menjadi persaingan dunia. Kita perlu memiliki strategi besar untuk memenangkan pertarungan". Sesungguhnya di balik pemikiran dan keinginan ini, pertimbangannya sederhana. Dengan pertumbuhan populasi global yang terus berlangsung, kebutuhan pangan akan terus meningkat; dan akan selalu membutuhkan lahan untuk bertumbuh, air yang mendukung pertumbuhan, serta energi untuk memproses. Segenap unsur tersebut ada dan tersedia!
Tapi perlu pemikiran strategis dengan perencanaan matang dan berkesinambungan. Sayangnya yang terakhir ini belum ada.
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
11 Maret 2016Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H