Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Strong Rupiah ? ... Blunder !

9 Maret 2016   20:54 Diperbarui: 10 Maret 2016   17:25 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="http://www.shutterstock.com/pic-247009354/stock-photo-idr-usd-symbol-icon-up-down-currency-forex-sign.html"][/caption]

Apresiasi Rupiah

Apresiasi (penguatan) nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD) yang terjadi sejak awal 2016 bagai sepoi angin yang menyegarkan. Berdasarkan catatan Bank Indonesia, pada 8 Maret 2016 nilai tukar USD 1 = IDR 13.628, sedangkan pada 4 Januari 2016 besarnya IDR 14.398; terjadi penguatan 5,35%. Kondisi serupa terjadi saat 1 Oktober 2015 nilai tukar IDR 15,154 dan pada 30 November 2015 menjadi IDR 14,340; yang mengindikasikan penguatan 5,37%. (Sumber Informasi : Nilai tukar tengah transaksi Bank Indonesia - Kalkulator Kurs).

Bagaimana posisi perdagangan global ?Januari 2016 hanya surplus USD 50 Juta dan diprakirakan Februari 2016 akan balance.

Pemahaman Strong Currency

Dalam suatu pooling pendapat terhadap "Strong Currency" yang melibatkan 310 voters, hasilnya diberikan pada Chart-1.

Chart-1 : Strong Currency Pool

[caption caption="http://hubpages.com/education/Is-a-strong-currency-good-or-bad"]

[/caption]

Sumber Informasi : Is a Strong Currency Good or Bad?

Berdasarkan pengumpulan pendapat, 21% beranggapan posisi Strong Currency bagus tetapi mayoritas sejumlah (70%) berpandangan berbeda (bukan baik atau buruk) tetapi bergantung pada masalah atau kondisi yang dihadapi alias It Depends !

Merujuk pada pengalaman US yang berada pada posisi Strong Currency, Chart-2 memberikan gambarannya.

Chart-2 : Strong USD and Trade Balance

[caption caption="Prepared by : Arnold M"]

[/caption]

Sumber Informasi. Trade Weighted US Dollar Index - Broad : FRED Economic Research & US Trade Balance : US Census Bureau (dengan pengolahan).

Sejak 2013 trend (kecenderungan) posisi mata uang Dolar Amerika menguat (Strong USD) terhadap mata uang mitra dagangnya termasuk Rupiah (garis hijau dan trend diberikan pada garis putus hijau). Dalam masa tersebut, perdagangan global US terus mengalami defisit dan trend-nya bertambah (lihat garis biru dan garis putus biru untuk trend defisit). Sementara pada masa yang sama, Indonesia mengalami surplus dan trend-nya meningkat (lihat garis putus merah dan trend surplus diberikan pada garis merah). Pada masa tersebut, IDR mengalami depresiasi nilai tukar terhadap USD, puncaknya pada September 2015.

Neraca perdagangan Indonesia dengan mitra utama (selain Asean), gambarannya diberikan pada Tabel-3.

Tabel-3 : Neraca Perdagangan Indonesia dengan Mitra Utama (selain Asean)

[caption caption="Prepared by : Arnold M"]

[/caption]

Pada dua tahun terakhir, 2014 dan 2015, perdagangan Indonesia mengalami surplus terhadap US dan European Area dan trend-nya meningkat. Sementara terhadap China selalu mengalami defisit dan jumlahnya bertambah besar. Bertambahnya defisit terhadap Chian akibat turunnya nilai ekspor dan meningkatnya nilai impor. Hal ini sejalan  dengan upaya China mendorong ekspor untuk mengangkat pertumbuhannya. (Lihat artikel : Internasionalisasi Renminbi : Kebanggaan Semu China).

Strong Rupiah Bukan Tujuan 

Dari Tabel-3, posisi Strong USD masa 2014-2015 mendorong peningkatan suplus perdagangan terhadap pasar US dan European Union tetapi sebaliknya peningkatan defisit terhadap China. Pada Triwulan-3 dan Triwulan-4 2015, trend pertumbuhan ekonomi naik; kondisi ini menunjukkan perekonomian Indonesia tidak bergantung pada ekspor ke China (Lihat artikel : Nonsense - Faktor China Pada Pertumbuhan Indonesia).

Apakah apresiasi Rupiah tidak diperlukan ? Dalam menghadapi masalah korporasi yang mengalami "Balance Sheet Recession", apresiasi mengurangi beban kewajiban dalam neraca korporasi (Lihat : Bencana Utang dan Intervensi). Sering muncul "sesat paham" terhadap utang; saat kondisi perekonomian tertekan membayar utang lebih diutamakan bukan investasi yang kelak memberikan peningkatan usaha dan pertumbuhan. (Lihat : Utang Bukan Beban Tetapi Investasi Harus!)

Kenapa terjadi apresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD ? Selain "capital outflow" dari China juga limpahan dana (Glut of Fund) akibat kebijakan Assets Purhase Program (Quantitative Easing) European Central Bank (ECB) dan bakal tertundanya normalisasi QE The Fed (Lihat artikel : Limpahan Dana - Glut of Fund). Tetapi patut selalu diingat dana yang mengalir adalah "Hot Money" yang berperilaku "Easy Come and Easy Go" serta sarat unsur spekulasi.

Jika berwawasan pertumbuhan masa depan, Investasi adalah faktor utama dan Strong Rupiah bukan pilihan.

Bukan soal Strong Rupiah itu tepat atau blunder tetapi seperti hasil pooling : It Depends !

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

9 Maret 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun