Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jangan Terbuai Indeks Saham dan Kurs Tukar, "Hot Money" Tidak Betah!

26 Februari 2016   18:27 Diperbarui: 26 Februari 2016   20:36 822
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="http://www.economywatch.com/features/emerging-markets-hot-money-meltdown.04-09.html"][/caption]Indeks Bursa Saham Gabungan

Dengan pergerakannya yang dinamis dalam hitungan menit, pergerakan indeks bursa saham selalu menarik untuk dicermati termasuk indeks saham gabungan pada Bursa Efek Indonesia yang konon kinerjanya dalam 2(dua) pekan terakhir mempesona dibandingkan bursa saham regional bahkan global; seperti juga yang dialami bursa saham Thailand (Lihat artikel kompasiner Faisal Basri : Pasar Saham Indonesia Terbaik Dua Minggu Berturut-turut).

Indeks saham gabungan merupakan salah satu "leading indicator" (indikasi pendahulu) terhadap kinerja korporasi (emiten saham) yang merupakan ekspektasi para investor untuk mendapatkan "gain" pada kemudian hari dengan mengingat prinsip sederhana : "Buy Low Sell High" tetapi tentu pengambilan keputusannya tidak sesederhana ungkapan itu. 

[caption caption="http://enrichwise.com/2012/11/09/buy-low-sell-high-jim-rogers-quote/"]

[/caption]

Tetapi apakah benar ekspektasi akan kenaikan tersebut berdasarkan suatu kinerja yang meningkat, tentunya layak menjadi pertimbangan dengan mencermati kondisi makro ekonomi dan kondisi korporasi tersebut.

Pengaruh Global dan Aliran Dana
Seperti dibahas dalam artikel "Modal Tinggalkan China Pindah ke Indonesia", diprakirakan sejumlah dana mengalir keluar dari pasar modal China untuk mendapatkan tempat berbiak; dan salah satu pilihan menarik adalah pasar Indonesia yang menjanjikan imbalan sejalan dengan pertumbuhan perekonomian pada dua triwulan terakhir (Triwulan-3 & Triwulan-4 2015 pertumbuhan Produk Domestik Bruto atau GDP trend-nya meningkat).

Sementara, pasca kenaikan Fed Fund Rate oleh The Fed US pada 16 Desember 2015, dampaknya ternyata membuat perekonomian khususnya korporasi US kian tertekan. Hal ini merupakan implikasi dari kondisi mata uang Dolar Amerika yang makin kuat (Strong USD) yang menyebabkan ekspor produk korporasi US tertekan sehingga berdampak pada penurunan kinerja korporasi US.

Pasar Euro Area juga masih bergelut dengan rendahnya inflasi walaupun ECB (Bank Sentral Euro) memperpanjang masa kebijakan Quantitative Easing dengan suku bunga (sangat) rendah. Kebijakan pengetatan anggaran yang dilakukan Italy, Spanyo, dan Portugal, selain juga Yunani, sudah mendapatkan kecaman dari masyarakatnya. Pada belahan Latin America, kondisi tekanan perekonomian makin mendera seperti yang dialami Venezuela, Brazil, Columbia dan bahkan Mexico.

Dalam kondisi tekanan perekonomian global, negara di Asia seperti India, Thailand, Phillipine dan Indonesia menunjukkan kinerja ekonomi yang positif dan memberikan harapan. Sehingga kemudian menjadi opsi atau pilihan bagi pengelola dana atau investor untuk "bermain dan mendapatkan gain".

Bagaimana dengan aliran dana yang masuk ke Indonesia ? Jika melihat dari neraca perdagangan selama Triwulan-4 dan Januari 2016, surplus yang terjadi tidak signifikan; demikian juga aliran dana investasi langsung (FDI) yang direalisasikan belum banyak. Dana utang yang mengalir masuk hanya dari utang pemerintah sementara swasta lebih banyak menghindari utang.

Dengan kondisi tersebut, sangat wajar jika penguatan nilai tukar Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD) terjadi akibat adanya "capital inflow" atau aliran dana panas (Hot Money) yang digunakan untuk berinvestasi (baca : bermain dan berspekulasi) di pasar modal yang menyangkut saham dan obligasi. Dalam kondisi seperti ini, apresiasi nilai tukar IDR - USD perlu diwaspadai (Lihat artikel : Rupiah Tidak Harus Makin Perkasa); karena saat terjadi kondisi sebaliknya (capital outflow) akan menimbulkan gejolak dan kepanikan; umumnya akibat gejala atau informasi sesat (fenomena herding alias ikutan).

Indikasi Semu

Mencermati kondisi historis, korporasi masih terbelenggu masalah Balance Sheet Recession, akibat "ledakan beban utang" dalam valas yang berdampak keengganan dalam berinvestasi. Hal ini dapat dilihat pada penurunan jumlah utang private dan rendahnya pertumbuhan kredit investasi perbankan nasional (pada 2015 hanya pada kisaran 10% sementara 2016 diproyeksikan 12%). Dalam kondisi demikian, stimulus perekonomian masih sangat bergantung pada agresivitas kegiatan pembangunan proyek pemerintah serta berharap pada realisasi investasi modal asing. Dengan rendahnya investasi korporasi, maka tentunya sulit berharap banyak akan peningkatan kinerja korporasi.

Bukan untuk membandingkannya dengan kejadian 1997 saat meledaknya Tom Yum Goong Crises di Thailand yang lantas menular ke kawasan Asean. Tetapi pada masa tersebut, Thailand dan Indonesia dianggap sebagai bagian dari Macan Ekonomi yang pertumbuhan perekonomiannya sangat menjanjikan. Masa lalu adalah pembelajaran dan tentunya tidak ingin terjungkal untuk kedua kalinya. Indikator indeks saham dengan tajuk "Berkinerja Terbaik" terima saja sebagai "complimentary" tetapi jangan sampai terbuai. 

Akhir triwulan-1, pada tengah hingga akhir Maret 2016, diprakirakan permintaan USD akan meningkat sejalan dengan kebutuhan untuk pembayaran kewajiban utang. Dengan kurs tukar yang cenderung menguat dan indeks yang terus meningkat, dapat terjadi kondisi ekstrim berupa "anjlok" nya nilai tukar dan nilai saham yang umumnya akibat kepanikan tanpa alasan.

Demikianlah dan setidaknya sudah disampaikan ... !

 

Arnold Mamesah - Laskar Initiatives

25 Februari 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun