Indikasi Semu
Mencermati kondisi historis, korporasi masih terbelenggu masalah Balance Sheet Recession, akibat "ledakan beban utang" dalam valas yang berdampak keengganan dalam berinvestasi. Hal ini dapat dilihat pada penurunan jumlah utang private dan rendahnya pertumbuhan kredit investasi perbankan nasional (pada 2015 hanya pada kisaran 10% sementara 2016 diproyeksikan 12%). Dalam kondisi demikian, stimulus perekonomian masih sangat bergantung pada agresivitas kegiatan pembangunan proyek pemerintah serta berharap pada realisasi investasi modal asing. Dengan rendahnya investasi korporasi, maka tentunya sulit berharap banyak akan peningkatan kinerja korporasi.
Bukan untuk membandingkannya dengan kejadian 1997 saat meledaknya Tom Yum Goong Crises di Thailand yang lantas menular ke kawasan Asean. Tetapi pada masa tersebut, Thailand dan Indonesia dianggap sebagai bagian dari Macan Ekonomi yang pertumbuhan perekonomiannya sangat menjanjikan. Masa lalu adalah pembelajaran dan tentunya tidak ingin terjungkal untuk kedua kalinya. Indikator indeks saham dengan tajuk "Berkinerja Terbaik" terima saja sebagai "complimentary" tetapi jangan sampai terbuai.Â
Akhir triwulan-1, pada tengah hingga akhir Maret 2016, diprakirakan permintaan USD akan meningkat sejalan dengan kebutuhan untuk pembayaran kewajiban utang. Dengan kurs tukar yang cenderung menguat dan indeks yang terus meningkat, dapat terjadi kondisi ekstrim berupa "anjlok" nya nilai tukar dan nilai saham yang umumnya akibat kepanikan tanpa alasan.
Demikianlah dan setidaknya sudah disampaikan ... !
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
25 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H