Hari Kelam Bursa
Beberapa "crash" di bursa saham dan juga pasar finansial dihubungkan dengan hari saat terjadinya kepanikan dan anjloknya indeks saham. Seperti yang terjadi pada bursa Wallstreet 1929, disebut sebagai Black Tuesday, didahului Black Thursday yang kemudian dianggap sebagai pemicu Global Great Depression selama masa 1929 - 1939. Sebutan Black Monday dikaitkan dengan kejadian pada Senin, 19 Oktober 1987 yang melanda bursa saham Wallstreet dengan tularannya ke Australia dan Asia pada hari berikutnya dan disebut sebagai Black Tuesday. Sementara pada 11 Februari 2016, di bursa Wallstreet terjadi kepanikan (Business Insider memakai tajuk : CHAOS ON WALL STREET).
Dalam kondisi gejolak, perilaku para pengelola dana sangat terpengaruh pada sentimen dan spekulasi yang lebih banyak didasarkan pada informasi yang beredar atau sikap ikutan (herding). Akibatnya, gampang terjadi gejala "feedback loop" yang mengamplifikasi atau menambah besar dampak sehingga kondisi cepat memburuk. Sebagai penjelasan, dalam kondisi (diprakirakan) indeks akan turun, akan mendorong pelepasan saham (cut-loss) dan jika bersamaan maka akan terjadi pelepasan dalam jumlah besar sehingga indeks semakin dalam jatuhnya.
Dengan perilaku demikian, hari kelam bursa dapat timbul kapan saja (Black X-day) dipicu adanya mitos-kecoa (cockroach myth) yang pemahamannya sesuatu yang sudah diketahui ketidakbenarannya atau "tidak sehat" dan dibasmi tetapi muncul kembali dan dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang lantas berdampak besar.Â
Â
Gejolak dan Kecemasan
Snapshoot pasar pada tabel dan chart berikut ini memberikan gambaran timbulnya gejolak dan kecemasan pada pengelola asset (finansial) baik yang bersikap hati-hati (prudent) ataupun juga yang berspekulasi.
Indeks Saham Beberapa Bursa Utama Asia, Eropa, US
Grafik Trend Nilai Tukar
Â
Table Government Bond Yield
1. Saham bergejolak (volatile) dan trend-nya turun yang artinya kinerja korporasi diprakirakan menurun
2. Nilai tukar terhadap USD cenderung stabil kecuali Renminbi China (CNY) yang "sengaja" didevaluasi; dan USD tetap "Strong"
3. Yield Bond rendah dan tidak menarik untuk instrumen investasi kecuali yang beresiko tinggi (Greece)
Dalam kondisi demikian, para pengelola asset (finansial) akan berusaha mencari celah dan kesempatan mendapatkan "gain"; tetapi pada kenyataannya yang didapat sebaliknya alias "loss". Pengelola asset yang mengalami loss perilakunya cenderung akan mengarah pada spekulasi untuk mendapatkan "gain" besar sebagai pemulihan. Kondisi akibat loss akan membuat tindakan menjadi irasional.Â
Indikasi "Leading" dan "Lagging"
Indeks saham dianggap sebagai suatu "leading indicator" yang memberikan signal akan masa depan terhadap kondisi dunia usaha. Sementara nilai tukar sebagai lagging indicator yang merepresentasikan kondisi yang telah terjadi khususnya berkaitan dengan transaksi eksternal (misalnya perdagangan global dengan kondisi neraca perdagangan surplus atau defisit dan neraca pembayaran atau balance of payment). Government bond secara tidak langsung mengindikasikan kepercayaan pada pemerintah khususnya dalam mengelola (defisit) anggaran.
Indeks saham Bursa Indonesia walaupun fluktuatif tetapi trend-nya naik; nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika mengalami apresiasi; sementara dari hasil lelang SUN (Surat Utang Negara), kebutuhan IDR 14 Triliun tetapi penawaran yang masuk jumlahnya IDR 25 Triliun sehingga mengalami kelebihan pemesanan (oversubscribed).
Sepertinya Black X-Day tidak dalam "jadual" untuk hadir di Indonesia.
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
12 Februari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H