Bank Indonesia mengindikasikan harmonisasi kebijakan dengan mendukung kebijakan stimulus. Penurunan BI Rate walaupun hanya sebesar 25 basis poin, merupakan langkah awal dan diprakirakan berlanjut dengan "Easy Money Policy". Penurunan BI Rate merupakan indikasi inflasi akan terkendali. Demikian juga gejolak nilai tukar tidak akan berdampak negatif pada stablitas sistem keuangan dengan memperhatikan cadangan devisa yang ada.
Langkah ekspansif dalam kredit investasi dengan "daya tarik" suku bunga rendah sangat diperlukan karena memberikan manfaat dalam perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Juga, akan menggerakkan sektor swasta dan meningkatkan produksi, serta mendukung penguatan sektor industri yang memiliki keunggulan. Masalah "Balance Sheet Recession" yang dialami sektor swasta tidak dapat diselesaikan hanya dengan pembayaran utang tetapi perlu peningkatan kegiatan usaha agar tetap bertumbuh.
Dalam kondisi global yang mengalami deflasi dan gejolak nilai tukar, perekonomian Indonesia ternyata mampu tampil beda. Inflasi bukan hal yang negatif karena diperlukan dunia usaha untuk bertumbuh dan agar dapat meningkatkan pendapatan tenaga kerja. Nilai tukar yang terdepresiasi ternyata berdampak positif pada neraca pembayaran.
Kebijakan stimulus anggaran yang dijalankan pemerintah pada 2015 berlangsung dengan dukungan minimal dari sisi moneter tetapi hasilnya angka pertumbuhan PDB pulih. Dengan harmonisasi kebijakan anggaran yang tidak ketat bahkan ekspansif, paket stimulus dan deregulasi yang mendukung kegiatan dunia usaha, serta dukungan kebijakan moneter, lantas kenapa cuma mengejar target pertumbuhan PDB 2016 hanya sebesar 5,3% ... bahkan selayaknya bisa lebih besar.
Inilah makna The Big Shoot !
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
Pekan keempat Januari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H