Volatilitas dan Vulnerablitas Global
Gejolak (volatilitas) pasca normalisasi Fed Rate 16 Desember 2015 muncul mengawali pekan 2016 pada hampir semua bursa saham global seperti China (SHCOM), Europe (FTSE), Wall Street USA (DJIA). Penurunan indeks harga saham yang terjadi dalam sepekan berkisar 5%-8%.
Sementara nilai tukar terhadap Dolar Amerika (USD) diberikan pada Grafik-1 berikut ini.
Grafik-1 : USD Exchange Rate to Euro, CNY, JPY, IDR
Trend nilai tukar Renminbi (CNY) turun (unsur "kesengajaan" China demi meningkatkan ekspor), Yen Jepang (JPY) sedikit menguat, Euro dan Rupiah (IDR) cenderung berfluktuasi kecil.
Vulnerabilitas (Kerentanan) yang muncul pada pasar utama (Amerika, China, Euro Area) tidak terjadi secara tiba-tiba.
Dalam perekonomian US, kondisi Strong USD sangat memukul kinerja bisnis korporasi. (Lihat Grafik-2)
Grafil-2 : USD Strong Impact to Corporate Profits
Penguatan USD terhadap mata uang utama (garis merah pada grafik-2) dan juga mata uang mitra dagang US lainnya, berdampak penurunan kinerja usaha (profit; warna biru pada grafik-2) korporasi US. Kondisi penurunan profit berdampak penurunan harga saham. Jika USD terus menguat dalam waktu lama, perekonomian US akan mengalami depresi.
Sementara perekonomian China yang mengandalkan perdagangan global, kondisinya dapat dilihat pada Grafik-3.
Grafik-3 : China Export and Import Trend
Dari grafik-3, trend nilai ekspor China turun (pada grafik warna biru) sementara impor naik (pada grafik warna hijau).
Dalam masa 2015, China berupaya untuk menjaga nilai saham dengan melakukan intervensi, demikian juga pada pasar uang. Tindakan intervensi ini menguras sekitar 13,3% cadangan (Forex Reserve) China seperti diberikan pada Grafik-4.
Grafik-4 : China Forex Reserve (in USD Billion)
Nilai ekspor yang menurun dan cadangan yang berkurang, menunjukkan kerentanan perekonomian China yang berdampak penurunan ekspektasi dan kepercayaan terhadap perekonomian. Indikasinya tampak pada tekanan indeks bursa saham China.
Perekonomian Euro Area masih mengalami tekanan pertumbuhan dengan inflasi sangat rendah. Upaya ECB (European Central Bank) dengan "Easy Money Policy" melalui ekspansi Quantitative Easing pada 2016Â dilakukan untuk peningkatan pertumbuhan. Sementara tekanan utang terus mendera Yunani, Ukraina, Portugal, Islandia dan beberapa negara lainnya. Proyeksi kondisi perekonomian Euro Area diberikan pada Grafik-5 berikut ini.
Grafik-5 : Euro Area Economic 2016 Projection
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rendah dan trend inflasi yang diindikasikan dengan "consumer price index", akan berdampak pertumbuhan korporasi tertekan. Kondisi ini membuat rentan bursa saham Euro Area.
Viabilitas Perekonomian Indonesia
Berdasarkan struktur, rerata nilai ekspor mewakili 15%-17% dari PDB (Produk Domestik Bruto); sementara lainnya merupakan konsumsi dan belanja masyarakat serta pemerintah dan investasi. Berdasarkan catatan ekspor 2015, kelanggengan (viabilitas) pertumbuhan ekonomi (PDB) tidak bergantung pada ekspor tetapi pada peningkatan konsumsi masyarakat, belanja pemerintah (fiskal), dan pertumbuhan investasi.
Pangsa ekspor Indonesia secara rerata 2015 pangsanya diberikan pada Grafik-6.
Grafik-6 :Â Pangsa Ekspor Indonesia
Source : Bank Indonesia - Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (dengan pengolahan).
Catatan : BRCS merupakan negara Brazil, Rusia, China, South Africa dengan jumlah ekspor terbesar ke China.
Dalam Tripolar perekonomian global (Lihat artikel : Tripolar Integrasi Ekonomi Global), kemitraan TPP (Trans-Pacific Partnership) pangsanya akan sekitar 45% pasar global, Euro Area Extended berada pada kisaran 30%, China dan negara mitra lainnya mewakili 25% pasar global.
Dengan elasticity index China pada 1,7% (Lihat : World Bank Report - Global Economic Prospect 2015, halaman 175), yang maknanya penurunan pertumbuhan PDB 1% mengurangi nilai impor China setara 1,7%; penurunan PDB China tidak terlalu berpengaruh pada ekspor Indonesia ke China (termasuk Rusia, Brazil, South Africa) yang secara rerata 11% dari total nilai.
Pada market US, Euro Area, Jepang, dan South Korea yang pertumbuhannya cenderung flat (atau merata), tidak berdampak pada nilai ekspor. Sedangkan untuk ekspor tujuan area Asean, India, dan serta negara lainnya masih dapat diharapkan terjadi peningkatan untuk substitusi penurunan ekspor ke China.Â
Dengan demikian kondisi gejolak (volatilitas) dan kerentanan (vulnerabilitas) pada area seperti dijelaskan di atas, tidak banyak pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia sejauh konsumsi dan belanja pemerintah serta kegiatan investasi terus ditingkatkan secara berkelanjutan.
Model Stimulus dan Supply Side Perekonomian
Kebijakan stimulus (tanpa pengetatan anggaran) dan paket stimulus perekonomian untuk peningkatan investasi modal asing merupakan pilihan yang tepat. Tetapi perlu didorong agar minat investasi pihak swasta (lokal) meningkat melalui dorongan atau stimulasi moneter dengan kebijakan Easy Money Policy dan suku bunga rendah serta ekspansi kredit investasi perbankan.
Dalam perspektif jangka panjang, kegiatan investasi harus difokuskan dalam pengembangan infrastruktur yang memfasilitasi dan mendukung pengembangan sektor industri serta peningkatan produksi yang berdampak perluasan lapangan kerja. Pengembangan infrastruktur diupayakan dengan mengutamakan keterlibatan serta partisipasi swasta melalui strategi kemitraan jangka panjang (skema Public Private Partnership).
Perlu terobosan melalui pemberdayaan pemerintah daerah tingkat-1 dan tingkat-2 dengan skema pendanaan (pemerintah pusat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah tingkat-1 dan tingkat-2). Sehingga pemerintah daerah dapat berinisiatif mengembangkan infrastruktur pada wilayah masing-masing. Jika secara agregasi membutuhkan dana dalam jumlah besar, pemerintah pusat yang berinisiatif menggalang dana melalui penerbitan utang dengan skema bilateral atau multilateral.
Dalam kondisi global bergejolak dan rentan, perekonomian dalam negeri harus terus didorong agar pembangunan, khususnya infrastruktur dalam arti luas, berkembang pesat. Sektor industri terus berproduksi tanpa harus cemas akan pertumbuhan permintaan (demand). Â Strategi pertumbuhan perekonomian demikian didasarkan pada pemahaman akan Perekonomian Supply Side;Â dengan landasan bahwa persediaan akan menciptakan permintaan (Say's Law).
Hanya tatanan dan strategi demikian yang menjamin kelanggengan (viabilitas) pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Â
Arnold Mamesah - Laskar Initiatives
Awal Pekan Kedua Januari 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H