Tripolar Ekonomi Global
Kemunculan Trans-Pacific Partnership (TPP) di tengah keberadaan European Union dan BRICS akan menghadirkan model integrasi baru ekonomi global.
Berdasarkan GDP Nominal 2014, TPP dengan 12 (dua belas) anggota ditambah 6 (enam) calon anggota (Kolumbia, Taiwan, South Korea, Thailand, Phillipine, Indonesia) secara agregasi porsinya 41% dari total GDP global. Euro Uni memberikan porsi 24%, dan China : 13%. Jika kemudian China memantapkan BRICS dan negara lainnya bergabung pada salah satu, integrasi ekonomi global akan membentuk Tripolar masing-masing : TPP, Euro Uni Extended, dan Poros China. (Lihat Chart-1).
Dalam Tripolar Integrasi Ekonomi ini, porsi TPP akan menjadi 45%, Euro Uni Extended menjadi 30% dan Poros China diprakirakan menjadi 25%.
Dengan memperhatikan strategi perdagangan global dari"key players" masing-masing kelompok, karakteristik produk barang dan jasa dari TPP akan mengutamakan Quality; Euro Uni Extended menekankan pada Delivery Time; sedangkan Poros China akan mengandalkan Cost (harga).
Mata Uang Utama
Upaya dan strategi IMF (International Monetary Fund) meredakan gejolak finansial global, dilakukan dengan penambahan mata uang dalam basket SDR (Special Drawing Right), yaitu memasukkan Renminbi China (CNY) yang keputusannya segera diambil.
Dengan demikian, dalam tiap kelompok akan ada mata uang dalam SDR yaitu TPP dengan Dolar Amerika (USD) dan Yen Jepang (JPY) ditambah beberapa "keluarga" Dolar yang stabil seperti Dolar Kanada (CAD), Dolar Australia (AUD), dan Dolar Singapore (SGD). Untuk Euro Uni Extended adalah Euro dan Great Britain Pound (GBP); sedangkan Poros China akan mengandalkan Renminbi China (CNY) dan Rupee India (INR).Â
Kehadiran SDR dengan 5 (lima) mata uang utama, akan sangat mengurangi ketergantungan pada "supply" USD dan meningkatkan likuiditas global serta pilihan mata uang dalam transaksi perdangangan. Berkurangnya dominasi USD akan mengurangi dampak gejolak pasar finansial global yang selama ini dipengaruhi kebijakan The Fed US.
Pembelajaran dan Pilihan Yang Masuk Akal
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau Asean Economic Community merupakan kesepakatan bersama para anggota ASEAN yang diberlakukan mulai 1 Januari 2016. Terhadap GDP Global, GDP Asean besarnya 4% dan jauh lebih kecil daripada total GDP TPP (dengan tambahan 6 anggota baru). Empat anggota Asean yang sudah menjadi anggota TPP antara lain Malaysia, Singapore, Vietnam, dan Brunei. Hal yang wajar jika kemudian Thailand dan Phillipina ingin juga bergabung. Bagi 6(enam) negara tersebut, pertimbangan memanfaatkan pasar yang lebih besar akan merupakan tantangan menarik. Pertimbangan demikian dapat menjadi alasan Indonesia bergabung ke dalam TPP; sementara MEA tetap dilaksanakan atas kesepakatan bersama Asean.
Apakah poros China, dengan keberadaan AIIB (Asian Infrastruktur Investment Bank) tidak menarik ? Sebagai pertimbangan, dalam neraca perdagangan dengan China Indonesia mengalami defisit yang hingga Triwulan-3 2015 besarnya USD 11,5 miliar. Sementara investasi China hingga Triwulan-3 2015 jumlahnya kurang dari USD 500 juta (di bawah Singapore, Jepang, Belanda).
Perlu diperhatikan pembelajaran dampak pertumbuhan ekonomi negara-negara di Afrika dan Amerika Latin penerima investasi China (Grafik-2).
Dari grafik-2 didapatkan pemahaman bahwa negara-negara penerima (benefiting countries) investasi China (Overseas Direct Investment), pertumbuhan ekonominya (dalam ukuran GDP : Gross Domestic Product) masa 2012-2015 turun (Brazil, South Africa, Venezuela), atau datar (Angola, Nigeria). Kesimpulan sederhan adalah bahwa investasi China tidak berimplikasi positif pada pertumbuhan ekonomi negara penerima.
Jika dihadapkan pada pilihan Tripolar, berintegrasi dalam Euro bukan pilihan dengan pertimbangan jarak; pilihan pada poros China berarti tidak belajar dari pengalaman seperti Brazil atau South Africa; sehingga TPP bagi Indonesia merupakan pilihan yang masuk akal (plausible).
Â
Arnold Mamesah - Laskar InitiativesAIIB
Jelang akhir pekan keempat November 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H