Â
Indikator KinerjaÂ
Keputusan pertama pemerintah yang tidak populer adalah kenaikan harga BBM pada 17 November 2014 yang diumumkan langsung Presiden Jokowi sepulangnya ke tanah air dari menghadiri KTT APEC di Beijing, China dan KTT G-20 di Brisbane, Australia. Kenaikan harga tersebut konon membebaskan harga BBM dari subsidi walaupun kecenderungan harga minyak mentah saat itu menurun. Implikasi kenaikan BBM tersebut inflasi bulanan pada November dan Desember 2014 langsung meningkat jadi 1,5% dan 2,46%.
Satu tahun berjalan pemerintahan pasangan Presiden Jokowi – Wapres Jusuf Kalla dan Kabinet Kerja. Rasa penasaran timbul pada masyarakat untuk memahami bahkan mengevaluasi kinerja, khususnya berkaitan dengan perekonomian. Tetapi apa yang akan menjadi tolok ukur ? Apakah dengan melihat (1) kurs tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika; atau (2) indeks pada bursa saham yang berubah tiap saat; atau (3) harga sembako di pasar yang berbeda setiap hari. Ada juga indikator (4) besaran inflasi; 5) angka ekspor-impor beserta neraca perdagangan global serta; (6) jumlah peredaran uang; serta (7) cadangan devisa yang diumumkan tiap bulan; atau (8) pertumbuhan PDB yang diumumkan tiap triwulanan ? Banyak juga indikator lain seperti posisi tabungan atau pertumbuhan kredit atau posisi utang luar negeri dan jumlah pengangguran.
Namun, jika dilakukan survey atau pengumpulan pendapat pada masyarakat di kota besar (urban), dapat diprakirakan kurs tukar akan menjadi pilihan pertama diikuti indeks harga saham. Bagi masyarakat yang bukan di perkotaan atau yang berada di perkampungan, harga sembako sepertinya akan menjadi perhatian utama. Tetapi patut dipahami bahwa dalam perekonomian negara, inflasi, tenaga kerja dan PDB (Produk Domestik Bruto) merupakan indikator utama dan kurun waktu panjang.
Kurs Tukar Indeks Harga Saham
Kurs tukar dipahami sebagai indikasi lampau (lagging indicator), menggambarkan kondisi yang sudah terjadi khususnya transaksi antara penduduk dengan negeri lain yang dicatat dalam Neraca Pembayaran (Balance of Payment). Sedangkan harga saham dimaknai sebagai indikasi pendahulu (leading indicator) atas ekspektasi proyeksi kinerja perusahaan atau korporasi pada masa mendatang yang sahamnya tercatat di bursa. Kinerja perusahaan dievaluasi berdasarkan Neraca Keuangan (Balance Sheet).
Sebagai lagging-indicator, kurs tukar dan relasinya dengan inflasi serta neraca perdagangan disajikan pada grafik berikut ini.
Grafik menunjukkan bahwa dalam kecendrungan kenaikan kurs tukar Dolar Amerika terhadap Rupiah, inflasi bulanan turun dan neraca perdagangan luar negeri mengalami surplus (ekspor lebih besar dari impor) sejak Januari 2015.Â