Asa Berlebihan atas Penanaman Modal Asing
Betapa gencarnya Pemerintah Indonesia mengupayakan agar Modal Asing datang untuk berinvestasi langsung (FDI : Foreign Direct Investment) di Indonesia. Berbagai program dan insentif ditawarkan serta dilengkapi dengan janji kemudahan; bahkan karpet merah siap digelar menyambut para penanam modal yang datang. Banyak asa digantungkan dengan kehadiran modal asing; sehingga perlu belajar dari pengalaman agar kesalaha tidak berulang tetapi mengupayakan hasil yang lebih optimal.
Bahwa investasi akan membuka lapangan kerja, hal tersebut tidak dapat disangkal. Tetapi berharap FDI menjadi obat mujarab atas gejolak nilai tukar mata uang Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD), perlu dicermati terlebih dahulu. Demikian juga jika mengharapkan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan masalah Transaksi Berjalan yang saat ini defisit.
FDI dan Nilai Tukar dan Transaksi Berjalan
Benarkah FDI akan membuat IDR kuat terhadap USD dan mengalami apresiasi ? Grafik-1 berikut ini memberikan jawabannya.
Grafik-1 menunjukkan bahwa aliran dana investasi langsung yang bertambah tidak berpengaruh terhadap nilai tukar IDR yang kecenderungannya terus mengalami depresiasi.Â
FDI dan Neraca Perdagangan
Aliran FDI dan Neraca Perdagangan untuk masa 2006 - 2014 diberikan pada Grafik-2.
Â
Dari Grafik-2, peningkatan FDI khususnya pasca 2010 tidak membuat neraca perdagangan surplus, bahkan sebaliknya defisit sejak 2012. Penurunan ekspor sejak 2012 merupakan dampak penurunan harga komoditi. Tetapi dapat juga dipahami bahwa produk FDI lebih berorientasi pada pasar domestik dan bukan produk ekspor yang bersaing di pasar global.
FDI dan Pertumbuhan GDP
Pertambahan jumlah FDI ternyata tidak mampu mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (GDP : Gross Domestik Product) khususnya pada masa setelah 2011 dan dapat dilihat pada Grafik-3 di bawah ini.
Selain hubungan FDI dan GDP, peningkatan jumlah aliran FDI tidak membuat defisit transaksi berjalan berkurang. Bahkan defisit terus bertambah khususnya pada masa 2012 - 2014. Penyebab bertambahnya defisit Transaksi Berjalan salah satu adalah meningkatnya pembayaran yang ditransfer (Transfer Payment)Â sebagai imbalan dari penanaman modal pada masa sebelumnya.
Ada hal lain yang menarik. Berkurangnya utang publik pada masa 2012-2014 ternyata selaras dengan penurunan tingkat pertumbuhan GDP. Hal ini menunjukkan bahwa dana yang digunakan untuk mengurangi utang publik seharusnya digunakan untuk investasi. Dampak pengurangan dana investasi tersebut baru dirasakan pada masa kini dengan turunnya tingkat pertumbuhan. Pemahaman mengutamakan pembayaran utang pada masa pembangunan tidak tepat. Lebih penting untuk investasi infrastruktur dan perluasan industri demi menambah lapangan kerja dan selanjutnya menikmati hasil investasi.
Mewujudkan Keunggulan Komparatif
Merupakan hal penting dan utama agar pembangunan yang digiatkan tidak semata untuk tujuan jangka pendek. Tetapi membentuk landasan yang menjadi basis keunggulan komparatif berkelanjutan (sustainable). Perlu disiapkan 6 (enam) modal (Six Capital) secara terencana dalam wawasan jangka panjang dan berkelanjutan. Tercakup di dalamnya adalah Business Capital, Infrastruktur, Human Capital, Intellectual Capital, Natural Capital, Social Capital. (Lihat artikel : Paket Stimulus Lebih Penting daripada Nilai Tukar). Modal ini menjadi pendukung pembangunan industri yang merujuk pada suatu tatanan atau pohon industri yang terintegrasi dan saling melengkapi. Bagaimana mewujudnyatakan 6 modal tersebut.
Dalam grafik-4 diberikan gambaran pertambahan modal untuk investasi dan pertumbuhan GDP.
Dari grafik-4 di atas, trend pertumbuhan GDP selaras dengan trend peningkatan Utang Publik. Sementara saat trend jumlah FDI naik, trend pertumbuhan GDP turun. Demikian juga dengan trend peningkatan Utang Swasta dan Kredit perbankan yang mirip dengan trend FDI.
Dengan penjelasan tersebut, mewujudkan "Six Capital" bukan melalui FDI atau Utang Swasta dan Kredit Perbankan. Tetapi pada Inisiatif dan Tekad Pemerintah dengan dukungan Utang Publik.
Utang jangan ditabukan tetapi perlu dimanfaatkan dan dikendalikan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
Â
Sumber Informasi :
1. Bank Indonesia - SEKI dan SULNI
Â
Arnold Mamesah -Â Jelang fajar pertama Oktober 2015.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H