Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Fallacy Cadangan Devisa dan Nilai Tukar

25 September 2015   20:31 Diperbarui: 27 September 2015   21:43 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Grafik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bergantung pada pertumbuhan perekonomian China tetapi lebih selaras polanya dengan pertumbuhan ekonomi Euro Zone, USA, dan perekonomian dunia (khususnya pasca Krisis Finansial 2008).

Bagaimana dampak penurunan penurunan pertumbuhan ekonomi China terhadap perekonomian Indonesia ?  

Nilai ekspor ke China dan Hongkong per bulan (rerata) besarnya USD 1,384 Miliar atau 11% dari jumlah ekspor bulanan (rerata); untuk impor besarnya USD 3,118 Miliar atau 25% dari jumlah impor bulanan. Berdasarkan IMF Working Paper : The Global Trade Slowdown: Cyclical or Structural?, pada halaman 43, Indeks Elastisitas Impor China sebesar 1,1. Maknanya, penurunan angka pertumbuhan sebesar 1% akan berdampak pada penurunan impor China sebesar 1.1%.

Proyeksi IMF penurunan pertumbuhan ekonomi China sebesar 0,6%, tetapi diprediksi penurunan dapat mencapai 2% (!!!). Dengan penurunan 2% dan indeks elastisitas 1.1 maka impor China akan turun sebesar 2.2%. Dampak penurunan nilai ekspor Indonesia ke China per bulan sebesar 2,2% dari USD 1,384 Miliar atau sekitar USD 30,5 Juta.

Sementara kenaikan pertumbuhan ekonomi USA sebesar 0,7% (dari 2,4% menjadi 3,1%) akan menaikkan impor USA dari Indonesia (dengan indeks elastisitas 1.77) sebesar USD 16 Juta (perhitungan : 1,77 * 0,7% * USD 1,340 Miliar). Dengan pendekatan yang sama akan ada peningkatan nilai ekspor ke Jepang serta European Zone (yang pertumbuhan perekonomiannya mengalami peningkatan). Merujuk pada proyeksi pertumbuhan, penurunan nilai ekspor ke China dan Hongkong akan dikompensasi dengan peningkatan ekspor ke USA, European Zone, dan Jepang. 

Sehingga, terlalu berlebihan jika penurunan pertumbuhan ekonomi China merupakan ancaman besar terhadap perekonomian Indonesia, terutama pada ekspor nilai.

Juga, kondisi neraca perdagangan yang tidak defisit atau malah SURPLUS akan meredakan tekanan pada penurunan Cadangan Devisa.

Primus Inter Pares Perekonomian Indonesia

Dalam kondisi perekonomian dunia yang sarat gejolak, penuh ketidakpastian, situasi kompleks dan rumit, multitafsir atas situasi (VUCA : Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity), bukan berarti masalah gejolak nilai tukar dan cadangan devisa tidak penting. Tetapi, ada hal yang berkontribusi sebesar 80% dari output (PDB), yang lebih dipentingkan dan diutamakan (primus inter pares) yaitu produksi, tenaga kerja serta upah.

Paket stimulus perekonomian sudah diluncurkan pada awal September 2015, dan tujuannya bukan untuk mengangkat dan memperkuat nilai Rupiah (Lihat : Akrab dengan Turbulensi Finansial). Akan ada paket lanjutan yang ditujukan untuk menggiatkan sektor produksi agar tetap menghasilkan produk (output) dan menyerap tenaga kerja. Sehingga pekerja mendapatkan upah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang selanjutnya akan meningkatkan kebutuhan (demand) dan mendorong peningkatan produksi.

Demikianlah siklus perekonomian Indonesia selayaknya bergulir ... bukan hanya heboh tentang Cadangan Devisa dan Nilai Tukar !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun