Belajar dari polemik proyek Giant Sea Wall dan High Speed Train (HST), menunjukkan tahapan yang dilakukan tidak tepat. Bahkan pada proyek HST terkesan sporadis dan lebih banyak didorong "godaan" untuk menghadirkan teknologi canggih tanpa melihat permasalahan secara utuh. Jika Proyek Strategis Nasional merupakan jangkar dalam pengembangan industri, maka perlu pendekatan yang sesuai tanpa harus menjadi mega proyek yang sering membuat gejolak, ketidakpastian, kompleksitas masalah, dan keraguan (VUCA : Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity).
Motivasi Pembangunan Proyek Strategis Nasional perlu mengingat kembali pesan Tokoh Ekonomi Indonesia, Bapak Emil Salim dan Pakar Ekonomi Berwawasan Lingkungan, E.F. Schumacher (Small is Beautiful) serta makna Paradoks Intan dan Air (“Diamond Water Paradox” intinya Intan itu indah dan mahal sedangkan air itu murah, tetapi air lebih diperlukan). Pesan tersebut dapat diterjemahkan sebagai :” Utamakan membangun infrastruktur, tidak harus megaproyek, tetapi tersebar untuk mendukung pengembangan industri dan penyerapan tenaga kerja serta akrab dengan kelestarian lingkungan demi mendukung pertumbuhan dan pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan”.
Peran UMKM dan Koperasi
Sudah sering dilakukan pembahasan tentang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dan Koperasi yang menyerap dan memberikan lapangan kerja bagi lebih dari 95% tenaga kerja pada berbagai sektor industri formal dan informal. Dari pengalaman Krismon 1998, UMKM dan Koperasi tangguh menghadapi goncangan ekonomi. Berbagai upaya memang dilakukan untuk pengembangan UMKM tetapi tidak konsisten dan berkelanjutan.
Permasalahan yang melekat pada UMKM dan Koperasi erat berkaitan dengan akses pasar secara fair, akses dukungan dana, dan akses terhadap informasi. Dengan demikian, paket stimuiluas dengan deregulasi peraturan selayaknya dapat secara nyata menjadi jawaban atas permasalahan yang dihadapi UMKM dan Koperasi serta diimplementasikan secara konsisten tanpa pengecualian.
Langkah Terobosan
Paket stimulus pertama merupakan langkah awal mendorong sektor riel dan produksi sejalan dengan mahzab Ekonomi Sisi Persediaan (Supply Side Economy). Sangat dibutuhkan dukungan perbankan melalui ekspansi kredit dengan tingkat suku bunga yang layak.
Bank Indonesia, selalu bahkan terlalu berhati-hati dalam penurunan suku bungan acuan. Tetapi telah ditunjukkan berdasarkan "historical trend" bahwa Ekspansi Kredit dengan Penurunan Suku Bunga Berdampak Kenaikan Nilai Tukar tidak terbukti.
Demikianlah, Pemulihan Perekonomian tidak semata stimulus dengan pelonggaran kebijakan dan mendorong kegiatan sektor produksi tetapi butuh terobosan dalam kemasan langkah elegan perekonomian Indonesia.
Arnold Mamesah - Pekan kedua September 2015