Utang Eksternal, Depresiasi, dan Resesi Neraca
Utang selayaknya dipergunakan untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi; dan bagi dunia usaha dilakukan untuk ekspansi dan pengembangan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan tentu untuk memenuhi kewajiban atas utang. Pertumbuhan utang pemerintah (GoI : Government of Indonesia) dan swasta (Private) dapat dilihat pada grafik berikut ini.
Dari grafik dapat dilihat dan disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Dalam masa 2011 hingga 2015, secara rerata pertumbuhan utang swasta per tahun hampir 20% dan utang pemerintah 4%.
2. Sejak 2012, turunnya harga komiditi berdampak menurunnya penerimaan dan dapat dilihat pada Transaksi Berjalan (CA : Current Account) mulai defisit. Peningkatan kebutuhan valuta asing, terutama USD, untuk pembayaran kewajiban utang beserta bunganya, mengakibatkan penurunan cadangan devisa (Reserve Position) dan kondisi demikian terus berlanjut. Demi mengamankan cadangan, sepertinya Bank Indonesia menahan diri dalam melakukan intervensi pasar uang sehingga pada pertengahan 2013 nilai tukar USD – IDR menembus angka 10.000.Tekanan kewajiban utang terus berlanjut, demikian juga depresiasi IDR hingga nilai tukar USD-IDR mencapai hampir 13.000 pada triwulan pertama 2015, tetapi pada sisi cadangan devisa terjaga pada kisaran angka USD 110 miliar.
3. Akibat depresiasi dan kondisi resesi yang menyebabkan nilai asset turun, beban pengutang perusahaan atau korporasi dalam neraca (Balance Sheet) otomatis bertambah. Agar beban berkurang, korporasi berusaha mengurangi pokok pinjaman dan memenuhi kewajiban pembayaran bunga dengan pengetatan belanja (spending) dan investasi. Upaya korporasi mengurangi utang membuat kebutuhan valuta asing (USD) meningkat dan mempercepat depresiasi nilai tukar. Keadaan ini, jika dilakukan banyak korporasi, akan membuat dampak negatif karena upaya mengurangi malahan membuat tambahan beban.
4. Trauma dengan utang membuat korporasi “enggan” berutang termasuk untuk investasi; bahkan lebih memilih untuk mengamankan cadangan dana atau berinvestasi dengan resiko minimum (risk averse). Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat yang akan mengurangi belanja dan memilih untuk menabung. Kondisi korporasi dan masyarakat yang mengetatkan pengeluaran dan belanja, jika terjadi secara bersamaan (agregasi) berdampak pada penurunan permintaan (demand) dan kembali akan menekan pendapatan usaha serta pendapatan masyarakat.
5. Keadaan dimana dunia usaha dan masyarakat lebih memilih untuk menyelesaikan masalah dalam neraca perusahaan atau individu dengan cara (1). mengetatkan belanja termasuk mengurangi investasi secara drastis, (2) mengupayakan pengurangan utang dan menolak pinjaman, (3) memilih untuk menyimpan dana (menabung atau memilih investasi yang sangat tidak berisiko) dinamakan : Resesi Neraca (Balance Sheet Recession).
6. Pilihan korporasi dan masyarakat untuk lebih mengutamakan menabung dan mengurangi dan bahkan menolak pinjaman akan berdampak pada penurunan pendapatan operasional dan peningkatan biaya operasional perbankan. Sehingga perbankan akan berusaha mencari alternatif pendapatan lain.
Posisi utang luar negeri berdasarkan industri per akhir Mei 2015 diberikan pada tabel berikut.