Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Sesat Paham Intervensi, Investasi dan Kurs Tukar

16 Juli 2015   01:37 Diperbarui: 16 Juli 2015   01:37 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Pola (Pattern) FDI selaras dengan pola Impor yang artinya kenaikan FDI juga akan membuat kenaikan impor. Penurunan nilai impor tidak memberikan pengaruh pada kurs tukar; artinya walaupun terjadi penurunan kebutuhan devisa untuk impor, kenaikan kurs tukar tetap terjadi. Kenaikan nilai impor akan menekan Transaksi Berjalan (Current Account) sehingga perlu diimbangi kenaikan ekspor agar tidak terjadi defisit. Defisit Transaksi Berjalan akan menimbulkan tekanan depresiasi nilai tukar USD - IDR.

2. Pola aliran FDI atau FPI atau FDI dan FPI tidak selaras dengan kenaikan kurs tukar USD-IDR. Artinya, saat masing-masing aliran FDI atau FPI atau bersamaan naik, tidak memberi pengaruh pada kurs tukar USD – IDR yang kecenderungannya (trend) naik.

3. Pola kenaikan Kurs Tukar selaras dengan peningkatan jumlah kewajiban utang swasta yang jatuh tempo (maturity) kurang dari 1 (satu) tahun.

Berdasarkan kesimpulan dari grafik diatas, implikasinya :

1. Pemikiran bahwa stablisasi kurs tukar akan terwujud “dengan peningkatan investasi dan mendorong uang agar bisa masuk”, tidak tepat.

2. Penyebab utama tekanan pada kurs tukar USD-IDR adalah kebutuhan devisa, utamanya USD, untuk pemenuhan kewajiban utang swasta (Private Debt) yang jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun. Pada akhir triwulan-I/2015 jumlahnya USD 46,766 miliar; sehingga rerata per triwulan dibutuhkan sekitar USD 11.7 miliar.

Kucari Jalan Terbaik

Kondisi krisis mata uang (Currency Depression) pernah bahkan sering dialami negara lain yang menerapkan kebijakan free floating exchange rate. Sebelumnya, terkesan ada kesengajaan mendevaluasi kurs tukar untuk menang dalam persaingan produk ekspor. Tetapi ternyata hal yang hampir serupa dilakukan negara lain (sering disebut sebagai “Currency War”) dan hasilnya nilai ekspor tidak meningkat. Belum lagi sindroma kenaikan suku bunga acuan The Fed, USA, yang diprakirakan akan menyedot dana keluar (capital flight).

Upaya perbaikan persepsi atas peluang dan ekspektasi imbalan merupakan upaya yang harus dilakukan dengan perbaikan iklim dan kepastian dalam dunia usaha di Indonesia. Hambatan yang terjadi bukan pada pimpinan negara tetapi lebih sering pada implementasi kebijakan oleh para pembantu, eselon kementerian serta aparat pusat serta daerah. Dengan terciptanya iklim dan kepastian yang dapat meyakinkan pemilik modal, dapat diharapkan terjadinya aliran dana.

Pemerintah melalui Menteri Keuangan sudah memastikan untuk tidak melakukan pengetatan anggaran (austerity); bahkan berupaya menutupi kekurangan anggaran melalui skema utang (bilateral dan multilateral). Pada sisi lain, masalah penyelesaian utang swasta sudah sangat mendesak untuk mendapatkan jalan keluar baik melalui berbagai skema Debt Resolution. Berkurangnya tekanan dari utang swasta yang jatuh tempo kurang dari satu tahun, akan mengurangi kebutuhan valuta asing, khususnya USD, sehingga dapat terjadi rebound atau apresiasi kurs tukar USD – IDR.

Solusi permasalahan perekonomian Indonesia yang menjalani masa resesi (penurunan pertumbuhan ekonomi) selayaknya tidak menggunakan pemikiran sesaat (on the fly theory) atau pengalaman yang mungkin pernah dijalani saat menjadi pengusaha. Sangat disesalkan, apabila hal yang disampaikan Presiden Jokowi pada bagian awal tulisan ini merupakan masukan dari para “all president men” atau orang-orang di sekitar presiden. Jika masukan dari kalangan pengusaha, bisa dipahami karena pemahaman bisnis semata tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi untuk skala nasional. Tetapi jika masukan tersebut dari para “economist”, maka sangat diragukan integritas dan kredibilitasnya karena tidak berlandaskan Prinsip Ekonomi serta tanpa melakukan elaborasi serta analisis data.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun