Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money

Bayar Utang Bikin Resesi

10 Juli 2015   06:34 Diperbarui: 10 Juli 2015   06:34 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Swasta, Utang dan Reformasi

Kamis, 9 Juli 2015 pagi melalui medsos diterima artikel Anwar Nasution (mantan Deputi Senior Bank Indonesia dan Ketua BPK) yang salah satunya menjelaskan dampak utang swasta atau korporasi (private debt) pada depresiasi nilai Rupiah (IDR) terhadap Dolar Amerika (USD). Juga pada hari yang sama, Presiden Jokowi di depan anggota ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia) serta pengusaha berbicara antara lain tentang reformasi ekonomi yang tidak bisa ditunda lagi meski sakit dan pahit, pengutamaan peran swasta, rasio utang yang baru mencapai 25% dari PDB, serta masyarakat yang menyimpan dana di luar negeri.

Dalam beberapa artikel dari penulis yang terdahulu, telah dibahas tentang kondisi resesi, utang pemerintah dan swasta, peran pemerintah sebagai stimulus perekonomian, dan relasi antara utang dengan depresiasi nilai IDR terhadap USD. Bagaimana melihat melihat permasalahan peran dan utang swasta serta perilaku masyarakat dalam upaya pemulihan (recovery) ekonomi bersama dengan pemerintah dalam suatu sinergi.

Utang Swasta dan Depresiasi

Untuk melihat hubungan utang swasta dan pemerintah terhadap depresiasi dapat dilihat pada grafik berikut ini 

Catatan. Besaran Utang USD Miliar

Dari grafik dapat dilihat bahwa pola kenaikan nilai tukar USD-IDR sama pesatnya dengan kenaikan utang swasta terutama sejak triwulan-4 2011, sementara pada masa yang sama trend pertambahan utang pemerintah cenderung landai. Sehingga dapat disimpulkan depresiasi IDR berkaitan dengan peningkatan utang khususnya pada peningkatan kebutuhan USD. Namun, terjadinya depresiasi nilai IDR membuat pihak swasta berusaha mengurangi beban dengan mengupayakan pembayaran utang yang justru membuat kebutuhan (demand) USD meningkat pesat. Sementara pada saat yang hampir bersamaan, harga komoditas ekspor turun sehingga supply USD berkurang. Kondisi demikian membuat IDR semakin tertekan atau terdepresiasi terhadap USD.

Resesi Neraca Keuangan Berdampak Resesi Ekonomi

Resesi yang terjadi pada perekonomian saat ini merupakan tularan dari kebijakan stimulus ekonomi The Fed USA. Akibatnya, tersedia dana murah untuk jangka pendek (short term) di Financial Market. Kondisi ini mengundang minat swasta atau korporasi di Indonesia untuk berutang dari luar (External Debt) karena pada saat bersamaan suku bunga IDR di Indonesia dirasakan tinggi yaitu sekitar 13-14%. Peningkatan utang swasta tersebut mulai terlihat sejak pertengahan 2010. Sementara masa yang sama, aliran dana asing mengalir masuk dalam bentuk Portofolio (Foreign Portfolio Investment)

Catatan. Nilai pada sumbu dalam USD Juta. FDI : Foreign Direct Investment (Investasi Langsung Asing); FPI : Foreign Portfolio Investment (Investasi Portofolio Asing); CA : Current Account (Transaksi Berjalan mencakup Eksport, Import, Penerimaan dari Luar, dan Payment Transfer atau Pembayaran ke Luar).

Jelang utang luar negeri jatuh tempo, demand USD meningkat dan menekan nilai tukar secara berkelanjutan. Upaya swasta dan korporasi mengurangi beban dengan membayar utang USD mengakibatkan korporasi harus melakukan pengetatan dan penghematan dengan mengurangi belanja termasuk investasi dan menghindari utang. Upaya mengurangi utang dengan pengetatan belanja serta menghindari utang ini disebut sebagai Resesi Neraca.

Kondisi pengurangan investasi dalam USD ataupun IDR dapat dilihat pada grafik berikut dan mulai terjadi pada 2013.

Catatan. Besaran Utang USD Juta dan IDR Miliar.

Kondisi yang terjadi pada korporasi dan dunia usaha yang mengetatkan belanja akan berdampak tularan pada masyarakat yang terimbas menurunkan minat belanja akibat turunnya pendapatan. Tindakan korporasi melakukan pengetatan belanja dan tidak melakukan investasi (yang selanjutnya akan mengurangi pendapatan), akan diikuti masyarakat menurunkan konsumsi. Jika keadaan ini terjadi bersamaan, secara agregasi dan berkelanjutan akan melemahkan permintaan (aggregate demand) serta selanjutnya akan menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan Resesi.

Utang dan Pertumbuhan Perekonomian

Sering kali muncul pemahaman yang sesat terhadap utang bahkan pada masa lalu ada pernyataan bahwa “Pemerintah Tak Mau Cari Utang Baru dan Membebani Anak Cucu”. Sekedar perbandingan, saat lalu pemerintahan Orde Baru sering ditentang karena kehadiran IGGI dengan utang yang digunakan membangun infrastruktur. Pertanyaan yang muncul apakah pada saat ini ada yang merasa terbebani utang tersebut ? Sebagai ilustrasi, tanpa utang, Satelit Palapa pertama yang diluncurkan pada 1976 mewujudkan komunikasi telepon jarak jauh langsung di persada Nusantara. Tanpa utang mungkin komunikasi langsung jarak jauh, misalnya antara Banda Aceh ke Jayapura, baru mewujudkan pada dekade 1990’an yang artinya ketertinggalan.

Pada grafik berikut diberikan gambaran pertumbuhan GDP dan utang masa 2009 – 2014.

Catatan. GDP adalah Gross Domestic Product (Pertumbuhan Domestik Bruto), Private adalah utang swasta mencakup korporasi dan bank, GoI adalah utang pemerintah.

Dengan melihat trend, pertumbuhan utang pemerintah selaras dengan pertumbuhan GDP. Tetapi pada utang swasta pertumbuhannya lebih pesat daripada GDP dan ini berindikasi penggunaan utang swasta tidak semata pada sektor produksi tetapi pada sektor konsumtif atau bahkan yang bersifat spekulatif

Dari penjelasan di atas, baik swasta serta pemeringah tidak perlu cemas yang berlebihan dalam berutang sejauh memang jelas kebutuhannya misalnya untuk pembangunan infrastruktur atau pengembangan industri serta sektor produktif, namun selalu disiplin dalam pengendalian, pengawasan dan pembayarannya.

Sinergi Langkah

Mungkin aneh jika dikampanyekan Gerakan Boros Nasional pada pemerintah, swasta korporasi, dan masyarakat untuk tidak menurunkan permintaan bahkan sebaliknya meningkatkan permintaan (demand). Tetapi, memang harus dicegah bersama terjadinya penurunan permintaan yang berdampak “downward spiral”. Yang pasti, tanpa investasi jangan berharap akan terjadi imbalan atau peningkatan pendapatan di masa depan.

Jika dilihat dari GDP, pemerintah porsi pemerintah kurang dari 10% dan sisanya merupakan kontribusi swasta serta masyarakat. Sehingga wajar jika pemerintah berupaya mendorong peran aktif swasta dan masyarakat untuk bersinergi bersama pemerintah mentransformasi perekonomian khusus dari kondisi resesi berbalik arah menuju pemulihan.

Saran bagi masyarakat, agar untuk sementara tidak memaksakan diri untuk menabung tetapi tetap berkonsumsi secara wajar.

Sementara bagi swasta dan korporasi, tidak melakukan pengetatan dan terburu-buru bahkan memaksakan pembayaran utang; upayakan penundaan melalui negosiasi serta tetap berutang terutama untuk investasi.

Bagi pemerintah, sangat tepat kebijakan untuk tidak mengetatkan anggaran. Upaya mendorong serta mengutamakan swasta tidak hanya dengan cara persuasi tetapi juga memastikan “fair playing field”.

Beberapa penjelasan di atas yang terasa janggal. Tetapi sesungguhnya demikianlah penyelesaian masalah perekonomian yang tidak dapat dilihat pada rentang waktu singkat tapi selayaknya memperhatikan untuk masa yang panjang. Perlu mempelajari (learn) dan mengaplikasikan penyelesaian permasalahan dengan memanfaatkan data secara komprehensif berpijak pada prinsip ekonomi, membuang perilaku menyesatkan dari masa lalu (unlearn), namun berkenan memanfaatkan pengajaran dari masa lalu yang ternyata tetap relevan (relearn).

Mengutip kata-kata Alvin Toffler : The illiterate of the 21st century will not be those who cannot read and write, but those who cannot learn, unlearn, and relearn”.

 

 

Jelang akhir pekan kedua Juli 2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun