"Ada lah, nih salah satu orang yang ada di depan mu." Mira menunjuk dirinya sambil menebar senyum tulus.
Saat itu Isak sangat bahagia dan tak menyangka wanita sekelas Mira bisa jatuh cinta dengannya tanpa memandang status seorang pria yang bekerja sebagai cleaning service di kantor tempat Ia bekerja.
Selama ini wanita yang Ia kenal sangat berbeda jauh dengan Mira. Karena dulu, Isak memiliki pekerjaan saja, mereka (wanita) masih memandang sebelah mata. Dengan memiliki pekerjaan sekarang apalagi.
Padahal Mira sendiri lahir dari keluarga yang cukup mampu. Mungkin, Mira sudah terlatih sejak remaja seorang wanita pekerja keras--mandiri. Sehingga Mira tidak memandang pria dari status pekerjaan. Sebab, menurutnya, semua manusia sama.
Mapan dan tidaknya seorang pria dibutuhkan proses melalui perjuangan yang panjang untuk mencapai segala sesuatu membutuhkan waktu, kerja keras, dan tentu saja orang-orang sekitarnya memberikan support agar dapat tercapai cita-cita.
Ketika hubungan mereka berjalan sudah setahun. Karena Isak tidak ingin hidup di zona ini sehingga Ia bertekad pergi ke Kota Jakarta mencari pekerjaan yang layak.
Isak juga tidak mau dan tidak ingin saat mereka melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan biaya ditanggung Mira seorang diri--bergantung hidup kepada Mira. Di mana tanggung jawabku sebagai kepala rumah tangga bagi Mira dan anak-anakku nanti?
Karena itu yang selalu berseliweran di hati dan pikiran Isak sehingga tekad Isak sudah bulat--mendapatkan pekerjaan yang layak.
****
"Mir, saya tidak bisa terus menerus seperti ini. Saya harus mencari pekerjaan, tidak lama lagi kita akan segera menikah." Ucap Isak saat mereka duduk makan di warung yang sama--pertama kali mengajak Mira makan malam. Isak berharap Mira menyetujui keinginannya itu.
"Saya tidak keberatan kalau itu memang jalan terbaik untuk kita berdua. Tapi, saya juga mau katakan sesuatu. Saya harap ini tidak menjadi penghalang hubungan kita nanti." Cemberut wajah Mira.