"Permisi!" Aku sambil mengetok pintu.
"Siapa yah?" suara dari dalam rumah.
"Leo, anakku. Kenapa tidak memberitahu ibu. Hah?!" ibuku kaget dan senang saat membuka pintu, aku yang tengah berdiri di depan pintu. Ibu memelukku penuh kerinduan. "Ayo masuk nak." Lanjutnya.
"Ayah, aku pulang. Ayah, anakmu pulang." Teriakku saat masuk.
Ruang tamu suasananya begitu dingin dan sepi seperti seorang kekasih pergi jauh tanpa kabar.
"Ibu, ayah di mana? Ayah ke mana, Bu?!
Ibu diam dan terus melangkah di depanku. "Jangan bilang kalau ayah...?" Perasaanku mulai curiga.
Saat sampai di ruang tamu, hendak ibu mau menuju dapur. "Ibu!" lanjutku dengan suara memohon.
Ibu berhenti dan berbalikkan badannya namun tak berkata apa-apa hanya berlinang air mata saat ibu menatapku dari jauh.
"Tidak! tidak! tidaaaakkkk!"
[Waktu itu ibu menelpon mu ingin memberi kabar tentang kondisi ayahmu. Tapi ayahmu tak ingin membuatmu cemas. Sehingga ibu tak mengabari mu tentang kondisinya.
Seusai ibu menelpon mu. Ayahmu menghembuskan nafas terakhirnya  setelah mendengar ucapanmu; "Iya Bu. Nanti Leo usahakan."
Ayahmu berpesan sama ibu bahwa setelah Leo pulang sampaikan padanya. Adiknya Emil tidak boleh putus sekolah]. Ibu bercerita panjang saat kami duduk di ruang tamu.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 WIT. "Istirahatlah nak" ucap ibu dan beranjak dari tempat duduknya itu.
"Baik Bu."
***
Pagi itu kabut masih bertengger di udara, aku mengunjungi makam ayah yang tak jauh dari rumah. Sekitar 5 meter jauhnya.
"Maafkan Leo, ayah. Leo belum membahagiakan ayah. Mengapa ayah pergi secepat ini. Terima kasih ayah, terima kasih telah membesarkan ku." Pagi itu aku menangis tersungkur di makam ayah.
Pagi itu, matahari mulai nampak di ufuk timur, seusai mengunjungi makam ayah di halaman rumah, aku masuk ke rumah.
Saat kaki ini mau melangkah masuk ke kamarku. "Leo," suara ibu dari dapur.
"Iya ibu, ada apa?" sahutku.
"Sarapan dulu. Bangunkan adikmu Emil, kita sarapan bersama.
"Baik Bu."
"Kak, dua hari lagi Emil mau ujian" kata Emil saat kami sarapan pagi di meja makan.
"Iya. Besok kaka ke sekolahmu. Emil dan ibu tidak usah pikirkan itu." Jawabku tak seirama dengan dalam hati. Namun aku berusaha meyakinkan Emil dan ibuku agar mereka tidak kecewa.
Seusai makan pagi, aku langsung masuk kamarku. "Aku cari uang ke mana?" termenung dalam kamarku. "Apa aku jual saja, arloji, pemberian Lucy?"
Aku beranjak dari tempat tidur menuju ke laci meja.
"Leo" temanku Faldo memanggilku.
"Bagaimana, Faldo?" tanyaku saat keluar dari kamarku dan membuka pintu.
"Hari ini mau ke mana?" tanyanya dengan 'seragam' lengkap, mau ke kebun.
"Ada urusan sedikit" jawabku singkat.
"Baiklah!" sambutnya lalu pergi.
Setelah Faldo pergi aku kembali ke kamarku. Baru saja aku memegang gagang pintu kamarku, aku ingat dengan sebuah kado pemeberian Ary. Aku pun masuk kamar langsung mengambil kado tersebut di dalam tasku.
***
"Halo, Ary" lewat telepon.
"Halo juga" jawab Ary.
"A..aku minta maaf soal di Bali."
[Bersambung]
Bailengit, 9 Juli 2023
Arnol Goleo [06:44]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H