Mohon tunggu...
Nolwi
Nolwi Mohon Tunggu... Usaha sendiri -

Akar kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.(Mahatma Gandhi 1869-1948)

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Jelang Pilkada DKI: Moncong Putih vs Moncong Hitam

3 Agustus 2016   22:38 Diperbarui: 3 Agustus 2016   22:45 1145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Marilah mencermati Pertarungan Moncong Putih Vs Moncong Hitam, Jelang Pilkada DKI.

Cerita soal dugaan adanya moncong putih dan moncong hitam, di dalam internal PDI Perjuangan menarik untuk kita cermati. Tanpa berburuk sangka atau ikutan masuk dalam urusan rumah tangga Partai PDI Perjuangan, bukanlah maksud penulis  untuk membuka bahwa adanya dugaan telah terjadinya pertarungan halus di dalam internal PDI Perjuangan.

Demikian juga  tulisan ini tidak bermaksud ikut cawe-cawe kedalam kondisi internal partai tersebut . Tapi hanya sekadar memberi masukan sekaligus membuka telinga dan pikiran kita, sebagai salah satu rakyat Indonesia yang masih peduli dengan perkembangan politik di tanah air.

Tentu kita tidak rela bila suatu partai nasionalis yang selama ini disegani lalu di ganggu-ganggu oleh kepentingan internal beberapa oknumnya yang punya posisi cukup berpengaruh dalam pertarungan dan seolah mereka-mereka itu saat ini terkesan kebingungan dalam menghadapi pilkada di DKI.

Bingung entah soal apa, tapi klimaks kebingungan ini, nampak dalam pertemuan terbaru pengurus tingkat DPD DKI antara pengurus PDI Perjuangan dengan Pengurus PKB. Dalam pertemuan ini disebukan bahwa mereka sepakat kedua pengurus tersebut tidak untuk milih Ahok alias asal bukan Ahok???.

Suatu pernyataan politik yang cukup aneh, karena yang namanya partai besar tentu berpikirnya tidak cenderung kepada pribadi-pribadi tertentu apalagi sampai menyebutkan nama seorang Ahok sebagai seorang yang tidak harus di dukung bahkan dengan pokok kesepakat tidak memilih Ahok.??

Bijakkah? Pernyataan seperti ini bagi sekelompok politisi yang kabarnya mewakili konstituennya  untuk hanya sekadar menyerang pribadi seorang Ahok, hanya karena dia tidak disukai, dimana dari sisi mereka, Ahok dianggap kurang sopan santun? Lalu seolah menjadikan sentimen ini menjadikan stempel, terkesan  itulah suara partai atau suara seluruh pengurus setingkat DKI?.

Lagi-lagi, sungguh menggenaskan, seolah sudah di luar akal sehat  sebagai seorang politisi yang di tuntut bijak. Ternyata tak lain hanyalah sekumpulan orang yang sepakat tidak menyukai seorang calon gubernur, lalu kompak untuk tidak memilihnya.

Bertindak bijak dan berpikir objektif  tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau kelompoknya. Seolah mulai luntur di dalam suatu partai politik yang bernama PDI-Perjuangan.

Dengan lambang moncong putih yang lahir dengan ujian setelah terjadinya pristiwa 27 juli. Dimana saat itu, kubu Suryadi yang di dukung pemerintah, berusaha merebut kepemimpinan PDI dari tangan Megawati. Maka atas dasar itu, sebagian elemen bangsa ini bahu membahu membela Megawati yang saat telah dizalimi oleh penguasa orde baru.

Kader moncong putih yang masih konsisten dengan perjuangannya, tetaplah dia menjadi moncong putih yang sejati. Tanpa harus mengharapkan pamrih atas perjuangannya membela partai dan sekaligus rakyat yang di representasikan kepada rakyat wong cilik.

Mereka mereka yang dulu saat muda dan tentu sekarang sudah mulai berumur banyak mengalami pahit getirnya berpolitik sampai harus mengorbankan jiwa dan raganya yang selalu terancam dari belenggu penguasa saat itu.

Komitmen dengan perjuangan membela wong cilik  dalam PDI-Perjuangan dan setia dengan pemimpin yang memberi perintah penugasan partai kepada mereka. Juga konsisten dengan pola hidup marhaen nya. Itulah salah satu kriteria seorang kader moncong putih.

Tetapi anti tesis dari istilah moncong putih ini, adalah moncong hitam. Tentunya definisi moncong hitam ini adalah mereka yang berseberangan dengan moncong putih. Apa yang diperjuangkan untuk dilawan dizamanya membela wong cilik , justru oleh kader ini, yang dilakukan adalah sebaliknya.

Moncong hitam, lebih mengutamakan membela kepentingan pribadinya.

Moncong hitam mengaku marhaen tapi tampilan kapitalis

Moncong hitam gampang emosi, lalu mulai membuat scenario mengakali perintah npartainya.

Moncong hitam, sudah tahu di tolak rakyat, tapi tetap saja ingin ambisi maju dalam pilkada.

Moncong hitam beberapa kali sering dipanggil jadi saksi kasus-kasus korupsi.

Moncong hitam seolah lupa kacang dengan kulit, dulu berjuang untuk wong cilik, sekarang mendatangi wong cilikpun sudah jarang.

Dan berbagai kelakuan yang sering dipertontonkan didepan public seolah membuat cerita sinetron seperti yang kita lihat di berbagai media.

Sebelum terlambat maka sudah seharusnya roh perjuangan partai ini dikembalikan kepada jati dirinya yakni membela kaum marhaen yang terpinggirkan. Jika terbuai dengan permainan para moncong hitam ini. Maka bersiaplah, cepat atau lambat rakyat semakin tidak percaya lagi dan akan menghukumnya.

Kapan rakyat akan menghukumnya, mari kita lihat saat pilkada sebagai sinyal peringatan awal yang mesti dicermati oleh para kader dan simpatisannya sebagai bahan introspeksi diri…

Salam nusantara….

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun