Mereka mereka yang dulu saat muda dan tentu sekarang sudah mulai berumur banyak mengalami pahit getirnya berpolitik sampai harus mengorbankan jiwa dan raganya yang selalu terancam dari belenggu penguasa saat itu.
Komitmen dengan perjuangan membela wong cilik  dalam PDI-Perjuangan dan setia dengan pemimpin yang memberi perintah penugasan partai kepada mereka. Juga konsisten dengan pola hidup marhaen nya. Itulah salah satu kriteria seorang kader moncong putih.
Tetapi anti tesis dari istilah moncong putih ini, adalah moncong hitam. Tentunya definisi moncong hitam ini adalah mereka yang berseberangan dengan moncong putih. Apa yang diperjuangkan untuk dilawan dizamanya membela wong cilik , justru oleh kader ini, yang dilakukan adalah sebaliknya.
Moncong hitam, lebih mengutamakan membela kepentingan pribadinya.
Moncong hitam mengaku marhaen tapi tampilan kapitalis
Moncong hitam gampang emosi, lalu mulai membuat scenario mengakali perintah npartainya.
Moncong hitam, sudah tahu di tolak rakyat, tapi tetap saja ingin ambisi maju dalam pilkada.
Moncong hitam beberapa kali sering dipanggil jadi saksi kasus-kasus korupsi.
Moncong hitam seolah lupa kacang dengan kulit, dulu berjuang untuk wong cilik, sekarang mendatangi wong cilikpun sudah jarang.
Dan berbagai kelakuan yang sering dipertontonkan didepan public seolah membuat cerita sinetron seperti yang kita lihat di berbagai media.
Sebelum terlambat maka sudah seharusnya roh perjuangan partai ini dikembalikan kepada jati dirinya yakni membela kaum marhaen yang terpinggirkan. Jika terbuai dengan permainan para moncong hitam ini. Maka bersiaplah, cepat atau lambat rakyat semakin tidak percaya lagi dan akan menghukumnya.