Mohon tunggu...
Nolwi
Nolwi Mohon Tunggu... Usaha sendiri -

Akar kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.(Mahatma Gandhi 1869-1948)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pernyataan Deparpolisasi, Mungkinkah Sinyal Perpecahan di PDI-Perjuangan?

13 Maret 2016   14:38 Diperbarui: 14 Maret 2016   09:03 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*)foto ilustrasi : antaranews.com

Saya mencoba mengingat kembali cerita tentang PDI-Perjuangan. Tentunya yang masih segar dalam ingatan kita adalah saat Jokowi dicalon menjadi gubernur DKI.

Peristiwa pencalonan ini terasa unik, bagaimana tidak rada unik karena pada saat posisi yang sama beliau menjadi walikota Solo yang terpilih untuk periode kedua. Saat itu terjadi pro dan kontra baik dari masyarakat kota Solo maupun dari kepengurusan PDI-Perjuangan di wilayah DKI.

Magnet atau daya tarik atas kesuksesan Jokowi yang begitu kuat membuat DPP PDI-Perjuangan tertarik untuk mencalonkannya menjadi calon Gubernur DKI.

Walaupun disisi lain terlihat (perkiraan) beberapa pengurus ditingkat wilayah DKI ada rasa kurang nyaman. Tapi untuk menunjukkan rasa kurang nyaman itu, bila diperlihatkan secara terang-terangan akan dirasa kurang elok. Tetapi sebetulnya rasa kecewa yang mendalam menjadi memori tersendiri bagi beberapa orang pengurus diwilayah ini.

Belum lagi ada kesan seolah-olah pengurus di DKI kekurangan kadernya untuk maju jadi calon Gubernur, sehingga mesti didatangkan dari wilayah lainnya.

Memori kekecewaan akan pencalonan Jokowi menjadi cagub DKI, sempat berkurang disaat Jokowi sukses memenangi pilkada.
Selama Jokowi menjadi gubernur terkesan hubungan antara gubernur dan DPRD terasa aman nyaman sebagaimana adanya. Bahkan program Jokowi terhadap pembangunan Jakarta lancar bisa fokus blusukan kemana-mana. Sampai ke penggusuran waktu Pluit juga seperti tak ada hambatan. Lain dengan kali jodoh?

Problem kembali muncul disaat Jokowi terpilih sebagai Presiden, dimana saat itu otomatis kursi Gubernur yang ditinggalkan oleh Jokowi dalam posisi kosong. Serta Ahok sebagai wakil otomatis untuk sementara menjalankan roda pemerintahan.

Disaat kursi Gubernur dalam posisi kosong, berbagai manuver dan perang opini di media oleh para politisi di DKI menjadi berita sehari-hari. Masing-masing membuat analisa seolah diri mereka atau partai merekalah yang layak untuk menjadi Gubernur menggantikan Jokowi.

Jadi selama Gubernur DKI yang baru, belum di lantik, semakin seru manuver-manuver politis yang dilakukan oleh perseorang maupun kelompok untuk memperebutkan posisi ini. Bahkan Ahok sempat menjadi bulan-bulan dihantam oleh berbagai isu sara.
Pertarungan perebutan kursi Gubernur setelah ditinggal oleh Jokowi akhir diakhiri dengan keluarnya SK Kemendagri mengangkat Ahok sebagai Gubernur definitif dan Jarot menjadi wakil gubernur.

Tapi ketegangan masih tetap berlanjut saat rapat pleno paripurna DPRD DKI apakah menolak ataukah menerima pengangkatan Ahok sebagai Gubernur. Ketar ketir semua pihak masih tetap berlanjut, ketidak pastian masih terlihat hanya karena DPRD diduga akan mempermainkan polemik ini yakni dengan cara menolak Ahok menjadi Gubernur.Siapakah yang bermain dalam kekisruhan ini, ya mereka-merekalah yang ada didalam gedung DPRD.

Seolah suara mayoritas PDI Perjuangan di parlemen DKI tak mempunyai kemampuan untuk meredam semua ini? Gejala menggantung seperti ini jangan heran terkesan seperti di sengaja, seolah banyak pihak di dewan yang tidak setuju ditetapkannya Ahok menjadi gubernur.

Lagi-lagi pelajaran buat kita bahwa manuver secara halus untuk menolak Ahok menjadi gubernur, dapat diatasi dengan ketegasan mendagri walaupun gangguan-gangguan kecil untuk menolaknya masih tetap ada.

Politik di Jakarta terasa suhunya mulai agak turun saat pelantikan Ahok yang juga di hadiri oleh beberapa ketua parpol termasuk Megawati.

Tetapi perubahan mendadak, berbalik kembali panas. Setelah Ahok mulai mempermasalahkan Rancangan APBD DKI. Banyak pihak yang berkaitan dengan RAPBD itu kebakaran jenggot. Akibat dari tindakkan Ahok membuka ke publik. Tentang apa saja yang terdapat dalam item-item RAPBD yang dia rasa janggal dan terkesan menghambur-hamburkan uang rakyat, salah satunya kasus UPS.

Ahok dituduh balik bahkan sampai dipansuskan oleh DPRD termasuk fraksi PDI-Perjuangan yang mungkin saja ikut menyetujui lahirnya pansus untuk Ahok. Sampai akhirnya pembuktian pansus ini tak pernah jelas dan kesimpulannya hanya bersifat umum tak pernah fokus yakni mulai dari tuduhan korupsi soal pembangunan kota tua bergeser ke pemalsuan RAPBD sampai ke hal-hal pribadi soal kasarnya mulut Ahok, itu juga ikut dipermasalahkan.

Saat itu Ahok terancam untuk di berhentikan oleh DPRD DKI, barulah setelah Megawati secara tegas menyatakan PDI-Perjuangan akan tetap mendukung Ahok. Maka riak-riak politik di DKI semakin berkurang.

Dari kesimpulan kejadian ini, saya berkesimpulan sebetulnya kekecewaan mendalam beberapa pengurus PDI-Perjuangan di tingkat wilayah DKI(mungkin). Atas penunjukan calon-calon gubernur sebelumnya oleh DPP nya membuat mereka tak berkutik untuk melawan DPP nya sendiri. Kekesalan itu terlihat dukungan mereka terhadap tidak tulus untuk mensupport kinerja Ahok dalam membangun Jakarta.

Didepan seolah bermain sandiwara mengatakan dukung Ahok, kami teman baik dan sebagainya. Tapi dalam kegiatan politik terutama di DPRD bila tak ada perintah dari DPP nya mereka terkesan tetap mba lelo untuk mengerjai Ahok. Nampak sekali terlihat, bagaimana Ahok di kerjai soal RS. Sumber Waras seolah mereka membiarkan teman-teman mereka untuk selalu menuding Ahok soal masalah RS SW ini.

Dukungan atau manuver terhadap Ahok yang setengah hati ini, dimana suatu saat dia bisa menjadi sahabat politik tapi sisi lain dia bisa menjadi pisau bermata dua. Lihat saja kasus bagaimana Ahok terancam mau diberhentikan melalui pansus RAPBD.

Tapi bila tidak mendapat dukungan dari yang lebih kuat di atasnya seolah mencari aman seolah baikan tak terjadi apa-apa. Coba jika sebaliknya bila di DPP nya sejalan dengan pikiran dan kekesalannya yang terpendam selama ini. Maka ibarat bensin disulut api dengan cepat meledakkan emosinya mengeluarkan statement yang terpendam selama ini, menuduh balik apa saja yang bisa buat senjata untuk menyerang Ahok akan dipergunakannya.

Sungguh sangatlah menyedihkan bila sekelompok orang ini suaranya didengarkan oleh DPP nya. Lalu suara mereka ini seolah menjadi suara resmi partainya padahal melihat fakta dilapangan semua orang tahu bagaimana kinerja Ahok sebenarnya.

Membenturkan Ahok dengan PDI-P adalah sangat tidak baik, bila ada tundingan-tudingan bahwa pihak luar bermain untuk membenturkan PDI-P melawan pihak lainnya. Kiranya perlu untuk di renungkan kembali. Jangan-jangan justru dari internal PDI-P lah yang selalu memanas-manasi agar benturan ini tetap terjadi. Hanya karena ingin memuaskan napsu guna membalas atas kekecewaan mereka dimasa lalu.

Jangan sampai sakit hati sekelompok orang telah mempengaruhi para pengurus DPP nya untuk segera bertindak segera seolah melawan kehendak (sebagian) rakyat Jakarta. Akankah lebih baik meredam pengaruh sekelompok orang ini yang menurut catatan prestasi untuk rakyat Jakarta masih belum terlihat.Dari pada mengorbankan idealisme partai yakni membela wong cilik.

Sebelum terlambat ada baiknya penyataan Deparpolisasi, Independen lalu dianggap liberal. Segeralah di ralat atau ditarik sebelum menjadikan publik antipati secara masal atas ucap-ucapan yang sungguh miris dan menyentak hati rakyat.

Jika hanya surat sepotong yang dikeluarkan untuk mengatur secara internal akan ucapan atau statement kadernya agar tak sembarangan memberikan pernyataan. Mungkin saja itu cocok untuk internal partai. Tapi bagaimana dengan rakyat yang keburu mulai antipati dan men-cap bahwa dengan kalimat deparpolisasi seolah terkesan panik dan menyerang membabi buta.

Jangan sampai berkembang anggapan bahwa dulu PDI-Perjuangan dikerjai oleh penguasa Orde Baru. Lalu sekarang PDI-Perjuangan(oknum) mengerjai sebagian rakyat DKI.

Salam nusantara...

*)Foto ilustrasi : antaranews.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun