Seolah suara mayoritas PDI Perjuangan di parlemen DKI tak mempunyai kemampuan untuk meredam semua ini? Gejala menggantung seperti ini jangan heran terkesan seperti di sengaja, seolah banyak pihak di dewan yang tidak setuju ditetapkannya Ahok menjadi gubernur.
Lagi-lagi pelajaran buat kita bahwa manuver secara halus untuk menolak Ahok menjadi gubernur, dapat diatasi dengan ketegasan mendagri walaupun gangguan-gangguan kecil untuk menolaknya masih tetap ada.
Politik di Jakarta terasa suhunya mulai agak turun saat pelantikan Ahok yang juga di hadiri oleh beberapa ketua parpol termasuk Megawati.
Tetapi perubahan mendadak, berbalik kembali panas. Setelah Ahok mulai mempermasalahkan Rancangan APBD DKI. Banyak pihak yang berkaitan dengan RAPBD itu kebakaran jenggot. Akibat dari tindakkan Ahok membuka ke publik. Tentang apa saja yang terdapat dalam item-item RAPBD yang dia rasa janggal dan terkesan menghambur-hamburkan uang rakyat, salah satunya kasus UPS.
Ahok dituduh balik bahkan sampai dipansuskan oleh DPRD termasuk fraksi PDI-Perjuangan yang mungkin saja ikut menyetujui lahirnya pansus untuk Ahok. Sampai akhirnya pembuktian pansus ini tak pernah jelas dan kesimpulannya hanya bersifat umum tak pernah fokus yakni mulai dari tuduhan korupsi soal pembangunan kota tua bergeser ke pemalsuan RAPBD sampai ke hal-hal pribadi soal kasarnya mulut Ahok, itu juga ikut dipermasalahkan.
Saat itu Ahok terancam untuk di berhentikan oleh DPRD DKI, barulah setelah Megawati secara tegas menyatakan PDI-Perjuangan akan tetap mendukung Ahok. Maka riak-riak politik di DKI semakin berkurang.
Dari kesimpulan kejadian ini, saya berkesimpulan sebetulnya kekecewaan mendalam beberapa pengurus PDI-Perjuangan di tingkat wilayah DKI(mungkin). Atas penunjukan calon-calon gubernur sebelumnya oleh DPP nya membuat mereka tak berkutik untuk melawan DPP nya sendiri. Kekesalan itu terlihat dukungan mereka terhadap tidak tulus untuk mensupport kinerja Ahok dalam membangun Jakarta.
Didepan seolah bermain sandiwara mengatakan dukung Ahok, kami teman baik dan sebagainya. Tapi dalam kegiatan politik terutama di DPRD bila tak ada perintah dari DPP nya mereka terkesan tetap mba lelo untuk mengerjai Ahok. Nampak sekali terlihat, bagaimana Ahok di kerjai soal RS. Sumber Waras seolah mereka membiarkan teman-teman mereka untuk selalu menuding Ahok soal masalah RS SW ini.
Dukungan atau manuver terhadap Ahok yang setengah hati ini, dimana suatu saat dia bisa menjadi sahabat politik tapi sisi lain dia bisa menjadi pisau bermata dua. Lihat saja kasus bagaimana Ahok terancam mau diberhentikan melalui pansus RAPBD.
Tapi bila tidak mendapat dukungan dari yang lebih kuat di atasnya seolah mencari aman seolah baikan tak terjadi apa-apa. Coba jika sebaliknya bila di DPP nya sejalan dengan pikiran dan kekesalannya yang terpendam selama ini. Maka ibarat bensin disulut api dengan cepat meledakkan emosinya mengeluarkan statement yang terpendam selama ini, menuduh balik apa saja yang bisa buat senjata untuk menyerang Ahok akan dipergunakannya.
Sungguh sangatlah menyedihkan bila sekelompok orang ini suaranya didengarkan oleh DPP nya. Lalu suara mereka ini seolah menjadi suara resmi partainya padahal melihat fakta dilapangan semua orang tahu bagaimana kinerja Ahok sebenarnya.