Mohon tunggu...
Nolwi
Nolwi Mohon Tunggu... Usaha sendiri -

Akar kekerasan adalah kekayaan tanpa bekerja, kesenangan tanpa hati nurani, pengetahuan tanpa karakter, bisnis tanpa moralitas, ilmu tanpa kemanusiaan, ibadah tanpa pengorbanan, politik tanpa prinsip.(Mahatma Gandhi 1869-1948)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jebakan Munaslub, Golkar Akan di Akuisisi Oleh Petualang, Wewenang Wantim Diperluas?

26 Januari 2016   20:46 Diperbarui: 27 Januari 2016   00:23 1171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jebakan Munaslub, Golkar Akan di Akuisisi oleh Petualang, Wewenang Wantim Diperluas.

Awalnya setelah pidato rapimnas Golkar, ARB yang dianggap sebagai ketua umum versi munas Bali. Dalam pelaksanaa rapimnas tersebut dia mengatakan akan mendukung pemerintah dan segera akan mempercepat pelaksanaan munas minimal sebelum bulan puasa tahun ini yakni tahun 2016.

Pidato yang seolah memberi angin segar akan penyelesaikan konflik Golkar membuat pemerintah seolah semakin bersemangat dan semakin mempercayai keinginan dan niatan baik ini. Kalau memang betul niatan seperti apa yang dibicarakan dalam rapimnas tersebut. Maka sudah selayaknya kita mendukung kebaikan ini agar menjadi kebaikan bersama.

Keseriusan pemerintah dalam mencermati niatan baik ini ditunjukan atas keahadiran dalam penutupan rapimnas Golkar yang langsung dihadiri oleh wakil presiden Jusuf Kalla beserta menteri dalam negeri dan menkumham.

Dalam penutupan itu kembali dalam pidato penutupan ditegaskan lagi oleh ARB bahwa hasil rapimnas Golkar akan mendukung pemerintah dan akan segera mempercepat pelaksanaan munas. Walaupun dalam sidang-sidang komisi mayoritas DPD menolak diadakannya percepatan sidang tapi dengan catatan sebagian besar DPD menyerahkan keputusan munas, jadi atau tidak dilaksanakan, kepada ketua umumnya.

Pada titik ini dalam artian DPD menolak lalu menyerahkan keputusan kepada ketua umumnya. Bukanlah suatu penyataan yang cerdas, karena sudah pasti jika DPD tetap menolak tanpa embel-embel menyerahkan keputusan kepada ketua umumnya. Maka sudah pasti rencana munaslub tidak akan terwujud dalam artian munalub versi kepengurusan munas Bali. Maka efeknya bahwa resiko politik jauh akan lebih tinggi. Karena seperti kita ketahui sisi lain bahwa tim transisi yang dibentuk tetap akan melaksanakan munas jika andaikan munas Bali tetap menolak munaslub.

Dalam artian bahwa jika kamu (munas Bali) menolak untuk melaksanakan munaslub. Maka masih ada tim transisi yang akan melaksanakan munaslub tersebut. Dengan segala resiko dan konsekuensi yang harus diambil yakni Golkar harus diselamatkan walaupun ditetap ditolak oleh mereka-mereka yang mengaku sebagai kepengurusan munas Bali.

Namun ditengah-tengah kegalauan ini, cepat-cepat penolakan DPD yang dilematis tersebut, telah di netralisir dengan kata-kata “ keputusan munaslub diserahkan kepada ketua umumnya” pernyataan yang mengesankan standar ganda. Tapi ya itulah namanya politik, selalu saling mencermati kemana lawan akan melangkah.

DPD-DPD se-Indonesia akhirnya sepakat ingin bertemu secara langsung kepada umumnya untuk menjelaskan maksud hati penolakan mereka dan menyerahkan keputusan kepada ketua umum. Tentu kita bisa membayangkan mereka-mereka yang menghadap hari itu untuk menemui sang ketua yang kabarnya hanya 30 menit menjelaskan maksud dan tujuan munaslub serta resiko-resikonya jika mereka menolak. Saat itu juga kabarnya DPD langsung manggut-manggut tanda menyetujui apa yang menjadi penolakan mereka selama ini.

Ingat hanya 30 menit memberi petunjuk?..Untuk seorang politisi yang biasa berdebat dan berargumen berjam-jam, maka dengan waktu yang teramat singkat tentu akan bertanya-tanya ada apa gerangan?

Apakah mereka-mereka (DPD-DPD) yang menghadap sudah terlebih dahulu dikondisikan harus yes man alias harus diam pada saat menghadap ketuanya. Atau memang sudah ketakutan karena adanya tekanan psikologis jika benar-benar serius menolak munaslub tersebut lalu DPD nya akan segera dibekukan dengan alasan melawan kebijakan partai?

Terkesan sekali seolah mau memberikan sinyal, ini lho sebenarnya DPD-DPD menolak tapi karena kebaikan hasil jasa (.....???.....) maka munaslub akhirnya dilaksanakan dan memberi dukungan ke pemerintah. Jadi pemerintah harusnya berterimakasih atas upaya dan kerja keras selama ini. Maka selanjutnya janganlah bermain-main lagi dengan menahan-nahan SK dan sebagainya....

Kesan yang lain adalah, nih kami sudah sudah berjuang untuk munaslub walaupun sebelumnya kami konsisten menolaknya. Namun sekarang berkat keinginan tulus untuk memperbaiki Golkar. Akhirnya penolakan oleh DPD dapat di netralisir dan munaslub akan tetap dilaksanakan. Tentu ini mesti diingat ya, berkat kebaikan siapa.?

Sampai disini kita masih acungi jempol dua untuk mereka-mereka yang berniat baik menyelesaikan konflik ini suatu keberanian dan trobosan yang luar biasa. Mengapa luar biasa? Karena bagi mereka-mereka yang mengerti organisasi partai, sudah paham bahwa Keputusan Setingkat Munas haruslah diselesaikan juga dengan Munas. Tidak ada dalam kamus berorganisasi apalagi organisasi politik Keputusan Munas di kalahkan oleh keputusan Rapimnas, padahal forum tertinggi dalam partai adalah Munas.

Coba kita flash back kembali bahwa Keputusan menjadi Oposisi dan menetapkan kepengurusan 2014-2019 dalam munas di Bali adalah keputusan resmi Munas Golkar tahun 2014 menurut versi munas Bali. Serta keputusan saat itu disaksikan oleh publik seluruh rakyat Indonesia. Dimana dengan semangatnya mereka-mereka membacakan keputusan demi keputusan atas munas yang mereka selenggarakan.

Namun keputusan tahun lalu melalui munas yang kontroversi. Tetapi pada hari senin malam 25 Jan 2016 saat penutupan rapimnas Golkar. Dengan terang benderang diperlihatkan bahwa keputusan dari munas Bali telah di elaminir atau telah di tolak sendiri oleh DPD-DPD yang berkumpul di Rapimnas. (kesalahan kolektif yang seharusnya dipertanggung-jawabkan dalam munaslub)

Logika standar saja bahwa kumpulan DPD yang terdiri dari 34 DPD ditambah DPP dan undangan lainnya. Lalu mereka berkumpul di Jakarta hadir dalam forum yang bernama Rapimnas (Rapat Pimpinan Nasional) dan membuat keputusan yang bertentangan dengan hasil munas Bali. Dimana munas Bali dalam AD/ART partai adalah forum tertinggi partai untuk memutuskan arah dan haluannya. Serta dalam munas dihadiri oleh seluruh DPD dan DPC serta Organisasi kino-kino atau anak partai, DPP, Para sesepuh dan sebagainya.

Penentangan hasil munas melalui forum setingkat dibawahnya, merupakan sinyal suatu preseden buruk dalam organisasi sekelas partai politik. Bagaimana mungkin forum tertnggi partai hanya di atur semaunya saja oleh forum sekelas dibawahnya yakni forum rapimnas. Lalu dalam forum rapimnas keputusan-keputusan strategis diserahkan kepada ketua umumnya?? Bukan kah ini akan menciptakan diktator ketua umum dalam berpartai?? Apapun namannya langkah ini adalah langkah yang paling keliru dalam berpartai??

Mengapa keliru?, dari sisi mekanisme bahwa keputusan tertinggi partai di forum munas telah di elaminir dalam forum setingkat rapimnas. Dari sisi pelanggaran partai jelas sekali ini melanggar AD/ART partai. Serta konsekuensinya jika ketua umum sendiri yang melanggar AD/ART. Maka dalam forum munaslub-lah agar mereka-mereka dimintai pertanggung-jawabanya atas pelanggaran yang mereka lakukan. Tapi bagaimana mungkin jika munaslub yang akan diselenggarakan justru panitia atau penyelenggaranya adalah mereka-mereka yang sebelumnya melanggar keputusan munas. Suatu hal yang tidak mungkin dilakukan???

Kita tahu bahwa setelah rapimnas seperti yang dimuat dalam beberapa media, terkesan di beberapa petinggi rapimnas mengomentari bahwa keinginan mereka adalah agar bisa menjadi penyelenggara munaslub yakni adalah kubu Bali. Adalagi penyataan yang terkesan menginginkan agar SK Menkumham segera dikeluarkan supaya legalitas penyelenggara sah sebagai pengurus yang akan laksanakan munaslub tersebut.

Lagi-lagi saya katakan kedua keinginan ini adalah konyol, dan pemerintah tak akan semudah ini memenuhi keinginan mereka. Hanya karena pemerintah di-imingi dengan telah didukung oleh Golkar? Dan dijanjikan akan melaksanakan munaslub? Mereka lupa bahwa selama ini mereka sendiri telah menyatakan oposisi dan menolak munaslub. Kok tiba-tiba menyatakan menjadi pendukung dan mau munaslub? Semudah itukah pemerintah akan percaya? Kiranya tak perlu di jawab? Cukup kita tertawa dalam hati masing-masing semoga kelucuan ini tidak berlanjut?

Lain lagi dengan rumors bahwa adanya kursi Dewan Pertimbangan???.. Selama konflik ini nama-nama mereka yang masuk dalam dewan pertimbangan menjadi bulan-bulanan kedua kubu artinya terjadi tarik menarik untuk setiap anggota Wantim atau Dewan pertimbangan agar secara pribadi mendukung masing-masing kubu. Tapi secara umum wantim sebetulnya peranannya tidak dianggap sama sekali oleh mereka-mereka yang berkonflik, alias tak ada pengaruh apa-apa terhadap mereka walaupun kinerja ataupun saran dari wantim baik adanya. Tapi jika tidak sesuai dengan keinginan ketua umumnya maka wantim dicuekin. Bahkan terkesan tidak dianggap sama sekali.

Tapi sekarang terdengar rumors bahwa kursi wantim akan diduduk oleh mereka-mereka yang berkonflik, jika menjadi mantan ketua umum maka untuk memberi penghormatan kepada mereka ditempatkanlan mereka kedalam wantim atau dewan pertimbangan ini. Sampai disini itu boleh-boleh saja untuk menghormati jasa-jasa mereka selama ini.

Tapi yang tidak boleh adalah, bahwa kewenangan atau kekuasaan Dewan Pertimbangan akan diperluas adanya, seolah jabatannya melebih ketua umum. Lalu mulailah diarahkan kewenangannya agar Wantim seolah Ketua Umum Senior dan Ketua yang sebenarnya terpilih dalam munas hanya menjadi ketua umum yunior. Jadi seperti konsep di Singapura ada perdana menteri tapi ada menteri senior. Atau Wantim seolah menjadi owner partai dan ketua umumnya adalah pekerja partai??

Arah-arah kecurigaan untuk merekayasa wewenang untuk memperluas jawabatan Wantim dengan cara merubah AD/ART partai Golkar mulai tercium? Jangan sampai kerjaan konyol yang merusak partai ini dilakukan oleh oknum-oknum golkar yang tidak bertanggung-jawab.

Dengan skenario misalkan wewenang wantim diperluas salah satunya adalah dapat memecat ketua umum?? Maka jika usulan ini dipaksakan,.bukan tidak mungkin Golkar selesailah sudah dari partai yang demokratis akan menjadi partai diktator.
Semua seakan tergantung oleh ketua Wantim, dan sekaligus ketua wantim dan tim nya akan menjadi owner partai seumur hidup. Dalam artian kalau mereka owner, maka sesukanyalah mereka akan bertindak semaunya seperti dalam suatu perusahaan, semua tergantung dari ownernya.?

Kita bisa menyaksikan masih ada beberapa perilaku elit partai tertentu bertingkah laku bagai seorang owner partai. Betapa tidak sukanya rakyat dengan partai demikian dan pola tingkah seperti ini sudah saatnya dijauhi. Tapi kalau justru ini diamini oleh yang mengaku pengurus saat ini dan mau diperlakukan sebagai budaknya owner partai. Maka cepat atau lambat partai akan hancur??
Akankah Golkar mengalami kondisi ini?? Segeralah bertindak agar menyetop keinginan buruk yang jelas-jelas nyata ancaman ada didepan mata dan tindakan ini hanya memenuhi napsu serakah beberapa oknum partai saja?

Bagaimana cara mendeteksi sinyal atau alarm letak serakahnya??Salah satu contoh marilah kita lihat masa lalu dimana sebuah organisasi besar yang di obok-obok dan kondisinya sampai sekarang terseok-seok tanpa pernah bisa bangkit kembali... Apa itu? ...tebaklah sendiri?

Salam nusantara....

*) Sumber gambar : polanusa.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun