"Awalnya aku kira dia hanya kecapekan ketika kuberi kode untuk berhubungan tapi lama-lama aku merasa ada yang salah. Apa menurutmu aku kurang cantik sampai-sampai ketika aku telanjangpun laki-laki tidak tertarik? Aku masih perawan, aku jamin aku masih perawan", lanjutnya lagi.
Jantungku berdetak tak beraturan mendengar pengakuannya. Kucubit pipiku untuk meyakinkan ini nyata atau mimpi. Benar-benar aku tak bisa berkata apa-apa, aku hanya memeluknya.
Zahra, Surabaya
Zahra gadis berkerudung dengan wajah manis, berpenampilan modis dengan  jilbab dan gamis yang selalu harmonis. Aku mengenalnya ketika dia menjadi anak baru di sekolahku sewaktu kelas 2 SMA. Berasal dari Surabaya yang pindah ke Medan mengikuti bapaknya yang bekerja di Bank Indonesia.
Pertemanan kami semakin akrab ketika kami sama-sama kuliah di Jakarta walaupun berbeda kampus.
Zahra menikah dengan seorang pria tanpa pacaran. Dari dulu dia memang ingin ta'aruf. Setelah menikah dia ikut suaminya tinggal di Semarang.
Sejak menikah dia praktis menghabiskan waktunya di rumah. Dia memiliki 4 orang anak yang semuanya laki-laki. Â Suaminya yang bekerja di instansi pemerintah sering dinas ke luar kota. Walaupun repot tapi kelihatannya dia sangat menikmati perannya sebagai ibu.
Lama tak mengobrol, suatu kali aku melihat status whatsaap nya kalau dia pindah rumah. Tanpa pikir panjang aku memberi ucapan selamat atas rumah barunya. Setelahnya kami mengobrol berjam-jam lamanya.
"Aku sekarang tak bersuami, jadi mau ijin ke siapa? Paling ke anak-anak", katanya.
"Hah? Maksudnya gimana? Suamimu sedang dinas ke luar kota?", kataku ragu.
"Bukan, aku sudah cerai", katanya.
"Serius? Bukannya kau hamil anak ke 5 sekarang? Aku jadi bingung", kataku yang memang bingung.
"Panjang deh ceritanya, kapan-kapan aku ceritakan. Intinya seperti yang kubilang tadi", jelasnya singkat.
"Oh, tapi anak yang dikandunganmu itu gimana?", tanyaku.