Aku baru tahu ternyata hal urgent seperti ini bisa didahulukan dengan melampirkan dokumen pendukung. Aku melampirkan beberapa hasil diagnosa dokter dan foto ibu yang sedang sakit. Proses pembuatan paspor tidak lama karena aku tidak melewati antrian. Setelah itu aku pamit dan 2 hari kemudian aku dikabari paspornya sudah jadi.
Setiap hari aku mengkuatirkan keadaan ibu dan aku semakin sedih karena tidak bisa menjenguknya.
"Inang (mama) kenapa sih? Sekarang jadi aneh?", tiba-tiba saja anak tengahku ngomong. Inang adalah panggilan anak-anak buatku, artinya mama.
"Aneh kenapa? Inang biasa saja", balasku menutup kekuatiran.
"Oppung (nenek) lagi sakit Diego, Inang sedih. Emangnya kalau Inang sakit kamu tidak sedih?", kata anak sulungku menjelaskan. Oppung adalah panggil mereka buat neneknya.
"Iya aku tahu, tapi apa Inang harus jadi aneh?", balasnya lagi.
"Aneh apa sih maksudnya?", kataku minta penjelasan.
"Sejak Oppung sakit, Inang jadi tidak jelas. Lihat hp terus, kita tidak boleh pegang hp Inang. Trus Inang juga tidak masak yang enak-enak lagi", protesnya.
"Inang hanya kuatir keadaan Oppung. Inang sedih belum bisa jenguk kesana. Makanya doain Oppung supaya cepat sembuh. Diego kok tidak pernah doain Oppung sih", kataku.
"Bukannya aku tidak mau doain tapi aku bingung harus berdoa apa. Misalnya kita doain supaya Oppung sembuh tapi Oppung malah pengen mati. Nanti Tuhan bingung, kita doain sembuh tapi orangnya malah minta mati", katanya.
Bagai disambar petir dapat penjelasan seperti itu.