Wanita itu menghardik kepada entah apa. Kepada entah siapa. Yang kutahu dua balitanya masih lelap dalam tidurnya. Walau sesekali diusap rambut dan diciumi keningnya. Hingga membekas merah bibir dan bedak tabur yang luntur. Sembari mengucap doa-doa pengubah nasib. Lalu, apa mungkin ia menghardik lampu yang kemerah-merahan, dingin dan gerimis yang masuk lewat celah retak genting ?. Sambil menangis lalu berkata ”Apa lagi mauMu, TUHAN... ?.” Ahhh, entahlah... bahkan aku tidak bisa terus menerka. Tak ada kata. Di rumah bedeng 3x4meter seperti ini memang selalu ada banyak tanya. Tentang belubu tak terisi, tentang susu tak terbeli, juga tentang penantian dan keadilan.
Wanita itu menghardik kepada entah apa. Kepada entah siapa. Adakah ia menghardik Tuhan ? Ataukah kepada fajar ketika ”tuan” tak kunjung datang ?.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI