“Shanti.” ujarnya dalam hati.
Tapi ada yang berbeda dengan Shanti. Air mukanya pucat memutih seperti tisu. Ia melangkah dengan nafas terengah-engah. Bola matanya sedikit cekung menatap ruang kelas yang akan dimasukinya.
“Ada apa dengan Shanti hari ini?” Lina membatin. Dirinya mencemaskan kondisi Shanti.
Shanti memasuki ruangan kelas disusul oleh Lina. Ia telah berpamitan dengan Fanny dan Inar. Ia menemukan Shanti sudah duduk di tempatnya. Lina juga mengambil kursi yang berada di sebelah Shanti dan duduk bersamanya.
“Shanti, kamu kenapa? Kamu sakit?“ tanya Lina.
“Aku hanya tidak enak badan.“ ujar Shanti lemas.
“Kau yakin?“ tanya Lina memastikan.
“Ya.“ pungkasnya singkat.
Walaupun sudah mendengar jawaban yang disampaikan temannya, ia masih merasa tidak yakin. Ada sesuatu yang disembunyikan temannya. Sesuatu yang mengguncang jiwanya. Entah mungkin masalah keluarga atau mungkin asmara. Lina tak mau menerka-nerka terlalu jauh. Tapi, sorot matanya yang cekung dan dingin, membuat Shanti tampak menakutkan sekaligus membingungkan Lina. Baru pertama kali kondisi Shanti aneh seperti ini.
“Kau mau kubawakan air hangat?“ Lina coba menawarkan bantuan.
“Boleh.“sahutnya.