Mohon tunggu...
Arna Dwi Harjatmi
Arna Dwi Harjatmi Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Pendidikan

Senang belajar, berkarya, dan berbagi, hobi jalan-jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar tentang Praktik Education for Sustainable Development di Jepang

2 Desember 2024   20:35 Diperbarui: 2 Desember 2024   23:44 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development/ESD) merupakan salah satu tema utama pendidikan di masyarakat internasional saat ini. Jepang sangat antusias dengan pengembangan ESD. ESD di Jepang berakar dari komitmen global yang ditetapkan oleh UNESCO pada Konferensi Dunia tentang Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg pada tahun 2002. ESD bertujuan untuk mempromosikan pendidikan yang mengintegrasikan dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam kurikulum pendidikan. Jepang telah menunjukkan antusiasme yang besar terhadap ESD, dengan meningkatnya jumlah Sekolah Terkait UNESCO dari 16 pada tahun 2005 menjadi 1.115 pada tahun 2023. ESD di Jepang berfokus pada pengembangan pemimpin yang berkontribusi pada masyarakat berkelanjutan dan terintegrasi dalam Kebijakan Pendidikan Nasional.

Transisi Kebijakan ESD di Jepang

UNESCO Associated Schools (Sekolah UNESCO) didirikan pada tahun 1953 untuk menggabungkan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalam Piagam UNESCO ke dalam lingkungan pendidikan yang menawarkan pendidikan internasional. Saat ini Sekolah UNESCO telah dikembangkan menjadi Jaringan Proyek Sekolah UNESCO Associated Schools (ASPNet). Jumlah Sekolah UNESCO di Jepang telah meningkat pesat selama dua dekade terakhir, dari hanya 16 pada tahun 2005 menjadi 1.115 pada bulan Maret 2023. Jumlah ini mewakili sekitar 10% dari 11.500 Sekolah UNESCO di 182 negara di seluruh dunia.

Saat ini, tidak hanya Sekolah-sekolah UNESCO tetapi semua sekolah di Jepang didorong untuk berpartisipasi dalam ESD. Bahkan, Sekolah-sekolah UNESCO di Jepang terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk pendidikan lingkungan, pencegahan bencana, dan revitalisasi masyarakat lokal, meskipun kegiatan mereka tidak begitu dikenal di dalam dan luar negeri. Sekolah-sekolah UNESCO diposisikan sebagai pusat untuk mempromosikan ESD, dalam rangka mengembangkan dan membina para pemimpin masyarakat yang berkelanjutan.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olahraga, Sains, dan Teknologi Jepang (Japan’s Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology/MEXT) memperkenalkan Pedoman untuk Sekolah-sekolah UNESCO pada tahun 2012. MEXT juga membuat Panduan untuk Mempromosikan ESD, yang direvisi pada tahun 2018 dan 2021. Selanjutnya, pada tahun 2021, rencana implementasi nasional kedua untuk ESD disusun, yang menegaskan bahwa kementerian dan lembaga terkait akan bekerja sama untuk mengimplementasikan rencana tersebut, ESD akan berkontribusi pada realisasi SDG, dan kegiatan akan dikembangkan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.

Prinsip-prinsip panduan ESD di Jepang

Di Jepang, berikut ini adalah contoh-contoh kemampuan dan sikap yang ditekankan dalam panduan pembelajaran, dari perspektif ESD:

  • Kemampuan untuk berpikir kritis;
  • Kemampuan untuk memprediksi dan merencanakan masa depan;
  • Kemampuan untuk berpikir secara multilateral dan komprehensif;
  • Kemampuan untuk berkomunikasi;
  • Sikap kooperatif terhadap orang lain;
  • Memahami nilai koneksi; dan
  • Kesediaan untuk berpartisipasi dalam semua upaya.

Elemen-elemen ini terkait dengan tiga prinsip berikut dari kursus akademis Jepang. Prinsip pertama berkaitan dengan pendekatan pembelajaran. Penting untuk terus meningkatkan metode pembelajaran dan pengajaran dari perspektif 'pembelajaran yang mandiri, interaktif, dan mendalam'. Fokus di sini adalah menekankan proses enquiry based learning dengan memposisikan problem-solving learning secara tepat, meningkatkan peluang untuk pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan mandiri, dan tidak hanya menggabungkan pengalaman dan kegiatan tetapi juga memeriksa cara mengintegrasikannya secara efektif ke dalam proses pembelajaran. Kegiatan kelompok digabungkan untuk membuat pembelajaran lebih kooperatif, dengan siswa berdiskusi, berkolaborasi, menyelidiki, meringkas, dan menyajikan temuan mereka.

Prinsip kedua berkaitan dengan apa yang akan dipelajari. Pendidikan Jepang bertujuan tidak hanya untuk 'menumbuhkan kemampuan untuk mempraktikkan' pengetahuan dan pemahaman, tetapi juga untuk menerapkan apa yang telah dipelajari dan bertindak atas berbagai masalah, memperlakukannya sebagai 'masalah kami sendiri'. Selain itu, dengan menyadari perspektif 'membangun masyarakat yang berkelanjutan', sehingga dapat menimbulkan perubahan dalam nilai-nilai anak-anak dan siswa.

Prinsip ketiga membahas masalah tentang cara mempromosikan ESD secara efektif. Untuk melakukannya, penting untuk menempatkan implementasinya dalam kebijakan manajemen sekolah, mengembangkan organisasi internal sekolah, bekerja secara sistematis pada ESD di seluruh sekolah, menempatkan ESD dengan tepat dalam rencana pengajaran, menggabungkan perspektif kolaborasi dengan masyarakat, universitas, dan bisnis, dan memastikan bahwa siswa mengomunikasikan dan merefleksikan hasil pembelajaran mereka dengan tepat. Penting juga untuk merefleksikan hasil pembelajaran dengan tepat dan menyebarluaskannya kepada siswa.

Holism, pluralism, and action orientation dalam implementasi SDG oleh guru

Dalam kajian aktivitas ESD guru, konsep utamanya adalah holisme, pluralisme, dan orientasi tindakan. Holisme mengacu pada pemahaman terpadu tentang berbagai aspek pembangunan berkelanjutan, seperti lingkungan, ekonomi, dan masyarakat, serta pandangan komprehensif tentang waktu (masa lalu, sekarang, masa depan) dan ruang (global versus lokal). Pluralisme mengacu pada praktik pendidikan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan berdiskusi siswa. Dengan menyajikan konflik antara nilai-nilai yang berbeda dan kompleksitas serta ketidakpastian berbagai fenomena, pendekatan pluralistik dapat membantu siswa menyadari bahwa pembangunan berkelanjutan memiliki berbagai potensi yang luas. Melalui pluralisme menggunakan berbagai pendekatan partisipatif, seperti diskusi tentang dilema moral, kerja lapangan, dan pembelajaran pemecahan masalah.

Elemen penting lainnya selain holisme dan pluralisme adalah orientasi tindakan. Tujuan utama ESD tidak hanya untuk mendorong perubahan perilaku pada siswa tetapi juga untuk menyediakan pembelajaran sosial guna mengembangkan sumber daya manusia yang mampu membuat keputusan yang mendukung keberlanjutan. Penting untuk menumbuhkan keterampilan, motivasi, dan kemauan siswa untuk mengeksplorasi solusi demokratis. Karena prioritas pendekatan berorientasi tindakan adalah untuk mendorong pertimbangan kepentingan orang lain dalam pengambilan keputusan, melampaui kepentingan pribadi, pendidikan harus menumbuhkan empati terhadap orang lain. Di Jepang, siswa didorong untuk memandang masalah-masalah sosial seperti upaya mencapai SDGs PBB sebagai masalah mereka sendiri, atau jibungoto.

Contoh Kasus Praktik ESD di Jepang

 

#Mengintegrasikan ESD ke dalam desain kurikulum dengan fokus pada komunitas sekolah

Sekolah Dasar Niigata adalah contoh yang baik dalam mengintegrasi ESD ke dalam desain kurikulum. Sekolah tersebut pertama-tama meninjau tujuan pendidikannya dan menyusun kurikulum baru, mengidentifikasi kualitas dan kemampuan peserta didik yang ingin dibina berdasarkan tuntutan masyarakat, kondisi aktual peserta didik, dan hasil survei orang tua-guru. Sekolah tersebut menetapkan tujuan untuk membina anak-anak yang dapat berpikir dan bekerja sama sendiri dengan mengutamakan 'kemampuan untuk menghadapi tantangan', 'kemampuan untuk bertahan', 'semangat saling mengakui', dan 'semangat saling mendukung'.

Sekolah tersebut mempromosikan ESD dalam empat topik pembelajaran intinya. Topik pertama tentang ‘memahami masyarakat lokal’ dilakukan sebagai Pembelajaran Eksplorasi Masyarakat dalam ‘Seikatsuka (Studi sosial-lingkungan)’ dan ‘Sogo (Pembelajaran komprehensif)’, yang merupakan mata pelajaran lintas kurikulum. Topik kedua tentang ‘hak asasi manusia dan urusan sosial’ berfokus pada masyarakat lokal yang beragam dan mata pelajaran etika. Topik ketiga tentang ‘pemahaman internasional’ dikembangkan melalui studi bahasa asing, bahasa Jepang, musik, dan studi sosial. Sekolah ini juga memiliki kegiatan pertukaran daring dengan sekolah dasar di Australia. Topik keempat, ‘pencegahan bencana’, dikembangkan sebagai pembelajaran praktis tentang apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana melalui studi sosial, sains, dan kegiatan kelas. Poin pentingnya adalah bahwa kegiatan pembelajaran ini saling terkait dalam kurikulum sekolah dasar enam tahun, untuk mencapai tujuan sekolah yaitu ‘mendorong pembelajaran mandiri dan personal’ dan ‘mendorong kegiatan yang mengakui individualitas yang beragam’.

#Penciptaan pembelajaran yang beragam dengan cara lintas kurikulum

SMP Kota Kyoto Shimogyo tengah mengembangkan kegiatan pendidikan yang sejalan dengan tujuannya untuk 'menghargai jiwa manusia dan membina pemimpin masyarakat yang berkelanjutan melalui pembelajaran yang beragam' dengan menekankan pentingnya tujuh kemampuan: kemandirian, ekspresi diri, kreativitas, pemikiran logis, pemecahan masalah, kolaborasi, dan ketekunan. Untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan sekolah tidak hanya untuk guru dan staf, tetapi juga untuk siswa itu sendiri, selama tahun ajaran 2022 sekolah mengubah rumusan salah satu tujuannya, dari 'untuk membina pembawa masyarakat yang berkelanjutan melalui pembelajaran yang beragam, menghargai jiwa manusia' menjadi 'untuk menjadi pembawa'.

Kurikulum sekolah dicirikan oleh tiga pilar 'Seni, Sains, dan Ketangguhan (Art, Science, and Toughness/AST)' dalam kurikulum sekolah menengah pertama tiga tahun, memposisikan mata pelajaran pembelajaran terpadu yang disebut AST dan berupaya untuk membina pengembangan kualitas dan kemampuan di seluruh mata pelajaran dari perspektif ESD. Setiap mata pelajaran memiliki unit pembelajaran tersendiri yang harus dipelajari, tetapi sekolah memudahkan guru dan siswa untuk melihat bagaimana konten pembelajaran mereka terhubung dengan pengembangan tujuh kualitas tersebut dengan menunjukkan bagaimana unit-unit ini saling berhubungan dalam bagan susunan unit.

#Penerapan kegiatan ESD secara luas

Selain itu, ada contoh lain promosi ESD tidak hanya dalam pendidikan sekolah tetapi juga dalam kerja sama dengan proyek UNESCO dan organisasi lainnya. Ini adalah:

  • ESD menggunakan World Heritage Sites (natural and cultural);
  • ESD menggunakan UNESCO eco-parks and geoparks;
  • ESD dalam kolaborasi dengan UNESCO Creative Cities;
  • ESD dalam kolaborasi dengan SDG Future Cities.

ESD secara efektif memanfaatkan berbagai jaringan dan program kelembagaan di Jepang dan luar negeri. Untuk masa depan ESD, akan sangat penting untuk secara efektif memanfaatkan berbagai jaringan dan program kelembagaan untuk menghubungkan inisiatif ESD domestik dan internasional dan untuk mempromosikan perspektif ‘Think Globally, Act Locally’.

Referensi

Berglund, T., & Gericke, N. (2015). Separated and integrated perspectives on environmental, economic, and social dimensions – an investigation of student views on sustainable development. Environmental Education Research, 22(8), 1115–1138. https://doi.org/10.1080/13504622.2015.1063589

Masuda, H., Okitasari, M., Morita, K., Katramiz, T., Shimizu, H., Kawakubo, S., & Kataoka, Y. (2021). SDGs mainstreaming at the local level: case studies from Japan. Sustainability Science, 16(5), 1539–1562. https://doi.org/10.1007/s11625-021-00977-0

Moshkal MA, Akhapov Y.A, &Ogihara A. An Overview Of Sustainable Development Initiatives In Japan https://doi.org/10.48371/ISMO.2023.53.3.008  

Sasaki, O, Yonehara, A, & Kitamura, Y. 2023. The Influence of the Whole School Approach on Implementing Educatio for Sustainable Develompment in Japan. Prospects 54, 203–220 (2024). https://doi.org/10.1007/s11125-023-09667-4

Sinakou, E., Donche, V., Boeve-de Pauw, J., & Van Petegem, P. (2021). Development and validation of a questionnaire on teachers’ instructional beliefs and practices in education for sustainable development. Environmental Education Research, 27(9), 1305–1328.

Sugimura, M. 2023. Education for sustainable development and the role of UNESCO associated schools: The case of Japan. https://digest.headfoundation.org/2023/06/15/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun