Mohon tunggu...
Arna Dwi Harjatmi
Arna Dwi Harjatmi Mohon Tunggu... Konsultan - Praktisi Pendidikan

Senang belajar, berkarya, dan berbagi, hobi jalan-jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belajar tentang Praktik Education for Sustainable Development di Jepang

2 Desember 2024   20:35 Diperbarui: 2 Desember 2024   23:44 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kajian aktivitas ESD guru, konsep utamanya adalah holisme, pluralisme, dan orientasi tindakan. Holisme mengacu pada pemahaman terpadu tentang berbagai aspek pembangunan berkelanjutan, seperti lingkungan, ekonomi, dan masyarakat, serta pandangan komprehensif tentang waktu (masa lalu, sekarang, masa depan) dan ruang (global versus lokal). Pluralisme mengacu pada praktik pendidikan untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan berdiskusi siswa. Dengan menyajikan konflik antara nilai-nilai yang berbeda dan kompleksitas serta ketidakpastian berbagai fenomena, pendekatan pluralistik dapat membantu siswa menyadari bahwa pembangunan berkelanjutan memiliki berbagai potensi yang luas. Melalui pluralisme menggunakan berbagai pendekatan partisipatif, seperti diskusi tentang dilema moral, kerja lapangan, dan pembelajaran pemecahan masalah.

Elemen penting lainnya selain holisme dan pluralisme adalah orientasi tindakan. Tujuan utama ESD tidak hanya untuk mendorong perubahan perilaku pada siswa tetapi juga untuk menyediakan pembelajaran sosial guna mengembangkan sumber daya manusia yang mampu membuat keputusan yang mendukung keberlanjutan. Penting untuk menumbuhkan keterampilan, motivasi, dan kemauan siswa untuk mengeksplorasi solusi demokratis. Karena prioritas pendekatan berorientasi tindakan adalah untuk mendorong pertimbangan kepentingan orang lain dalam pengambilan keputusan, melampaui kepentingan pribadi, pendidikan harus menumbuhkan empati terhadap orang lain. Di Jepang, siswa didorong untuk memandang masalah-masalah sosial seperti upaya mencapai SDGs PBB sebagai masalah mereka sendiri, atau jibungoto.

Contoh Kasus Praktik ESD di Jepang

 

#Mengintegrasikan ESD ke dalam desain kurikulum dengan fokus pada komunitas sekolah

Sekolah Dasar Niigata adalah contoh yang baik dalam mengintegrasi ESD ke dalam desain kurikulum. Sekolah tersebut pertama-tama meninjau tujuan pendidikannya dan menyusun kurikulum baru, mengidentifikasi kualitas dan kemampuan peserta didik yang ingin dibina berdasarkan tuntutan masyarakat, kondisi aktual peserta didik, dan hasil survei orang tua-guru. Sekolah tersebut menetapkan tujuan untuk membina anak-anak yang dapat berpikir dan bekerja sama sendiri dengan mengutamakan 'kemampuan untuk menghadapi tantangan', 'kemampuan untuk bertahan', 'semangat saling mengakui', dan 'semangat saling mendukung'.

Sekolah tersebut mempromosikan ESD dalam empat topik pembelajaran intinya. Topik pertama tentang ‘memahami masyarakat lokal’ dilakukan sebagai Pembelajaran Eksplorasi Masyarakat dalam ‘Seikatsuka (Studi sosial-lingkungan)’ dan ‘Sogo (Pembelajaran komprehensif)’, yang merupakan mata pelajaran lintas kurikulum. Topik kedua tentang ‘hak asasi manusia dan urusan sosial’ berfokus pada masyarakat lokal yang beragam dan mata pelajaran etika. Topik ketiga tentang ‘pemahaman internasional’ dikembangkan melalui studi bahasa asing, bahasa Jepang, musik, dan studi sosial. Sekolah ini juga memiliki kegiatan pertukaran daring dengan sekolah dasar di Australia. Topik keempat, ‘pencegahan bencana’, dikembangkan sebagai pembelajaran praktis tentang apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana melalui studi sosial, sains, dan kegiatan kelas. Poin pentingnya adalah bahwa kegiatan pembelajaran ini saling terkait dalam kurikulum sekolah dasar enam tahun, untuk mencapai tujuan sekolah yaitu ‘mendorong pembelajaran mandiri dan personal’ dan ‘mendorong kegiatan yang mengakui individualitas yang beragam’.

#Penciptaan pembelajaran yang beragam dengan cara lintas kurikulum

SMP Kota Kyoto Shimogyo tengah mengembangkan kegiatan pendidikan yang sejalan dengan tujuannya untuk 'menghargai jiwa manusia dan membina pemimpin masyarakat yang berkelanjutan melalui pembelajaran yang beragam' dengan menekankan pentingnya tujuh kemampuan: kemandirian, ekspresi diri, kreativitas, pemikiran logis, pemecahan masalah, kolaborasi, dan ketekunan. Untuk memastikan bahwa tujuan pendidikan sekolah tidak hanya untuk guru dan staf, tetapi juga untuk siswa itu sendiri, selama tahun ajaran 2022 sekolah mengubah rumusan salah satu tujuannya, dari 'untuk membina pembawa masyarakat yang berkelanjutan melalui pembelajaran yang beragam, menghargai jiwa manusia' menjadi 'untuk menjadi pembawa'.

Kurikulum sekolah dicirikan oleh tiga pilar 'Seni, Sains, dan Ketangguhan (Art, Science, and Toughness/AST)' dalam kurikulum sekolah menengah pertama tiga tahun, memposisikan mata pelajaran pembelajaran terpadu yang disebut AST dan berupaya untuk membina pengembangan kualitas dan kemampuan di seluruh mata pelajaran dari perspektif ESD. Setiap mata pelajaran memiliki unit pembelajaran tersendiri yang harus dipelajari, tetapi sekolah memudahkan guru dan siswa untuk melihat bagaimana konten pembelajaran mereka terhubung dengan pengembangan tujuh kualitas tersebut dengan menunjukkan bagaimana unit-unit ini saling berhubungan dalam bagan susunan unit.

#Penerapan kegiatan ESD secara luas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun