Mohon tunggu...
ARMIKO GERRY AFANDY
ARMIKO GERRY AFANDY Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Armiko Gerry Afandy. lahir di Trenggalek, bercita-cita menjadi seorang sastrawan, sastrawan yang menuangkan alam semestanya dalam karya-karya abadi dalam bentuk teks, termasuk ideologi yang dianutnya. Ada banyak orang cerdas yang setinggi langit, tapi selama mereka tidak menulis, mereka akan hilang dalam sejarah. Menulis merupakan salah satu bentuk pengungkapan perasaan yang akan bertahan selamanya, karena tulisan dan politik akan menjadi seni mewujudkan yang tidak mungkin menjadi mungkin dan memperjuangkan kelas sosial.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Marsinah: Suara perlawanan Itu Takkan Pernah Hilang, Karna Disana Bersemayam Kemerdekaan

13 Agustus 2024   20:17 Diperbarui: 13 Agustus 2024   20:19 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fenomena perempuan bekerja sebenarnya bukanlah barang baru di tengah masyarakat kita. Sejak zaman purba ketika manusia masih mencari penghidupan dengan cara berburu dan meramu, seorang isteri sesungguhnya sudah bekerja. Sementara suaminya pergi berburu, di rumah ia bekerja menyiapkan makanan dan mengelola hasil buruan untuk ditukarkan dengan bahan lain yang dapat dikonsumsi keluarga. Karena sistem perekonomian yang berlaku pada masyarakat purba adalah sistem barter, maka pekerjaan perempuan meski sepertinya masih berkutat di sektor domestik, namun sebenarnya mengandung nilai ekonomi yang sangat tinggi.

Dalam perspektif sejarah kaum buruh, ketidakadilan dan diskriminasi selalu melingkupi mereka sepanjang sejarah.Apalagi di era Industrialisasi sekarang ini. Alih-alih kaum kapital (pemilik modal) adalah orang yang paling berkuasa dalam menentukan nasib buruh. Buruh adalah mesin produksi yang digunakan oleh para pengusaha yang notabene kapitalis untuk memupuk keuntungan perusahaan. Kemanusiaan yang dimiliki oleh kaum buruh, seakan dipangkas habis bahkan sengaja dipangkas oleh pengusaha dengan menyamakan sang buruh sebagai modal usaha. Buruh tidak pernah dianggap sebagai manusia yang dalam dirinya mempunyai kehendak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya.

Perempuan pada strata menengah ke bawah, bekerja di sektor publik kebanyakan atas dasar dorongan kebutuhan ekonomi. Sedangkan bagi perempuan di kelas menengah ke atas, bekerja bagi mereka adalah bagian dari aktualisasi diri. Hal ini selain terkait dengan semakin terbukanya peluang bagi perempuan untuk memasuki sektor-sektor yang pada awalnya diperuntukkan hanya untuk lakilaki. Semakin banyaknya perempuan berpendidikan yang berkeinginan untuk aktif di sektor publik merupakan konsekuensi logis dari pembukaan peluang yang lebih besar bagi anak perempuan untuk bersekolah.

Kaum buruh memiliki andil besar terhadap kelangsungan industrialisasi, akan tetapi kaum buruh juga berpotensi besar dalam menghambat industrialisasi tersebut. Rueschemeyer berpendapat bahwa ada tiga alasan penting mengapa buruh berpotensi besar sebagai agen perubahan yaitu :

1) buruh memiliki kemampuan lebih untuk memobilisasi massanya untuk melakukan gerakan politik.

2) gerakan buruh dapat menimbulkan dampak ekonomi yang meluas baik bagi perusahaan maupun ekonomi makro suatu negara dalam bentuk berhentinya produksi.

3) gerakan buruh dapat memicu munculnya persoalan sosial-politik baru, terutama di daerah-daerah konsentrasi industri, bahkan dapat memaksakan pergantian rezim atau perubahan struktur politik.

Sekilas tentang Marsinah

Marsinah lahir tanggal 10 April 1969. Anak nomor dua dari tiga bersaudara ini merupakan buah kasih antara Sumini dan Mastin. Sejak usia tiga tahun, Marsinah telah ditinggal mati oleh ibunya. Bayi Marsinah kemudian diasuh oleh neneknya—Pu’irah—yang tinggal bersama bibinya—Sini—di desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Pendidikan dasar ditempuhnya di SD Karangasem 189, Kecamatan Gondang. Sedang pendidikan menengahnya di SMPN 5 Nganjuk. Sedari kecil, gadis berkulit sawo matang itu berusaha mandiri. Menyadari nenek dan bibinya kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia berusaha memanfaatkan waktu luang untuk mencari penghasilan dengan berjualan makanan kecil.

Marsinah dikenal sebagai seorang pendiam, lugu, ramah, supel, tingan tangan dan setia kawan. Ia sering dimintai nasihat mengenai berbagai persoalan yang dihadapi kawan-kawannya. Kalau ada kawan yang sakit, ia selalu menyempatkan diri untuk menjenguk. Selain itu ia seringkali membantu kawankawannya yang diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ia juga dikenal sebagai seorang pemberani.Paling tidak dua sifat yang terakhir disebut—pemberani dan setia kawan—inilah yang membekalinya menjadi pelopor perjuangan.

Pada pertengahan April 1993, para buruh PT. CPS (Catur Putra Surya)— pabrik tempat kerja Marsinah—resah karena ada kabar kenaikan upah menurut Sudar Edaran Gubernur Jawa Timur. Dalam surat itu termuat himbauan pada para pengusaha untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% dari upah pokok. Pada minggu-minggu tersebut, Marsinah bersama kawan-kawan buruh PT Catur Putera Perkasa (PT CPS) pada tahun 1993 menuntut kenaikan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari, cuti haid, cuti hamil, perhitungan upah lembur, dan pembubaran unit kerja SPSI yang dianggap tidak mewakili kepentingan buruh.

Pada 3-4 Mei 1993 terjadi pemogokan buruh PT CPS Porong Sidoarjo menuntut kenaikan upah 20% sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 50/1992. Terdapat salah satu buruh perempuan yang menjadi penggerak pemogokan tersebut, yaitu Marsinah. Setelah melakukan pemogokan tersebut Marsinah menghilang pada malam hari tanggal 5 Mei 1993 dan kemudian ditemukan meninggal dunia pada 9 Mei 1993 di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Kabupaten Nganjuk. Kematian Marsinah lambat laun ramai dibicarakan masyarakat hingga ke luar negeri dan banyak tuntutan agar pemerintah Indonesia segera mengungkap kasus kematianya.

Kasus kematian Marsinah tidak terlepas dari suasana politik nasional Orde Baru, artinya apa yang terjadi di Sidarjo (tingkat lokal), berhubungan erat dengan kebijakan dan sistem perburuhan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru. Hubungan negara dengan masyarakat, khususnya dalam konteks dunia perburuhan merupakan hubungan yang terjalin dengan wujud kebijakan dan sistem yang berat sebelah, artinya selalu mengesampingkan kepentingan buruh.

Kasus Marsinah hendaknya dapat menjadi contoh, baik tentang kegigihannya, keberaniannya maupun pengorbanannya dalam memperjuangkan haknya. Ke depan dalam memperjuangkan nasib kaum buruh dan pengangguran beserta petani, nelayan dan kaum margin di perkotaan tersebut dapat kita tempuh melalui berbagai upaya. Pertama, bangun sistem jaminan sosial nasional (jamsosnas) yang memiliki liputan yang lebih luas. Badan Jaminan Sosial Nasional sebagai lembaga (institusi) penyelenggara yang bersifat nirlaba yang dikelola secara profesional. Melalui lembaga ini kita dapat membangun berbagai kegiatan pembangunan sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi untuk menciptakan lapangan kerja, sekaligus penyebaran penduduk dan usaha secara rinci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun