Sedih bercampur kejut saat mendapatkan kabar bahwa sang Mestro kartun Serambi Indonesia surat kabar kebanggaan Aceh tersebut berpulang ke Rahmatullah pada hari sabtu lalu setelah berjuang sedemikian lama melawan penyakit yang diderita, di Rumah Sakit Herna Medan. Air mata menetes tanpa terasa bahwa setelah sekian lama kartunis ‘Gam Cantoi’ itu mengisi waktu dan ruang-ruang hati selama ini, terlebih saat-saat krusial dulu selama masa kuliah yang sebagian memang lebih banyak diisi oleh kesedihan, kala jauh di rantau di tanah Serambi Mekkah itu berjuang sambil kuliah, maka kesedihan itu akan terasa ringan jika melihat kartun yang menghibur ini. Walau sekilas terpikirkan, apalah artinya kartun di sebuah harian, namun bagi kami dan sebagian masyarakat penikmat seni lain, terkadang pesan yang disampaikan melalui makna sebuah goresan gambar tanpa warna itu, bisa mewakili keprihatinan, sebuah protes sosial, gambaran kehidupan yang satire, dan kepolosan yang terungkapkan. Awalnya banyak yang mengira, bahwa sosok di belakang Gam Cantoi itu betul-betul orang Aceh yang mengerti sosio kultural Aceh yang islami dan fanatis, namun alangkah herannya kala mengetahui bahwa beliau seorang sahabat yang berasal dari tanah Batak, Sipahutar marganya, bahkan beliau seorang nasrani saat awal-awal menorehkan kartunnya di Serambi Indonesia. Baru tahun 1990 beliau memeluk islam, setelah beberapa saat beliau berada di Aceh. Begitupun beliau termasuk sangat cepat dapat beradaptasi dengan kultur Aceh, seakan-akan beliau telah lama hadir di Bumi Serambi Mekkah jauh hari sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H