Walter Benjamin menyatakan dalam The Work of Art in the Age of Mechanical Reproduction bahwa seni berkembang dari litografi, fotografi, lalu film sebagai bentuk ekspresi visual yang mudah dinikmati dan dimengerti.Â
Film adalah media komunikasi sekaligus alat penggambaran kehidupan yang aktual. Alur cerita maupun latar seringkali diadaptasi dari kehidupan nyata--- bahkan tidak jarang diangkat dari pengalaman pribadi maupun memori akan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam rentang kurun waktu tertentu. Visualisasi sebuah film juga cenderung menampilkan konteks lingkungan yang menjadi seting utama dalam bingkai sinematografi.
Dalam film Cinema Paradiso oleh Giuseppe Tornatore yang diproduksi tahun 1988, ditampilkan seberapa besar pengaruh industri film terhadap kehidupan masyarakat. Cinema Paradiso menjadi hit pada masa tersebut dan memenangkan penghargaan Oscar tahun 1990 kategori Best Foreign Language Film. Mengangkat latar kota Sisilia, Italia bagian Selatan,Â
Sebagian besar adegan film ini diambil di sebuah gedung bioskop "Cinema Paradiso" yang merupakan sarana hiburan yang sangat populer pada masa tersebut. Baik film dan gedung bioskop menjadi media yang mengubah arus perilaku dan norma yang berlaku di kota Sisilia pada waktu itu.
Menampilkan situasi pasca Perang Dunia ke-2, banyak keluarga yang kehilangan tulang punggungnya karena gugur dalam perang. Suasana dapat dikatakan sedikit suram, namun pada saat itu industri film sedang berkembang dengan pesat.Â
Masyarakat menghabiskan waktu dan uang mereka untuk menikmati film. Saking larisnya, sebuah rol film harus dioper dari satu bioskop ke bioskop lainnya setelah satu kali pemutaran karena begitu banyak konsumen yang ingin menonton film. Terkadang, jika rol film tidak sampai tepat waktu, para penonton akan bertingkah agresif dan mengancam untuk meminta kembali uang mereka.
 Pada segmen lain, tampak pula bagaimana masyarakat pada masa itu sangat menyukai film. Mereka berbondong-bondong berkumpul di depan sebuah rumah yang dijadikan sebagai layar proyektor pemutaran film gratis.
![screenshot pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/22/1a-5ab3dd7bdd0fa85c4b53f012.jpg?t=o&v=770)
![screenshot pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/22/2a-5ab3de9fcbe523686f5fdc24.jpg?t=o&v=770)
![screenshot pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/22/3a-5ab3de1cdcad5b3c2d1f6282.jpg?t=o&v=770)
![screenshot pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/22/4a-5ab3dd90bde57544da5d7712.jpg?t=o&v=770)
Seiring dengan perkembangan industri film, kekuasaan gereja mulai tergeser dan berkurang. Mulai muncul penyimpangan norma seperti seksualitas yang ditampilkan secara terang-terangan di Cinema Paradiso.
 Masyarakat cenderung menyukai adegan sensual meskipun hal tersebut menyalahi ajaran gereja. Penyimpangan ini masih diupayakan untuk dicegah oleh tokoh gereja--- sebelum sebuah film ditayangkan di gedung bioskop, pendeta akan melakukan sensor terhadap adegan-adegan yang dianggap meyalahi agama. Setiap kali ada segmen yang menampilkan ciuman atau adegan sensual lainnya, sang pendeta akan membunyikan lonceng untuk kemudian bagian tersebut dipotong dan dihapus.
Meskipun perkembangan industri film di kota Sisilia ini memiliki pengaruh yang kurang baik berupa penayangan adegan yang tadinya dianggap sebagai hal yang sensitif dan tabu--- tidak hanya para orang dewasa yang menikmati konten ini, namun juga anak-anak di bawah umur--- namun tidak dapat dipungkiri bahwa film pada masa ini merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat kota Sisilia.
Selain menjadi media yang mengubah arah perilaku dan otoritas gereja pada masa tersebut, film juga menjadi alasan perubahan tata ruang kota. Dapat ditinjau dari letak gedung bioskop yang dekat dengan plaza, menjadi pusat keramaian dan titik kumpul masyarakat. Â Bahkan ditampilkan pula bagaimana masyarakat memanfaatkan fasad bangunan di pusat kota sebagai proyektor pemutaran film gratis.Â
Hal ini dapat mengindikasikan bahwasanya film menjadi alat identifikasi ruang publik, terletak di pusat kota agar dapat diakses dari berbagai penjuru kota. Film menjadi alat pemersatu masyarakat--- pertunjukan yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat dan gedung bioskop merupakan fasilitas pemenuh kebutuhan masyarakat akan ruang publik tersebut.
![screenshot pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/22/7a-5ab3dfbf5e13731e8b687624.jpg?t=o&v=770)
![screenshot pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/03/22/8-5ab3dedef133440c8b5d29d2.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI