PNS (Pegawai Negeri Sipil) singkatan ini bisa berarti beragam bagi banyak orang. Untuk jutaan orang yang sedang berjuang untuk menjadi CPNS, ini adalah harapan yang sedang diupayakan menjadi kenyataan.Â
Bagi mereka yang anak, pasangan atau calon pasangan mereka yang berjuang singkatan ini adalah doa yang dipanjatkan. Bagi mereka yang menjadi bagian dari keluarga besar PNS itu adalah sebuah kebanggaan. Bagi yang memiliki predikat ini dengan NIP terdaftar dalam data base kepegawaian, ia tidak hanya kebanggaan tapi juga tanggung jawab.Â
Namun bagi sebagian dari mereka di kelompok terakhir, singkatan ini hanya berarti seragam dan rutinitas yang harus dijalani, kenapa bisa seperti ini?
Sejak beberapa tahun terakhir penerimaan CPNS telah dilakukan secara masif, di tahun 2017 tercatat 2,43 juta orang bertarung memperebutkan 37.138 formasi, angka ini melonjak di tahun 2018 mencapai angka 3,7 juta orang pelamar, untuk 238.015 formasi, dan di tahun 2019 angka ini kembali naik hingga 5 juta orang pelamar meskipun jumlah formasi yang tersedia lebih sedikit yaitu sebanyak 196.682 formasi.
Angka-angka di atas menunjukkan betapa besar minat masyarakat untuk menjadi seorang PNS. PNS dianggap sebagai puncak perjuangan pencari kerja, bila di dunia swasta seseorang lebih sering berpindah-pindah tempat kerja, baik untuk mencari perusahaan yang lebih menjanjikan baik dari segi salary ataupun dari jenjang karir, atau demi mencari lingkungan yang lebih nyaman dalam bekerja, maka ketika seorang menjadi PNS pencarian itu dianggap selesai.Â
Setelah seseorang menjadi PNS ia akan cenderung untuk menetap, mencari rasa aman dalam bekerja. Meskipun gaji PNS boleh jadi lebih kecil daripada gaji di perusahaan swasta, tapi status PNS menjanjikan kepastian, meski sulit menjadi kaya raya tapi berkecukupan.
Selain itu bagi beberapa kalangan masyarakat, status PNS juga berarti kebanggaan, kemapanan yang membuat orang tua merasa tenang, dan calon mertua percaya. Terbukti di beberapa daerah, status PNS akan membuat seseorang pria lebih mudah untuk mendapatkan jodoh.Â
Menjadi PNS memang cukup menjanjikan dengan penghasilan yang stabil, ditambah jaminan kesehatan, serta jaminan hari tua. Selain itu dengan target kerja yang cenderung mudah dicapai, membuat seseorang PNS cukup bekerja secara normal maka ancaman pemecatan tidak akan mendekati.
Dengan berbagai keuntungan yang dibawa status PNS, wajar saja bila itu menjadi pekerjaan impian bagi sebagian orang. Tapi apa yang terjadi bila mimpi itu menjadi realita...?
Kenyataannya mimpi itu seperti sebagian besar mimpi lainnya, tidak selalu indah. Menjadi seorang PNS memiliki sisi yang menyenangkan, kebanggaan, kemudahan untuk mendapatkan kepercayaan, dan beberapa kelebihan lainnya bisa didapatkan, tapi selebihnya is life as usual kehidupan sebagaimana biasanya. Rutinitas pekerjaan yang dilewati setiap hari hingga seseorang pensiun. Sebagian memang cukup beruntung untuk mengembangkan diri, meningkatkan karir, mendapatkan posisi yang lebih baik, tapi sebagian besar mentok!
Menjadi seorang PNS berarti memilih untuk mendapatkan keamanan dan kepastian, karir di sisi lain hanyalah sebuah bonus semata. Boleh jadi seseorang bisa bekerja puluhan tahun sampai pensiun masih pada level yang sama di mana ia pertama kali masuk.
Eittss... jangan dulu menyalahkan sistem manajemen SDM di lingkungan pemerintahan. Secara umum ini adalah pilihan yang dibuat secara sadar oleh sebagian besar PNS yang memang lebih memilih untuk berada di status quo, berkutat di zona nyaman dengan alasan yang beragam.Â
Sebagian alasan itu memang masuk akal; tidak ingin jauh dari keluarga, keinginan untuk memiliki lebih banyak waktu dengan keluarga, tidak merasa mampu menerima beban kerja yang lebih berat dan alasan-alasan lain yang membuat seseorang tetap beranjak dari posisinya hingga ia pensiun
Selain PNS yang memilih untuk bertahan di status quo, ada pula PNS yang tidak dapat berkembang karena memiliki mentalitas yang lemah. Mereka bekerja malas-malasan, datang ke tempat kerja hanya untuk absen, mengobrol, makan lalu menunggu jam pulang, bahkan sebagian hanya terlihat di pagi hari lalu hilang entah kemana, dan muncul lagi menjelang jam pulang. Ada juga yang tidak hanya malas tapi juga picik, yaitu mereka yang meminta imbalan lebih untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya adalah tugas dan tanggung jawabnya.
Di sisi lain ada juga yang berperilaku lebih parah yaitu PNS yang melakukan perbuatan terlarang, dari mulai penyalahgunaan wewenang, penggelapan, mark up harga, menarik pungutan liar, menerima suap, menyuap, dan perbuatan lain yang termasuk delik korupsi, kolusi, nepotisme hingga tindak pidana diluar pekerjaan seperti penyalahgunaan narkoba, mabuk-mabukan, membuat keributan, menipu dan perbuatan-perbuatan lainnya yang bertentangan dengan Sumpah PNS yang pernah ia bacakan di bawah kitab suci.
Kita sudah melihat sisi negatif dari PNS, namun di era reformasi birokrasi ada sisi lain yang harus dilihat. Bila sebelumnya PNS identik dengan pasukan 702 (masuk jam 7 pulang jam 2 hasilnya 0), di mana PNS dapat berleha-leha di kantor, ngobrol, main catur, tenis meja atau bahkan pelesir di jam kerja, maka semenjak dicanangkannya reformasi birokrasi perubahan besar mulai terjadi.
Integritas dan profesionalitas PNS kini mendapat tempat utama. Seorang PNS dituntut untuk menjadi seorang pegawai yang profesional, disiplin, jujur dan bertanggung jawab. Mental PNS angkatan lama yang cenderung merasa sok penting, karena dibutuhkan masyarakat. Kini sebaliknya seorang PNS harus menjadi pelayan masyarakat, memberikan pelayanan terbaik meski tetap sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Manajemen PNS mulai direformasi, dari mulai sistem rekrutmen yang adil, akuntable, dan transparan. Sistem penilaian kinerja dan pengembangan karir dengan sistem Merit, hingga beban kerja yang semakin berat dan rumit, membuat seorang PNS kadang harus bekerja lembur berhari-hari demi menuntaskan suatu pekerjaan. Hal ini dibarengi dengan pemberian tunjangan kinerja yang mesti ditebus dengan pertanggungjawaban kinerja yang obyektif dengan sistem reward dan punishment.
Kemajuan teknologi juga membawa PNS ke dalam dunia digital. Kalau dulu kita sering mendengar berita PNS yang masuk atau pulang kerja seenaknya, kini setiap datang dan pulang kerja mereka harus menggunakan absen sidik jari (sebagian bahkan menggunakan mesin pemindai wajah), tidak hanya itu setiap hari mereka harus mencatat dan melaporkan pekerjaan mereka dalam ukuran jam bahkan menit secara online melalui aplikasi yang bila tidak diisi maka ancaman pemotongan tunjangan, bahkan sampai pemecatan dapat terjadi.
Beberapa kementerian dan instansi pemerintah juga menuntut pegawainya untuk terus belajar dengan mengikuti diklat baik secara konvensional maupun e learning, serta mengembangkan diri secara mandiri dengan membaca jurnal atau artikel dan kemudian membuat resumenya untuk dilaporkan kepada atasan.
Pemikiran lama soal PNS yang dianggap santai, harus dibuang jauh-jauh karena kini PNS dituntut untuk menjadi seorang pegawai professional dan menguasai bidang kerjanya Beban kerja PNS saat ini kadang membuat mereka lebih sibuk dari pegawai swasta sekalipun. Setiap PNS kini dituntut untuk menjadi PNS yang kompeten, berintegritas, bertanggung jawab , disiplin dan jujur dalam berkata, bertindak dan berperilaku.
Kenyataan ini sesungguhnya menunjukan bahwa status PNS bukanlah akhir perjalanan, bahkan sebaliknya itu merupakan sebuah langkah menuju perjalanan baru. Menjadi PNS bukanlah mimpi yang menjadi nyata, tapi justru momentum untuk memulai bakti sebagai abdi Negara, menjadi pelayan dan pengayom masyarakat. Seseorang tidak cukup hanya berjuang untuk meraih status PNS tapi lebih dari itu, orang tersebut harus terus berjuang, Â meningkatkan kualitas diri untuk menjadi orang yang lebih baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H