Mohon tunggu...
Arman Sagan
Arman Sagan Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pengamat Kehidupan, Abdi Negara, Petugas Pemasyarakatan

Karena ku ingin menulis maka aku menyimpan kata, menaruhnya rapih di almari benak, tuk kelak menumpahkannya lewat aksara yang berbaris, ber'shaf, berlapis, dan kuharap bermakna.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Niat Mulia atau Ketakutan Penguasa Media?

5 September 2020   00:01 Diperbarui: 6 September 2020   09:24 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instagram yang awalnya hanya menyuguhkan konten foto, kini telah melahirkan selebgram-selebgram dengan jutaan follower yang bisa mendapatkan uang dari endorsement dan review produk. Menurut pengakuan salah satu selebritis ternama di Indonesia, ia bisa mendapatkan paid promote sekitar Rp 20 juta sampai 27 juta per hari, yang berasal dari Rp 40 - Rp 60 juta dari Instagram Foto dalam jangka waktu 1 bulan, dan Rp 60 juta hingga Rp 85 juta dari Instagram video yakni Rp 60 juta hingga Rp 85 juta berjangka untuk 3 bulan. Bahkan dari Instagram live ia bisa meraup sampai Rp 100 juta hingga Rp 175 juta hanya untuk durasi per 10 menit.

Fakta yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan internet mulai menggeser media siaran konvensional seperti televisi. Masyarakat modern setiap harinya menghabiskan sekitar 6 jam 43 menit mengakses internet, dengan menghitung rata-rata jam tidur dan jam kerja seseorang, maka bisa dikatakan waktu yang digunakan untuk menonton televisi telah jauh berkurang. Walaupun berdasarkan laporan We Are Social, 3 jam 18 menit dari internet yang diakses tersebut digunakan untuk menyaksikan televisi dalam bentuk streaming online atau video on demand, namun pola menonton Televisi telah berubah.

Seperti diketahui pasar siaran televisi, merupakan pasar oligopoli yang didominasi oleh beberapa stasiun televisi swasta, trend televisi lokal yang sempat mengemuka beberapa tahun silam, segera meredup karena gagal bersaing dengan televisi nasional. Penyiaran nasional yang membutuhkan biaya besar membuat beberapa stasiun televisi baru tidak sanggup bertahan dan akhirnya gulung tikar atau melebur ke dalam grup media besar.

Namun dengan berkembangnya Youtube, setiap orang dapat mengunggah konten apapun dengan mudah dan biaya murah, cukup dengan perangkat smartphone dan audio sederhana seseorang bisa mendapatkan viewer yang banyak dan merebut sebagian jatah iklan yang biasanya dikuasai sepenuhnya oleh televisi konvensional. Fakta ini jelas menjadi ancaman bagi stasiun televisi besar seperti RCTI yang telah puluhan tahun menguasai media televisi dengan segala hegemoninya.

Internet dan Konten Tak Berfaedah

Berkembangnya media sosial tidak hanya membawa dampak positif. Beredarnya konten-konten berisi prank (lelucon) yang tidak senonoh, konten kekerasan, konten pornografi dan banyak konten-konten lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan kesusilaan yang berlaku di masyarakat membuat beberapa kalangan merasa resah dengan dampak buruk platform digital tersebut.

Selain itu belum adanya aturan yang jelas terkait penyiaran berbasis internet dapat menimbulkan ketidak pastian hukum bagi insan kreatif yang aktif di dunia maya, termasuk di antaranya proporsi pendapatan yang diterima oleh para pembuat konten.

Rambu-rambu penggunaan internet telah termaktub sebagian dalam Undang-Undang no. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, beberapa orang telah menjadi korban penerapan pasal ini termasuk diantaranya musisi sekaligus politisi Ahmad Dhani dan terakhir yang paling santer adalah drummer Superman is Dead Jerinx. 

Namun penerapan ketentuan ini terkesan tebang pilih, sentimen politik, agama bahkan ekonomi kadang menjadi alasan kuat seorang didakwa dengan pasal ini, sebagai contoh dalam kasus Prita Mulyasari, ketentuan ini malah dijadikan alasan untuk membungkam kritik terhadap koorporasi. 

UU ITE memang tidak mengatur tentang aspek etika dalam penggunaan dunia maya, ketentuan ini ditujukan untuk memberikan keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, berbeda dengan UU Penyiaran yang dengan tegas mengatakan bahwa penyelenggara penyiaran wajib bertanggung jawab dalam menjaga nilai moral, tata susila, budaya, kepribadian dan kesatuan bangsa yang berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. 

Hal ini didasarkan oleh fakta bahwa siaran yang dipancarkan dan diterima secara bersamaan, serentak dan bebas, dianggap memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan pendapat, sikap, dan perilaku khalayak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun